Kaki jenjang itu bergerak dengan gelisah. Lisa bahkan tidak tahu apa yang ada di pikirannya, ketika ia memilih mengurung diri di dalam salah satu bilik toilet yang sempit dan terduduk di lantai yang dingin.
Sedari tadi dia hanya menggeliat, sembari tanganya mencengkram closet yang ada di sampingnya. Tidak tahu dari mana rasa sakit itu, Lisa benar-benar kualahan menghadapinya.
Tanpa tahu sudah setengah jam di dalam sana, Lisa mulai mengatur napasnya yang memburu. Ia menatap tangannya yang bergetar hebat. Bertanya-tanya, sebenarnya ada apa dengan tubuh itu?
Merasa sakitnya sudah tidak sehebat tadi, Lisa mulai bangkit dari posisi yang menyedihkan itu. Ia hendak membuka pintu bilik, namun suara seseorang menghentikannya.
"Ku dengar, Jung Jisoo terpilih sebagai yang terbaik karena Seolhyun mengalah."
"Ya! Apanya yang mengalah. Kau tak tahu jika dia dilarikan ke rumah sakit?"
"Eoh! Itu pasti ulah si iblis Jung Jisoo. Dia benar-benar licik."
"Dia itu sebenarnya tidak memiliki bakal. Hanya karena dia dari kalangan Chaebol, dia bisa menyingkirkan semuanya."
Tangan Lisa mengepal erat, saat suara-suara itu sedang membicarakan kakaknya. Mereka tidak tahu, jika saat ini adik tersayang seseorang yang baru saja mereka gosipkan sedang menumpuk amarah.
Mengeluarkan sebungkus rokok dan pematik api dari saku jaketnya, Lisa mulai menyelipkan sebatang di antara bibir merah mudanya. Menyalakan rokok itu dan membuka pintu secara kasar.
Brak!
Semuanya tentu tersentak. Apalagi ketika mendapati sosok Lisa dari pantulan kaca di hadapan mereka. Seketika tubuh ketiga gadis itu bergetar ketakutan.
Lisa berjalan ke arah wastafel yang kosong. Menyalakan kran dan mencuci tangannya sembari menatap wajahnya sendiri di cermin.
Ia terkekeh pelan. Tangannya tiba-tiba menarik rambut seorang gadis yang tepat ada di sampingnya. Memasukkan kepala itu pada wastafel yang airnya masih mengalir.
Kedua teman gadis itu hanya bisa berdiri ketakutan melihat apa yang terjadi. Padahal jumlah mereka lebih banyak dibandingkan Lisa. Namun mereka masih waras untuk berani melawa seorang keturunan Jung Jihoon.
"A-Ampun, Li-sa-ssi. Maaf--- Aaargg!" Gadis itu berteriak kesakitan saat Lisa menekan ujung rokoknya yang masih menyala pada punggung tangan gadis itu.
"Jangan pernah sebut nama kakakku dengan mulut kotormu ini." Lisa mendorong kepala gadis itu hingga membentur kaca. Selanjutnya dia menyelipkan rokok pada mulut si gadis hingga terbatuk hebat karena asapnya.
"Uhuk! Uhuk!"
Setelah menatap tajam pada orang-orang itu, Lisa memilih keluar dari sana. Sesampainya di luar ruangan, ia menarik napas yang terasa begitu sesak. Lalu berjalan dengan sesekali menahan sakit yang masih memeluknya.
Baru saja hendak masuk ke dalam ruang pertunjukan, Lisa justru melihat kakak pertamanya baru saja keluar. Tentu Lisa merasa bingung sendiri. Ia sepertinya tidak lama keluar, kenapa Jisoo sudah menyelesaikan permainan pianonya?
"Unnie, kenapa kau ada di luar?" tanya Lisa yang tak sadar dengan tatapan kakaknya.
"Permainanku sudah selesai 30 menit lalu."
Lisa mengerjab. Apakah ia terlalu lama berada di toilet dan berakhir tidak melihat penampilan kakaknya? Kali ini, Lisa mulai sadar jika tatapan Jisoo sangat berbeda. Kakaknya itu pasti sangat kecewa.
"Unnie, aku---"
"Aku ingin pulang." Jisoo berucap dengan dingin, lalu meninggalkan Lisa yang tergagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savage ✔
FanfictionAku sempurna, siapa yang berani? - Jisoo Jung Aku berlian, dan kau sampah. - Jennie Jung Semut pun tak akan berani mendekatiku - Rosé Jung Jangan menatap mataku, jika kau masih ingin bahagia - Lisa Jung Mereka sempurna. Tak ada celah sama sekali, ke...