Savage : 29. Words Like Sword

5.7K 914 163
                                    

Selama ini, ia tidak percaya jika keadilan itu ada. Karena selama memiliki kekuasaan dan uang, ia bisa mendapatkam segalanya.

Ia juga tidak pernah menganggap Tuhan benar-benar ada. Di dalam keluarga itu, hanya ibunya yang memiliki keyakinan. Jisoo dan ketiga adiknya memilih mengikuti jejak sang ayah, dengan tidak memiliki keyakinan akan Tuhan di hidup mereka.

Tapi setelah banyak kejadian buruk yang menimpa keluarga itu akhir-akhir ini, Lisa mulai meragukan pemikirannya sendiri. Apakah kali ini Tuhan sedang menghukumnya?

"Sa-kit." Mendengar rintihan itu, Lisa menunduk.

Ia mengangkat handuk basah yang semula ada di kening Rosé, memasukkannya ke dalam air dingin lalu kembali meletakkannya di kening sang kakak kembar.

Sudah cukup lama Lisa berada disini. Bahkan ketika malam menyapa, Lisa enggan untuk tidur bersama anggota keluarganya yang lain. Dia sibuk merenungkan hidupnya serta mengkhawatirkan keadaan Rosé yang jatuh sakit karena dirinya.

"Dimana yang sakit, hm?" Mendengar suara lembut adiknya, Rosé segera membuka mata.

Disaat seperti ini, bukankah seharusnya Rosé yang merawat Lisa? Tapi kenapa justru sebaliknya? Rosé benar-benar membenci tubuhnya yang lemah.

"Kepala Chayoung sakit? Sini, sudah Lisa usap." Lisa benar-benar mengusap kepalanya dengan lembut.

Hal seperti ini, apakah ia akan terus mendapatkannya? Rosé tidak apa-apa jika terus merasakan sakit, asal adiknya baik-baik saja. Jika bisa, ia ingin memindahkan bom waktu di tubuh adiknya itu untuk dirinya sendiri.

"Lisa-ya," panggil Rosé dengan suara serak.

"Kau harus tau, jika kau adalah segalanya bagiku."

Senyum Lisa perlahan memudar. Usapannya pada kepala Rosé juga terhenti. Dahulu, ia sangat senang karena menjadi kesayangan semua orang. Tapi semenjak ia mendengar sesuatu tadi malam, ia justru takut dengan hal itu.

Lisa bukannya tidak percaya diri jika ia akan sembuh. Ia percaya jika ayahnya bisa melakukan apa pun untuk mengatasi penyakitnya. Lisa hanya terlalu takut. Sampai rasa takut itu mengendalikannya.

"Chaeng-ah, kau bisa menjadikan Jisoo Unnie atau Jennie Unnie sebagai duniamu. Asal jangan aku." Lisa mulai menurunkan tangannya dari kepala Rosé.

"Jangan memikirkan diriku terlalu keras hingga jatuh sakit begini." Menjadi penyebab sakitnya sang kembaran, Lisa tentu merasa sedih bukan main.

"Jangan berharap lagi padaku, Chaeyoung-ah. Aku tidak akan menjanjikan apa pun padamu lagi. Maaf." Lisa menunduk, dan melangkah mundur. Ia memilih keluar dari sana meninggalkan sang kakak yang mulai terisak.

Chaeyoung pikir Lisa sudah merasa putus asa. Padahal mereka belum mengusahakan apa pun untuk kesembuhannya. Tapi mengapa seolah Lisa sudah bersiap untuk meninggalkannya?

"Sayang, kenapa menangis?" Taahee terbangun karena mendengar suara tangis Rosé yang cukup kencang.

Ia hampiri anaknya, lalu mengusap kepalanya berusaha memberikan ketenangan. Tapi tangis anaknya masih saja kencang.

"Eomma, aku tidak mau Lisa pergi." Ucapan itu membuat Taehee mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan.

Terakhir kali ia melihat Lisa masih ada disana. Anak bungsunya itu menghilang tanpa pamit padanya terlebih dahulu. Taehee mendadak merasa khawatir.

"Lisa hanya pulang untuk beristirahat. Besok dia akan kembali, hm?" Taehee berusaha menenangkan Rosé. Ia akan menghubungi Lisa setelah anak ketiganya itu tenang dan kembali tidur.

Savage ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang