Mobil sedan mewah berwarna hitam itu sudah terparkir di depan kantor polisi sejak setengah jam yang lalu. Tapi, Rosé yanh ada di dalamnya tak bergeming sama sekali.
Sopir yang mengantarnya pun tidak berani menegur. Ia hanya menunggu perintah selanjutnya yang akan Nonanya minta.
Sopir itu kemudian mendengar helaan napas kasar dari Rosé, lalu tak lama Nonanya itu keluar dari sana tanpa menunggu Sopirnya membukakan pintu seperti biasa.
Berjalan dengan langkah terseok, Rosé mendatangi receptionist kantor polisi itu. Tapi belum sempat ia mengutarakan keinginannya, sudah ada seseorang yang memanggilnya.
"Changie?"
Rosé menoleh ke sumber suara. Ia bisa mendapati sang paman ada disana. Adik dari ayahnya itu pasti juga memiliki tujuan sama seperti Rosé.
"Samchon baru menemuinya?" tanya Rosé dengan suara serak. Ia sebertinya terlalu banyak menangis sehingga hampir kehilangan suaranya.
"Hm." Jung Haein hanya berdehem. Menunggu kalimat selanjutnya yang akan Rosé ucapkan.
"Bolehkah... Aku juga bertemu dengannya?"
Tidak ada alasan untuk Haein menolak keinginan keponakannya. Ia segera menggenggam tangan Rosé dan berjalan kembali ke dalam. Menuju tempat pertemuan penghuni penjara dan tamunya.
Gadis itu masih duduk disana, setelah sebelumnya Haein meninggalkannya. Ia masih merenung, sampai tersentak mendengar langkah kaki mendekat.
Kedua matanya bergetar, ketika melihat sosok Rosé yang ada di samping Haein. Sosok yang seharusnya saat ini menangis darah karena gadis itu sudah mencelakai kakaknya.
Song Seojong ada disana. Gadis itu tertangkap oleh polisi tadi malam. Ayahnya bertindak sangat cepat. Bahkan Rosé dengar, semalam ayahnya langsung kemari dan memukuli gadis itu.
Rosé masih bisa melihat wajah Seojong yang lebam. Saat gadis itu berdiri pun, Rosé bisa mendengarkan ringisan pelannya.
Dengan langkah kecil, Rosé mendekati Song Seojong. Karena merasa takut disakiti lagi, Seojong melanglah mundur. Namun sayang di belakang gadis itu hanya ada dinding.
Tidak seperti bayangannya, Rosé justru menjatuhkan tubuhnya dengan posisi berlutut. Tatapan mata gadis itu sudah sangat putus asa.
"Aku tahu, bagaimana pun rasa sakit yang kami rasakan tak akan bisa membalas perlakuan jahat kami padamu." Rosé berujar dengan lirih. Bisa Seojong lihat jika kedua tangan Rosé mulai mengepal.
"Aku kemari, untuk meminta maaf padamu. Terutama untuk Jennie Unnie, yang dahulu hampir setiap hari selalu menyakitimu." Air mata milik Rosé kembali menetes.
"Adikku bilang, kita menderita mungkin karena ada seseorang yang tidak bisa memaafkan kita atas suatu hal." Kedua mata Rosé memejam saat mengingat ucapan Lisa malam tadi, dimana saat dia menemani adik kembarnya itu tertidur.
Lisa terus saja menasehatinya tentang hal-hal yang baik. Hal-hal yang adiknya pelajari ketika mengunjungi rumah ibadah.
"Jika memang kau tidak bisa memaafkan seluruh perlakuan kami, tapi setidaknya tolong maafkan Jennie Unnieku."
Rosé tidak bisa menahan isak tangisnya. Gadis blonde itu mengaku pasrah. Jika Tuhan ingin mengambil Jennie, setidaknya sang kakak harus pergi tanpa dendam siapa pun padanya.
Rosé ingin kakaknya tertidur dengan tenang. Saat ini, Jennie seperti ingin pergi namun harus tertahan entah karena apa. Mungkin saja karena ia belum dimaafkan oleh sebagian orang, atau ketidak relaan keluarganya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savage ✔
FanfictionAku sempurna, siapa yang berani? - Jisoo Jung Aku berlian, dan kau sampah. - Jennie Jung Semut pun tak akan berani mendekatiku - Rosé Jung Jangan menatap mataku, jika kau masih ingin bahagia - Lisa Jung Mereka sempurna. Tak ada celah sama sekali, ke...