Lisa tidak bisa menghitung berapa kali dia sudah mendengar Jisoo mau pun Jennie menangis setiap malam saat menemaninya tertidur.
Sudah dua hari sejak Lisa mengalami serangan, Lisa terus dipaksa pergi ke rumah sakit namun dia menolak entah pada siapa pun yang mengajak.
Bibinya bilang, Lisa harus melakukan pemeriksaan lagi karena ditakutkan adanya komplikasi atau sumbatan lanjutan yang membuatnya harus dipasang ring jantung lagi.
Semakin dia berpikir tentang penyakitnya, semakin Lisa enggan untuk berbuat apa pun. Melakukan berbagai macam pengobatan tidak membuatnya sembuh. Jadi untuk apa tujuan pengobatan itu?
Lisa hanya dibuat hidup lebih lama dengan penyakit itu. Artinya, Lisa akan lebih lama pula harus mendengar tangisan keluarganya setiap malam.
"Tuhan, Sampai kapan harus seperti ini? Tidak bisakah kau kurangi rasa sakit Lisa?"
Kamar yang gelap, membuat Jisoo lebih leluasa menangis. Sudah dua jam dia berada di lantai. Duduk bersandar pada ranjang Lisa sembari memeluk al kitab nya. Sedari tadi ia terus berdoa dan menangis tanpa suara.
Lisa tahu jika kakak pertamanya itu sudah memeluk sebuah keyakinan bersama ibu mereka. Jennie yang menceritakannya kemarin.
Jennie juga bilang, jika alasan Jisoo melakukan itu karena berharap Tuhan bisa membantu kesembuhan Lisa. Karena kakak pertamanya itu pun tidak yakin dengan peranan medis dan kekuasaan keluarga Jung.
Ingin sekali Lisa memeluk Jisoo saat ini juga. Tapi pilihan gadis itu malam ini hanya ingin mendengarkan Jisoo dalam diam. Ia membiarkan Jisoo menangis sendirian, tanpa tahu bahwa Lisa selalu mendengarkannya bahkan sampai pagi hampir tiba.
Hingga pukul 5 pagi, Jisoo yang tak sengaja tidur dalam posisi duduk akhirnya bangun dan merasa beberapa bagian tubuhnya sakit.
Ia hendak meletakkan al kitab miliknya di meja nakas Lisa, sebelum akhirnya melihat adik bungsunya sudah membuka mata.
"Eoh, Lisa sudah bangun? Ada yang sakit?" Jisoo memberikan kecupan sebentar di sudut bibir adiknya, lalu membenarkan sedikit piyama Lisa yang terbuka dan menampakkan beberapa kabel dari holter monitor.
"Unnie, apakah baik jika seseorang terus mempertahankan sebuah beban?" Pertanyaan itu terlontar dengan suara lemas.
Awalnya Jisoo tidak tahu apa maksud dari perkataan Lisa. Dia juga masih sangat mengantuk dan belum bisa memahami setiap kalimat yang Lisa ucapkan.
"Aku tidak suka Unnie ku menangis. Aku juga akan membenci orang yang membuat Unnie ku menangis." Dari perkataan Lisa selanjutnya, Jisoo mulai paham apa yang adiknya maksud.
"Unnie, kau harus menyingkirkan kotoran yang hinggap di lembaran hidupmu."
Jisoo memejamkan matanya sejenak. Lisa pasti berpikir jika mereka kerepotan karena penyakitnya yang justru semakin parah setiap hari. Jisoo bisa melihat bahwa adiknya sudah putus asa. Dengan dia menolak semua pengobatan yang Jihye sarankan.
"Maka dari itu Lisa harus sembuh agar Unnie tidak sedih." Jisoo mengatakan itu berharap Lisa memiliki keinginan untuk hidup lebih baik.
"Apakah Unnie bisa menjamin aku bisa sembuh?" Namun pertanyaan Lisa mampu mematahkan perasaan Jisoo.
Sulung Jung itu bahkan merasa bibirnya kelu tiba-tiba. Karena siapa pun tidak bisa menjamin kesembuhan adiknya. Termasuk bibinya yang adalah seorang dokter sekali pun.
"Kalian hanya membuang waktu, Unnie." Akhirnya, Lisa menangis dalam ketidak berdayaannya.
Memasang berbagai alat di tubuhnya, atau mencari jantung baru itu tidak menjamin Lisa akan bertahan hidup lama. Usaha mereka akan sia-sia jika Lisa harus berakhir mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Savage ✔
FanfictionAku sempurna, siapa yang berani? - Jisoo Jung Aku berlian, dan kau sampah. - Jennie Jung Semut pun tak akan berani mendekatiku - Rosé Jung Jangan menatap mataku, jika kau masih ingin bahagia - Lisa Jung Mereka sempurna. Tak ada celah sama sekali, ke...