Part 1

14.7K 369 12
                                    

Happy Reading.









New York, USA.

Elio masuk ke dalam penthouse-nya. Melihat suasana sangat sepi, Elio melangkah menuju salah satu kamar yang ada di sana.

Saat sudah sampai di depan pintu kamar, tanpa mengetuk pintu, Elio langsung membuka pintu itu. Saat mengetahui pintu itu terkunci, dengan kesal Elio menggedor pintu sangat kencang.

Di dalam kamar, Belva tersentak kaget saat mendengar pintu kamarnya digedor. Sudah tahu siapa yang menggedor pintu itu, dengan cepat Belva bangun dari posisi tidurnya, mengabaikan kepalanya yang terasa pusing.

Mengumpulkan kesadarannya, Belva berusaha melangkah menuju pintu. Dengan langkah sangat pelan, akhirnya Belva sampai di pintu.

Membuka pintu. Belum sempat Belva bersuara, rambutnya lebih dulu dijambak oleh Elio. Belva meringis kesakitan, menatap Elio dengan mata berkaca-kaca.

Elio menatap Belva dengan tatapan sangat tajam. Jambakan di rambut Belva semakin menguat, Elio tidak berniat melepaskan jambakannya.

"Kenapa kau mengunci pintu kamarmu?" tanya Elio menatap Belva dengan tatapan tajam.

Belva tidak mampu mengeluarkan suaranya, karena jambakan Elio semakin menguat. Belva sampai merasa rambutnya seperti akan terlepas.

Berusaha mengucapkan maaf, Belva menyatukan kedua tangannya. Saat Elio melepaskan jambakannya, Belva langsung menunduk.

"Kenapa kau senang sekali membuatku marah? Apa kau ingin aku hukum?!" tanya Elio dengan suara kencang.

Belva langsung menggeleng.

"Lihat aku," desis Elio.

Mendongakkan kepalanya, lalu Belva kembali menggeleng dengan cepat.

"Kau selalu saja membuat suasana hatiku tidak baik. Setiap kali melihatmu, rasanya aku ingin sekali membunuhmu," ucap Elio sebelum mendorong Belva.

Jika saat di awal pertemuan, Belva sangat berani membalas setiap ucapan Elio. Tapi setelah merasakan siksaan yang Elio berikan, sejak saat itu, setiap kali Elio marah, Belva hanya diam.

Dicambuk, dirantai, dipasung, disiram air, tidak diberi makan selama 2 hari, dikurung di gudang, dan hal-hal menyakitkan lainnya sudah Belva rasakan.

Dijambak dan ditampar seolah menjadi hal wajib yang selalu Elio lakukan. Bahkan saat melakukan sex pun, Elio selalu kasar. Tubuh Belva setiap kali Elio meminta dilayani akan penuh dengan lebam dan luka.

Tidak ada kenikmatan, tidak ada desahan, dan tidak ada erangan. Hanya ada ringisan kesakitan yang terdengar dari bibir Belva.

Sudah seperti budak sex, Belva merasa dirinya sudah tidak punya harga diri. Hidupnya seolah di ambang kematian.

Belva merasakan semua rasa sakit itu seorang diri, berharap ada keajaiban yang menyelamatkannya.

"Nanti dokter akan datang. Pastikan kau menerima suntik kontrasepsi-mu," ucap Elio dengan suara datar.

Belva hanya mengangguk. Elio meninggalkan Belva begitu saja menuju kamarnya. Melihat Elio sudah menjauh, Belva kembali masuk ke dalam kamar.

***

Sampai di kamar, Elio langsung menuju kamar mandi. Setiap kali sampai penthouse-nya, Elio selalu merasa kesal, dan hawa tubuhnya terasa panas, karena Belva selalu berhasil membuat emosinya keluar begitu saja.

Selesai mandi, Elio berpakaian dengan cepat, lalu keluar kamar. Mendengar suara bel, Elio melangkah menuju pintu utama.

Membuka pintu, Elio tersenyum tipis melihat sahabatnya yang datang. Perempuan cantik berusia 35 tahun itu menatap Elio dengan tatapan serius.

CRAZY OBSESSION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang