3. Sisi lain

26 4 4
                                    

Bulan kian tinggi di peraduan malam, titik-titik cahaya bintang pun terlihat menjauh. Ada angan yang tengah melambung tinggi entah ke mana, samar-samar tak disadari rupanya telah melumpuhkan ruang hati yang sunyi. Pada sudut kamar yang gelap, segelap harap yang perlahan memupus perasaan.

Pelan-pelan, petikan melody gitar mengisi ruang hampa, terlantun pelan penuh penghayatan :

Kulepas semua yang kuinginkan
Tak akan kuulangi
Maafkan jika kau kusayangi
Dan bila kumenanti

Pernahkah engkau coba mengerti
Lihatlah aku di sini
Mungkinkah jika aku bermimpi
Salahkah tuk menanti

Takkan lelah aku menanti
Takkan hilang cintaku ini
Hingga saat kau tak kembali
Kan kukenang di hati saja

Kau telah tinggalkan hati yang terdalam
Hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa
.
__Yang terdalam (ariel noah)

Kemudian semua lenyap, dikejutkan nyata.

"Dit. Belum tidur?" Suara nan lembut sang Ibu memecahkan lamunan. Adit bangun dari duduknya, meletakkan gitar yang dimainkannya sejak sejam lalu. Kemudian membuka pintu kamar,

"Belum, Bu. Ibu kenapa jam segini belum tidur juga? Udah jam 11 lho, Bu."

"Ibu cuma mau ingetin, besok kamu jangan lupa, ajak Angga dan yang lain main ke sini sepulang dari Sekolah ya. Ibu mau buat nasi kuning."

"Oh, itu. Siap, Bu. Kalo soal makan sih, anak-anak gak usah ditawarin aja udah pasti langsung mau." Jawab Adit nyengir membayangkan sahabat-sahabatnya.

Ibu mengulas senyum, "kamu lagi apa?"

"Ah, eh, gak ngapa-ngapain. Adit gak bisa tidur aja, Bu. Iseng main gitar aja."

"Ya sudah, jangan bergadang. Ibu tidur duluan ya." Pamit Ibu Lestari pada putra sulungnya.

"Bu.." Adit meragu, sang Ibu memberhentikan langkahnya, "mau ngomong apa?"

"Ng.. gak papa, Ibu tidur yang nyenyak ya." Ibu kembali mengukir senyuman seraya mengangguk.

"Bu.." Adit kembali meragu.

"Kamu kenapa? Mau ngomong apa? Cepat sebelum Ibu beneran tidur." Akhirnya Bu Lestari terlanjur penasaran.

"Ng.. itu, besok.. kalau.. kalau.. ibu mau masak nasi kuning, jangan capek-capek ya, Bu." Adit menggaruk dahinya yang tidak gatal. Kegalauan kian tersirat kuat dalam air mukanya. Sang Ibu kini melebarkan tawa tanpa suara, "sudah sana, kamu tidur juga deh, muka kamu keliatan suntuk tuh. Kebanyakan mikir, mikirin apa? Mikirin siapa?"

"Apaan sih, Bu. Ya udah Adit mau tidur juga deh, Bu." Adit menutup pintu kamar dengan tergesa, takut sang Ibu membaca kegalauannya.

🌻🌻🌻

Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu terdengar begitu lembut, diikuti bunyi pintu yang dibuka pelan-pelan. Siluet seseorang dengan rambut tergerai turut mengisi cahaya temaram lampu kamar. Berangsur mendekat, gadis yang mulai ia kenali wajahnya datang mengejutkan.

Ia cantik, begitu manis dan memanjakan manik siapa pun yang melihat. Pakaian yang dikenakan juga sangat sederhana, tapi entah mengapa begitu menawan bagi Aditya Subadra. Gaun berwarna coklat muda dengan design leher berkerah sabrina, membentuk tubuhnya begitu indah. Bak putri raja yang baru saja turun dari khayangan, gadis itu terus mendekat, langkahnya pelan namun pasti, menghampiri Adit yang masih terkesiap menyaksikan kehadirannya.

RAHASIA HATI (Prequel of "Cinta Bidadari")Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang