Bentang lautan yang luas. Deburan ombak menenangkan disertai tiupan angin menyejukkan kulit. Menerpa lembut wajah tampan seorang remaja laki-laki yang tengah memejamkan mata menikmati sensasi tenang dan damai. Cuaca yang tidak begitu cerah terlihat mendung dan sedikit berawan. Namun, laki laki berparas rupawan itu tetap setia duduk ditimbunan pasir. kakinya yang menjulur lurus turut menikmati sentuhan dingin air laut.
Langit kian gelap oleh gumpalan air dan Perlahan gerimis mulai turun membasahi bumi. Laki-laki yang mengenakan kemeja putih itu menengadahkan wajah untuk merasakan rintik hujan yang menusuk pelan permukaan kulit.
Ketenangannya terusik tatkala ponsel bergetar pelan dari dalam saku celananya. Ia lalu merogoh benda pipih tersebut lalu menempelkannya ditelinga.
"To the point,"
"gue bisa saja habisin lo saat ini juga" ancam seseorang dari seberang sana yang mengetahui keberadaannya saat ini.
"lalu?" Alex terlihat tenang. Tangannya terulur mengusap wajahnya yang basah lalu menyugar rambut yang sedikit berantakan.
"gue ga mau terburu-buru. Di saat yang tepat gue pastikan lo bakal kehilangan semuanya termasuk nyawa lo sendiri!" detik kemudian telepon terputus sepihak.
Ancaman barusan tidak lagi membuatnya terkejut. Sudah kesekian kali ia mendengar kalimat yang sama dan itu hanya membuatnya muak.
Belum sempat benda itu ia simpan kembali, terdengar bunyi notifikasi pertanda pesan masuk.
Darsha
maafin gue. Tadi hujan dan gue ga bisa nyusul lo ke sanaIa membacanya sejenak, tanpa berniat membalas.
Hujan yang kian menderas memaksanya bangkit meninggalkan tempat itu. Ia kemudian berjalan menuju mobil yang tidak jauh diparkirkan dari tempatnya berada.
***
Alex menyetir dengan kecepatan sedang. Matanya tetap fokus membelah jalanan yang cukup ramai oleh kendaraan dimalam hari yang memadati kota Jakarta.
Kendaraan yang kian memadat membuatnya harus menghentikan mobil karena macet. Bunyi klakson yang mulai bersahut-sahutan dari orang-orang yang tidak sabaran membuatnya mengumpat kesal. Sungguh kebisingan yang sangat mengganggu!
Hampir satu jam, jalan baru kembali lancar. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi membuat ratusan kendaraan harus mengantri melewati jalan pintas. Membuat orang lain turut kesusahan atas kelalaian mereka dalam berkendara.
Alex kembali menyalakan mesin mobil setelah bergelung lama dengan rasa muak. Ia menambah kecepatan, menyalip kendaraan lain agar tiba lebih cepat. Namun, sesuatu baru saja menarik perhatiannya ketika menoleh keluar kaca. Mobil pun segera ia tepikan.
"gue ga peduli! Gara-gara cewek buta norak kayak lo lutut gue jadi lecet gini. Tanggung jawab sekarang!" Teriak gadis berambut panjang yang dikucir rapi disertai kedua lutut yang tampak mengeluarkan darah.
Alex menyipitkan mata untuk memastikan apa yang sedang terjadi. Kerumunan orang-orang sedikit menghalangi pandangannya.
"Enak saja ngataian gue norak!"
Laura mengipasi wajahnya dengan tatapan nyalang ditujukan pada Zia. Rasa benci kentara diwajah berhiaskan make up itu.
"gausah lebay deh!" Ledeknya memutar mata. "Gitu doang ngajak ribut. Gue lihat-lihat kaki lo masih utuh ada dua!" cibir Laura bersidekap dada. Senyum kecil yang nyaris tak terlihat bertengger. Merasa menang karena berhasil menyerempet Zia dengan sengaja.
"Gitu doang lo bilang?!" Matanya membulat marah. Zia mendengus kesal. Ia yakin Stok kesabarannya kini sudah habis.
Dengan tatapan yang menghunus tajam dan napas yang memburu. Tak perlu waktu lama untuk menjambak dan menarik rambut sebahu Laura. Rasa kesal, marah serta pedih di kakinya menjadi satu.
"Rambut gue" pekik Laura terperanjat. Tangannya terulur membalas jambakkan Zia hingga rambut keduanya sama-sama terurai berantakan. "Lo udah gila ya! Lepasin!"
"Lo yang gila!" Zia terus menarik sekuat mungkin.
Puluhan pasang mata yang tertuju pada dua gadis yang tengah bergelut tak serta merta membuat aksi mereka berhenti. Tak ada yang berani melerai. Bahkan keduanya seperti tontonan menarik.
"setelah ini jangan harap hidup lo tenang!" Laura meringis bengis, matanya melotot seolah melompat keluar.
"Gue nggak takut!" Zia kembali menarik dengan kuat ujung rambut Laura sehingga sang empu mendongak kesakitan. "Lo pikir bisa nakutin gue?! Jangan mimpi!"
Mendadak keduanya sama-sama melepas tangan dari kepala masing-masing karena tidak tahan sakit luar biasa.
Zia yang tidak ingin menyiakan kesempatan hendak melayangkan tangan di udara. Tapi terhenti. Tertahan karena tangan seseorang yang mencekalnya sehingga menggantung begitu saja. Zia menoleh murka dan mendapati seorang laki-laki menatap mereka tajam.
"cukup!" Laki-laki itu menatap keduanya bergantian. Gurat kesal jelas terlihat. Akibat keributan ulah mereka beberapa pelanggan Toko Roti memilih kabur atau berbelok ke Toko lain.
"Apa-apaan kalian ribut begini depan umum?!"
Zia melepas kasar tangannya. Tatapan tidak senang pun ia layangkan. Ia tahu laki-laki tersebut akan membela Laura. Selain itu apa lagi? Cih!
Erlan yang tidak begitu memahami situasi yang sedang berlangsung pun memegang kening heran tidak habis pikir. Bisa-bisanya dua gadis ini... sudahlah!! Marah diwajahnya pun kini berganti menjadi khawatir ketika tatapannya tertuju pada Zia. Terlebih pada lutut gadis itu yang terluka.
"Masalah ini cukup sampai di sini" berusaha menyelesaikan masalah dengan bijak, Erlan melanjutkan. "Jangan lagi diperpanjang! Sudah cukup dan..." Tatapannya kembali mengarah dengan gadis di sebelah kanannya. Rasanya sedikit sakit menatap bola mata itu. Entah kenapa.
"Zi, Lebih baik lo pulang sekarang buat ngobatin luka lo sebelum infeksi" Ucapnya pelan dan cemas. "soal biaya jadi urusan gue"
Zia mengembuskan napas kasar. "Lo ajarin nih cewek lo cara minta maaf! Akhlak aja kagak punya apalagi otak!"
Laura melotot. "Lo jaga mulut lo!" Ia meronta tapi Erlan memegangnya kuat.
Sebelum pertengkaran lanjut part dua, Erlan menarik gadis itu membawanya masuk ketoko roti miliknya.
Tidak boleh dibiarkan.
Semua orang bubar. Zia segera menaiki motor dengan perasaan dongkol. Tak menghiraukan lagi rasa perih dikedua lutut dan wajah. Penampilannya yang berantakan lumayan menarik perhatian orang-orang disepanjang jalan. Gadis itu tak peduli. Kini dipikirannya hanya ingin tiba dirumah secepat mungkin untuk mengobati cederanya.
Sementara dengan Alex yang sedari tadi memperhatikan dari dalam mobil hanya bisa menghela napas panjang ketika Zia mulai menghilang dari pandangannya. Tak lama kemudian ia melesat pergi meninggalkan tempat tersebut.
***
first story :D06-04-2022
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXANDER
Teen Fiction"Ada beberapa hal yang tidak bisa di perbaiki. Waktu yang terbuang sia-sia dan kepercayaan yang telah rusak" ~Lorezia~ *** Cerita murni dari pikiran penulis, jika ada kesamaan nama,tempat dan peristiwa Itu ketidaksengajaan dan bukan hasil copas kar...