Part 6. Pertentangan

159 117 13
                                    

Makan malam berjalan semestinya. Kali ini mereka berkumpul disatu meja dengan keluarga lengkap. Tetapi tidak ada basa-basi atau percakapan selain suara sendok dan piring beradu. Suasana dingin yang jauh dari perkiraan Valerio. Sementara Alex yang duduk disebelahnya bersikap acuh tak acuh.

"hmm" Valerio berdeham pelan.

"apa alasanmu pulang?" Daichi langsung menodongnya dengan pertanyaan. Tatapan datar ia layangkan pada Valerio. Tidak ada kesan hangat sama sekali diwajahnya.

Valerio kembali berdeham mendengar pertanyaan tersebut. Kemudian ia mengulas senyuman."aku merindukan kalian" tuturnya. Valerio melirik Safira-ibunya yang juga memandanginya sebelum menjatuhkan kembali pandangan ke meja. Valerio mengalihkan tatapan pada Daichi yang mengedikkan kedua alis atas jawabannya. Daichi kembali melanjutkan makan yang tertunda.

"mom" lirih Valerio. "apa mama tidak merindukanku? Kenapa sedari tadi Valerio melihat mama seolah tidak peduli dengan kedatanganku". Memperlihatkan wajah cemberutnya, Valerio memaku tatapan pada wanita paruh baya itu.

Safira yang sibuk memotong daging dengan pisau serta garpu ditangan berhenti. "ini salah kamu tidak memberitahu mama" Safira menatap lekat putranya. "Jika saja mama tahu mungkin mama bisa meluangkan waktu menjemputmu di Bandara" tuturnya dengan nada kesal. Wanita paruh baya blasteran indo-italy itu menampilkan wajah tak terima.

Terdengar kekehan kecil. "Valerio sengaja mah" ucapnya. "Sengaja jadiin ini sebagai kejutan" imbuhnya dengan senyuman lebar

Fira hanya mendengus. Ekspresi kesal itu kini berganti dengan wajah penasaran.

"bagaimana dengan kedua orangtuamu di Amerika?" tanya Fira. Tidak biasanya James dan Clara tidak ikut pulang ke Indonesia.

"mereka sibuk mom. Jadi rio memutuskan pulang sendirian"

Safira mengangguk mengerti. "seandainya kamu balik, jangan lupakan salam dari mama untuk mereka"

Valerio memberikan anggukkan kecil tanda mengiyakan. Setelah pembicaraan itu semuanya menjadi hening. Daichi kini sibuk melepas jas kantornya sementara Fira berkutat dengan benda pipih ditangannya. Memeriksa pesan-pesan masuk dari langganan. Beberapa minggu terakhir memang ada banyak pasangan pengantin yang mengunjungi butik miliknya dan tidak sedikit yang merasa cocok design baju buatannya.

Terdengar suara kursi berderit. Alex bangkit dari duduk berniat meninggalkan ruang makan sebelum suara Daichi menghentikan.

"duduk" suara dingin itu membuatnya terpaku ditempat. "akhirnya kamu tahu cara pulang"

Fira yang duduk disebelah suaminya merasakan udara yang berubah tegang. Sedikit was-was melihat keduanya saling melayangkan tatapan tidak senang.

"beruntung saya masih ingat bahwa saya masih punya orangtua dirumah ini" Alex tersenyum masam sembari menarik kursi lalu duduk ditempat semula. Ia melirik Safira yang menggeleng pelan memberi isyarat agar Alex tidak melawan.

"setiap anak harus tunduk" Daichi berucap pelan namun tajam. "tidak ada alasan kamu menentang saya"

Valerio terlihat khawatir karena Alex yang terang-terangan menunjukkan pembangkangan.

Alex berdecih. Tawa sinisnya terdengar. "saya bisa mengatur hidup saya sendiri" ucapannya ditekankan. "jadi saya berhak menentukan apa yang akan saya lakukan!"

Daichi menggeram marah melihat pemberontakan Alex. Pria itu berdiri dari kursi dengan kasar. Membuat Safira turut bangkit dari duduknya dengan jantung berdebar. "Buat apa kamu lahir kalau tidak bisa di atur! Anak pembangkang seperti kamu tidak ada gunanya tanpa orangtua!" teriaknya memenuhi ruangan.

ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang