"Anaya?" Alex bergumam tak percaya. Kedua alis tebal itu bertaut heran.
Kenapa.. nama itu kembali muncul? Sebuah pesan teks yang baru saja terkirim berhasil membuat dadanya terguncang pelan.
ANAYA
'jemput aku dibandara sekarang'Hatinya berdebar setelah sekian lama tanpa kabar. Ia kembali, gadis yang masih mendekam didalam pikirannya selama ini. sebuah senyuman pun tak bisa ia sembunyikan. Segera ia menambah kecepatan mobil diatas rata-rata. Secepat mungkin ia berusaha menyalip kendaraan-kendaraan yang terus menghalangi.
Tinn tinnnnn
Bunyi protes klakson dari segala sisi diabaikan. Mata tajamnya memandang lurus jalanan yang tidak terlalu padat oleh kendaraan lain. Tepat ketika diujung jalan ada tikungan tajam, kakinya perlahan menginjak pedal rem untuk mengurangi kecepatan.
"apa-apaan ini?!" teriaknya frustasi ketika rem sama sekali tidak berfungsi.
Kakinya terus menginjak kuat-kuat pedal rem yang tidak mau bekerja. Fuck! Tanpa diduga sebuah tangki minyak muncul dari arah berlawanan. Matanya melebar sempurna dengan dahi berkeringat. Tak ada pilihan, setir dibanting kekiri lalu menghantam kuat bangunan yang tampak kosong. Ini... sangat tidak terduga.
Semuanya pun terjadi begitu cepat. Dengan sisa tenaga, ia meraba pelan kepala yang mengalirkan sesuatu yang perlahan semakin deras. Cairan merah yang sangat kental membasahi seluruh telapak tangannya. Perlahan tapi pasti, matanya mulai memejam. Samar-samar, masih terdengar suara sekumpulan orang yang mendekati mobilnya.
***
Zia membisu dikursi tunggu. Tatapannya kosong dengan wajah memucat. Tapi, tangannya terus mencengkeram kuat ujung baju yang ia kenakan. Bibirnya bergetar pelan dengan tak henti-hentinya mengutuk dirinya sendiri.
Sejam yang lalu Zia tiba dirumah sakit ini. begitu berada didepan ruang ICU, ia memaksa diri untuk masuk. Tapi, para perawat melarangnya dengan alasan bahwa hanya keluarga kandunglah yang diizinkan menjenguk.
"sekarang kita harus pulang. Gue yang akan ngantar lo kerumah"
Ini sudah kesekian kali Erlan membujuk gadis itu. ia juga yang memberikan informasi soal kecelakaan yang Alex alami karena memang pada saat itu ia juga tak sengaja melintasi tempat kejadian.
Erlan mengembuskan napas panjang memandangi Zia yang terus menunduk dengan airmata yang tak hentinya mengaliri pipinya. "gue gak mau lo sakit. Jadi, dengerin yang gue bilang" ucapnya lembut
Zia menaikkan pandangan dengan matanya yang memerah. Bibirnya pun tak hentinya bergetar hingga sepatah kata sulit sekali untuk terucap. "A-alex.."
Erlan mengangguk mengerti. Dengan hati-hati, ia melingkarkan tangan dipundak gadis itu lalu membawa kepalanya didada bidangnya.
Isakannya tertahan ketika wajahnya terbenam didada Erlan. Zia menutup mata yang terasa perih. Bagaimana ini semua terjadi? Bahkan ketika Alex mengantarnya kemarin siang semuanya terlihat baik-baik saja.
Matanya kembali terbuka ketika mendengar langkah tergesa-gesa dari seseorang. Zia melihat seorang gadis cantik dengan rambut sebahu yang dikucir itu berjalan dengan khawatir. Kulitnya lumayan putih dengan tubuh ideal yang diinginkan semua perempuan. Tingginya hampir sama dengan tinggi badan Zia. Penampilannya lumayan sederhana, tapi elegan. Dari belakangnya juga seorang laki-laki tampan dewasa turut mengekori.
Matanya terus mengekori kedua manusia itu. mimik wajah Zia seketika berubah ketika keduanya memasuki ruang ICU tanpa halangan dari dua perawat yang beberapa jam lalu tak memberinya izin masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXANDER
Teen Fiction"Ada beberapa hal yang tidak bisa di perbaiki. Waktu yang terbuang sia-sia dan kepercayaan yang telah rusak" ~Lorezia~ *** Cerita murni dari pikiran penulis, jika ada kesamaan nama,tempat dan peristiwa Itu ketidaksengajaan dan bukan hasil copas kar...