Suasana kelas siang ini begitu gaduh dan berisik. Di tambah seisi kelas yang ramainya kayak pasar malam menambah gerah bukan main. Zia yang semula mengurai rambut kini beralih menggulungnya seperti donat lalu menjepit menggunakan kep rambut biru dongker.
Sesekali gadis itu mengeluh tidak nyaman dengan suasana sekarang. Kelas begitu kacau karena guru yang bersangkutan berhalangan datang, sehingga fokusnya membaca terganggu.
"kutu buku banget sih, lo" senggol Farah, salah satu anak di kelas mereka yang ributnya ngalahin cowok.
"yah kalo kutu kepala kan lo yang punya" balas Zia gak mau kalah.
Farah memutar bola mata mendengarnya setelah itu tertawa kecil. "mending ribut deh kayak gue. Dang ding dang ding dung" sembari berlenggak-lenggok gadis dengan potongan rambut pendek itu berjalan mengitari kelas untuk mengganggu target selanjutnya.
"sudah gak tertolong nih penghuni kelas" ujar Tasya sibuk mengipas dirinya dengan buku
Zia mengembuskan napas kasar. "gue mau keluar!"
"gak boleh. Entar lo ketahuan sama guru piket lagi, Zi"
"lo tahan di sini? Yakin gak gila? Atmosfernya udah gak sehat. Lo tengok tuh" Zia menunjuk jendela kaca yang terbuka dimana ada yang gelantungan makan pisang. Papan tulis dengan segala ke-wibu-an memenuhi tanpa tersisa kekosongan. Para bendahara kelas yang cosplay jadi rentenir. Para cowok yang berubah biduan dan menjadikan meja sebagai panggung nyanyi.
"yah mau gimana lagi"
Bangkit dari duduknya, Zia berjalan cepat keluar kelas. Tidak mempedulikan Tasya yang memanggilnya berulang kali. Tepat ketika melewati pintu, langkah gadis itu terhenti.
Ia berbalik badan, mengarahkan tatapan pada kursi kosong dekat jendela barisan belakang. Membuatnya Teringat tumpangan kemarin dan bagaimana ia hampir saja 'celaka' akibat aksinya. Dimana dia? Pertanyaan itu tiba-tiba memenuhi benak.
***
Dengan langkah lunglai Zia berjalan berlawanan arah dari tujuan awalnya menuju toilet. Sekarang ia menuju kantin, mengingat perutnya yang mendadak minta diisi. Tadi pagi ia tidak sempat sarapan karena terlambat bangun. Bahkan segelas susu ia lewati begitu saja.
"ternyata lo di sini" ucapnya santai meski terselip nada canggung
Alex disana tanpa cemilan atau jajanan yang biasanya anak-anak belanjakan. Hanya terlihat duduk dan menatap lurus kedepan.
Mendengar sapaan gadis itu, ia menoleh dengan wajah datarnya. Menatapnya tanpa jeda dan terlihat gadis itu sedikit gelisah.
"ada yang salah sama ucapan gue barusan?" Zia menggaruk tengkuk
Ini canggung dan yang memulai suasana ini yah dia sendiri. Seandainya ada kantong Doraemon Zia memilih menghilang atau setidaknya karpet ajaib milik Aladdin buat terbang sekarang juga.
"lo mirip sama dia"
kalimat tersebut melenyapkan harapan Zia yang kini kebingungan. Ia memberanikan diri menatap laki-laki itu dan mendapatkan tatapan Alex yang sangat menusuk. Perasaannya mendadak tidak nyaman. Ada perasaan bersalah yang tidak diketahui asalnya kini mulai merebak.
"e-emang gue punya saudara kembar kok. Jelas mirip"
Karena Alex yang hanya diam tanpa menimpali, Zia segera melengos masuk ke kantin. Mengelus dada sembari menghirup napas panjang.
"Apa yang salah? Aneh banget" gumamnya
Menenteng kantong plastik putih yang di penuhi jenis roti dan jajanan ringan, Zia kembali dengan harapan penuh Alex lebih dulu meninggalkan kantin.
Apes. Alex masih stay disana dan parahnya matanya tidak henti mengikuti pergerakan Zia. "l-lo nggak kekelas?" tanyanya gugup
Tidak ada jawaban dan Zia memilih segera meninggalkannya dari pada suasana tidak di inginkan harus terulang.
Selama menuju kelas, Zia sadar ada yang mengikutinya. Tentu saja Alex yang berjalan tepat dibelakangnya dengan gaya khas-nya yang biasa di sebut ciwi-ciwi penggemar 'cowok cool'. Kelihatan juga perbedaan tinggi mereka yang mencolok, Alex dengan tubuh menjulang membuat Zia yang tidak terlalu pendek itu menjadi kelihatan mungil.
Tiba dikelas Zia mengernyit heran karena menyadari kondisi yang berbanding terbalik ketika meninggalkan tempat itu. Tapi tetap mengekori Alex yang berjalan tanpa peduli keadaan sekitar.
"hebat kalian"
Kalimat barusan disusul tepuk tangan. Kemudian langkah kaki yang perlahan mendekat dimana keduanya terhenti.
"bagus sekali kalian berdua pacaran lalu jajan di kantin pada saat jam pelajaran! Sini kalian!" Bu Yasmin guru BK yang terkenal tegas dan lumayan galak berhasil memergoki keduanya.
"ibu jangan marah dulu. jangan salah paham" Zia berkata sembari meneguk saliva dengan susah payah. Kemudian menyembunyikan kresek putih tadi dibelakang badannya. ia melirik sekilas ke arah Alex yang tidak menunjukkan reaksi apapun. Tegak berdiri dengan tangan disaku celana.
Gaada niat gitu buat cari alasan?
"sudah salah masih saja ngeyel" Bu Yasmin memperbaiki kacamata yang melorot di hidung. "cepat kelilingi lapangan 10 putaran! Sekarang juga!"
"tapi-"
Sangat tidak disangka-sangka dan tidak terbayangkan, Alex menarik tangan Zia dari hadapan bu Yasmin. Menuntunnya keluar kelas menuju lapangan sekolah.
Zia terus menatap tangannya yang tengah di genggam Alex, mengikuti tempo lari laki-laki itu yang sengaja berlari dengan pelan. Ini normal? Lari dengan berpegangan tangan?
"maaf" ucapnya mendadak melepas tautan tangan mereka. Alex berhenti, menatap lekat Zia yang menatapnya berani. "gue tau lo udah baik sama gue karena ngasih gue tumpangan kemarin dan untuk itu gue mau ngucapin Terimakasih. Bukan berarti lo harus sok akrab sama gue. Megang tangan gue tanpa izin. Asal lo tau seumur hidup gue gak pernah biarin siapa pun nyentuh gue seperti yang lo lakuin barusan!"
Zia mengambil napas panjang dan mengembuskannya kasar. "rasanya aneh banget" ucapnya menunduk. " gue ngerasain sesuatu yang susah dijelaskan. Rasa bersalah..."
"istirahat saja. biar gue yang lanjutin" Alex menyela. Tangannya terulur menyelipkan anak rambut dibelakang telinga Zia. "kita tidak dekat sekarang tapi nanti"
Setelah kalimat itu Alex kembali berlari mengitari lapangan. Hingga putaran kedua puluh Zia masih bertahan dengan posisinya tanpa melepas pandangannya dari Alex.
Entah kenapa ia merasa jantungnya berdetak cepat. Terus bertambah seiring ia memperhatikan laki-laki yang mulai bermandikan keringat itu. Tangannya kini terulur keatas untuk menenangkan gemuruh di hatinya. Tapi tidak bisa. Ia yakin ada sesuatu yang salah dan itu gara-gara Alex.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEXANDER
Teen Fiction"Ada beberapa hal yang tidak bisa di perbaiki. Waktu yang terbuang sia-sia dan kepercayaan yang telah rusak" ~Lorezia~ *** Cerita murni dari pikiran penulis, jika ada kesamaan nama,tempat dan peristiwa Itu ketidaksengajaan dan bukan hasil copas kar...