Part 24. Pagi yang buruk

32 20 10
                                    

"Shit!" umpatnya keras sembari memukul stir dengan marah

Baru saja laki-laki berambut hitam pekat itu mengalami kecelakaan kecil. Tentu saja penyebabnya karena tangannya yang terkadang terasa kebas sehingga tidak kuat memegang stir mobil yang malah menuntunnya salah jalur. Ditambah lagi kepalanya yang rada pusing akibat marathon alcohol semalam.

Blamm

Tampak seorang perempuan keluar dari mobil berwarna merah yang baru saja ia tabrak dari belakang sehingga mengakibatkan beberapa bagian terlihat penyok. Bahkan plat mobil itu menggantung karena tanggal sebelah.

"keluar, brengsek!" teriak perempuan dengan rambut sepundak diiringi ketokan kasar dipermukaan kaca mobilnya.

Umpatan kembali lolos dari bibir Alex, sedikit kesal ia menurunkan kaca mobil "gue ganti rugi," ucapnya datar dengan emosi yang terselip dari nada bicaranya

Alih-alih meneruskan protes, perempuan yang semula memasang raut wajah garang kini menampilkan ekspresi kaget meski kekesalan belum sepenuhnya hilang.

"ck" decakkan tak percaya terdengar jelas. "gak becus lo bawa mobil! Kayak bocil!" cibirnya bersidekap.

Tingg tinggg tinggggg

Segera mobil hitamnya ia tepikan dipinggir jalan mengingat kendaraan lain yang mengantri dari belakang. Masih pagi ia sudah menjadi penyebab macetnya jalan.

Darsha menumpukan tangan dijendela mobil "habis dikeroyok genderuwo lo?" Darsha terkekeh. "mukak lo persis sapi peliharaan tetangga gue, belang hitam kayak kotoran" ejeknya semakin menjadi.

Alex mengusap rahangnya yang masih menyisakan rasa ngilu "ini ulah perusahaan kurang-ajar orangtuamu" sarkasnya mendelik tajam

Darsha berdecih pelan. Ia mengeluarkan permen karet dari mulutnya lalu mengusap bibir tebal yang diwarnai merah cas. Sedikit lancang, ia membuka pintu mobil lalu mendorong kuat Alex agar berpindah tempat disebelah kemudi.

"keluar!" titahnya tegas

Perempuan dengan pakaian yang sedikit seksi itu tak mengindahkan Alex yang memandangnya tak suka. Dengan santainya ia menjalankan mobil dan mengabaikan Alex yang sewaktu-waktu bisa menjadi monster.

"beruntung kita gak jadi nikah, bisa apes gue seumur hidup sama lo!" tuturnya. "lagian mana masuk akal nikahin remaja belasan tahun karena alasan bisnis, merenggut kesenangan gue saja" ujar Darsha yang menambah kecepatan mobil.

Alex hanya diam mendengarkan. Sedikit lega karena ia berurusan dengan orang yang ia kenal. jika saja bukan gadis disampingnya kini yang bermasalah dengannya, mungkin semua akan jauh lebih rumit.

"gimana jadinya perusahaan bokap lo di Tokyo?" Tanyanya mengganti topic.

Alex yang enggan bicara hanya menerawang lurus kejalanan yang lumayan padat. Ditelinganya kembali terngiang pernyataan yang dilontarkan Daichi semalam. Itu sedikit mengganggu.

"lo jawab gue, Alex! Gue masih waras untuk tidak berbicara sendirian lalu menjawab pertanyaan gue kembali layaknya orang gila" protesnya

"semuanya baik-baik saja" jawabnya enggan karena tak mau omelan tak penting mengganggu pendengarannya.

Watanabe Group adalah perusahaan yang berpusat di Tokyo dibawah kepemimpinan Daichi yang memiliki nama lengkap Watanabe Akihiro. Perusahaan tersebut turun termurun dari sang kakek lalu berpindah dibawah kendali sang ayah dan seterusnya ialah yang menjadi pemilik sah perusahaan dengan aset ratusan triliun dan nilai pasar yang sangat besar yang telah mendunia tersebut dengan menguasai berbagai bidang perindustrian yang meliputi industri perdagangan, keuangan dan perekonomian dan beberapa industri lainnya yang semakin mendongkrak pendapatan.

Biasanya, tiga kali dalam seminggu Daichi bolak-balik Indonesia-jepang untuk meninjau pekerjaan disana. lalu pulang untuk mengurus beberapa cabang perusahaan yang berada di Indonesia. Selama tidak berada disana, ia memercayakan pekerjaan kepada sekretaris andalannya.

"gue bakal nyusul Valerio ke California" ujar Darsha nekat. Tak mendapat ijin dari orangtua malah menantangnya untuk kabur diam-diam.

Alex menoleh "baguslah," ucapnya kemudian

Darsha tersenyum tipis. Ponsel yang ia letak dipangkuannya ia genggam dan menghubungi kontak seseorang. "gue bakal share-loc mobil gue" ucapnya mengakhiri panggilan lalu kembali fokus menyetir.

Begitu tiba digerbang sekolah, Darsha buru-buru turun untuk membantu Alex jalan. Ia harus bersikap sedikit sopan karena ia masih memerlukan mobil laki-laki kulkas sepuluh pintu itu.

"gak perlu" Alex melepas tangan Darsha yang melilit dilengannya. Bukan terkesan menolong, gadis itu malah terlihat ingin menyeretnya.

"gue masih perlu mobil lo karena bikin mobil gue rusak" ujar gadis itu melebih-lebihkan. Meski pun tidak separah yang diduga, bersikap layaknya anak seorang miliuner terkesan lebih elegan dan mahal. Lecet dikit, ganti dengan yang baru. Orang kaya mah bebas.

Alex tidak menggeleng maupun mengangguk, tapi Darsha mengambil kesimpulan jika laki-laki irit bicara itu menyetujui. "oke, gue pergi" ucapnya kembali masuk kemobil.

Beberapa langkah Alex berjalan, Zia muncul dari arah berlawanan. Gadis itu membiarkan rambut indahnya yang lurus sepinggul terbebas sehingga sesekali terkena terpaan angin pagi.

Awalnya ia datang dengan senyuman mengembang tapi perlahan memudar dengan raut wajah cemas. "wajah lo kok kayak habis digebukkin warga, sih?!" Zia mengerutkan kening. "bukannya semalam baik-baik saja?" ujarnya heran karena tidak menyadarinya.

Dengan gaya khas yang selalu memasukkan tangan kesaku celana, Alex berdiri cool tanpa sepatah kata yang ia luncurkan. Tatapannya sedikit intens karena gadis dihadapannya mulai terlihat salah tingkah seraya menggaruk sesekali tengkuk.

"mau gue obatin?" tawar Zia pelan. Jantungnya mulai deg-degan tak karuan. Biasanya ia gadis blak-blakan yang tak mengenal tempat dan situasi, tapi berinteraksi dengan laki-laki satu ini membuatnya menjadi kepribadian yang berbeda. Kayak si cupu ketemu ketua gangster.

"ikut gue ke UKS yah, Al. kayaknya lo kesakitan" ucapnya pelan. "sekaligus gue mau ngasih lo obat penawar mabuk, pasti masih ngerasain sensasi pusing" imbuhnya lagi.

Karena tak kunjung mendapat respons, ia berbalik ingin menuju UKS sendirian lalu membawakan obatnya pada laki-laki itu.

Langkahnya terhenti karena Alex baru saja menggenggam tangannya dengan lembut. Seketika membuatnya kembali menghadap Alex yang menatapnya tajam. Susah payah gadis itu menelan salivanya untuk membasahi tenggorokan yang terasa kering, Tatapan itu seolah maut yang siap menjemputnya.

"gak perlu repot khawatir tentang gue" Alex berucap tegas. Genggamannya semakin mengerat sembari meremas tangan mungil yang bergetar pelan "ada saatnya gue butuh bantuan gadis bodoh sepertimu, tapi sekarang gue lagi gak membutuhkan bantuan murahan itu" ucapnya menohok.

Deg

Denyutan nyeri kembali bertamu dicelah hatinya yang rapuh. Sedikit susah payah, senyuman tipis tetap berhasil ia tampilkan ditengah kekecewaan yang mulai berdatangan.

"oh" Zia bergumam lirih sembari meremas kuat rok-nya. "kalau begitu gue tunggu dikelas, nanti obatnya gue berikan disana saja" pungkasnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Segera ia memalingkan wajah yang tampak menyedihkan itu. Tanpa menunggu lebih lama lagi, kakinya bergerak meninggalkan Alex yang masih terpaku pada posisinya.

Tidak! ia tidak akan menangis. Sejak kapan ia jadi cengeng? Ayolah, gak perlu lebay dengan menjatuhkan airmata hanya karena kalimat tidak berguna barusan. Bahkan ucapan yang jauh lebih menyakitkan seperti tadi biasanya membuatnya marah bukan malah memurungkan wajah kayak bayi baru lahir lalu sesegukkan karena sebuah tangisan. ia gadis kuat!

***
Maaf up-nya sedikit lama
akan saya usahain update lebih cepat biar ceritanya segera selesai.

ALEXANDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang