SINGULARITY : Kilas Balik

174 27 14
                                    

Stefan POV

Aku menatap Maxime yang sedang sibuk berkutat dengan beberapa tali yang ia kaitkan ke masing-masing tempat tidurku.

Yakin dan percayalah, tali itu sebentar lagi akan mengikat kaki dan tangan ku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk melawan Maxime. Lalu beberapa perawat pria berbadan kekar mulai masuk.

Sesuai instruksi Maxime, sebagian dari mereka menahan tubuhku dan sebagiannya lagi berusaha mengikat kaki dan tanganku.

"LEPASKAN AKU!!! INI NAMANYA MELANGGAR HAK ASASI MANUSIA!! AKU INI MANUSIA BUKAN BINATANG!! HEI PRAJURIT LAVERNA, APA KALIAN TIDAK MENDENGAR KU!! LIHAT SAJA AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN SEMUA TERMASUK LAVERNA YANG MEMERINTAHKAN KALIAN!!! HEY CEPAT LEPASKAN IKATAN INI ATAU——" tiba-tiba suara ku tercekat, pandangan ku memudar. Aku menoleh ke bawah sana dan di sana sudah ada jarum suntik yang tertancap pada tubuh ku. Sebelum kesadaran ku benar-benar hilang, aku mendengar perkataan salah satu di antara mereka.

"Maaf, tapi ini adalah tugas kami. Karena kau nyaris menghilangkan ketiga nyawa termasuk nyawa mu sendiri"

000

Ketika membuka mata, aku telah berada di tempat yang amat asing.

Ku edarkan seluruh pandangan ku ke setiap sudut ruangan, mencoba mengingat-ingat barang kali aku mengetahui sedang dimana aku berada.

Namun nihil. Sekali lagi tempat ini benar-benar asing.

Banyak tumpukan sampah berserakan, bau anyir dan busuknya bau sampah berbaur menyapa indera penciumanku.

Anehnya, aku sama sekali tak merasa terganggu dengan aroma tak sedap yang sedang menguar.

Mengabaikan aroma itu, aku mulai melangkah menyusuri setiap jengkal lorong di ruangan ini.

Ku lihat di ujung sana ada sebuah cahaya menyilau kan ——apakah itu adalah dunia luar?

Kaki ku semakin cepat berpacu, melangkah ke arah cahaya, lalu ketika menggapai cahaya itu, aku terkejut bukan main.

"Lautan merah" ——dan itu bukanlah arti yang sesungguhnya. Lautan merah yang ku maksud disini adalah DARAH.

Tubuhku mulai bergetar hebat ——yang akupun tak tahu mengapa tubuhku bisa bereaksi seperti ini?

Beberapa detik kemudian, kaki ku melangkah dengan sendirinya. Menyusuri lautan merah itu.

Ini sangat aneh. Aku seperti tak memiliki kendali atas tubuhku.

Suara percikan cairan merah itu terdengar jelas, dan aku adalah penyebab suara itu tercipta.

Kaki ku tenggelam di dalam cairan merah, tetapi keanehan lagi-lagi terjadi, aku tidak merasakan apa-apa saat kaki ku tenggelam.

Aku memberanikan diri, menatap kebawah, entah sudah berapa kali aku terkejut dalam waktu singkat.

Di bawah sana aku mendapati kedua telapak kaki ku terbungkus dengan sepatu, tatapan ku beralih naik ke atas dan aku menyadari bahwa aku sedang mengenakan seragam lengkap layaknya seorang tentara.

Tubuhku kembali berulah di luar kendali, yang tadinya kaki, kali ini adalah tangan.

Jemari-jemari ku merogoh sesuatu  yang sedang tergantung di sisi pinggang kiri, ke lima jemari ku memeluk erat sebuah benda yang beratnya nyaris mencapai dua kilo dan benda itu adalah sebuah senjata laras pendek.

Sungguh, aku benar-benar tidak tahu di mana dan apa sebenarnya yang terjadi pada ku?

Mengapa aku memakai seragam tentara? Mengapa aku memiliki pistol?

Kepala ku berdenyut, mata ku berkunang-kunang. Aku jatuh terhempas, tenggelam di dalam lautan darah.

Sekuat tenaga aku berusaha untuk bangkit dari sana, akan tetapi lautan darah itu semakin menelan ku.

Nafasku mulai tercekat, aku meronta, berusaha mencari pertolongan. Ketika nyawa ku telah di ambang batas, tangan seseorang menarikku.

Ku pikir nyawaku terselamatkan.

"Hai, Kap! Ingin kabur dari kami? Tidak semudah itu, kau telah mengetahui segalanya, nyawa mu tak pantas di ampuni."

Bang.. bang... bang...

Tiga butir puluru bersarang di dada, perut dan leher ku. Aku kembali terhempas mengenaskan. Tangan ku terangkat ke udara, mengepal udara sekuat tenaga ——dan aku pun tidak mengerti apa dengan apa yang sedang ku lakukan.

Air mata keluar membanjiri pipi ku tatkala rasa sakit mulai menjalar.

Pandangan ku mulai kabur, aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa pelaku yang menembak ku.

"Apa kau gila? Kenapa kau harus membunuhnya, dia tidak bersalah."

Ada apa ini? Apa yang  sedang terjadi disini?

Mengapa ada suara wanita?

"Booth, kau tahu kelemahan mu? Kelemahan mu adalah kau memiliki empati. Sudahlah, sebentar lagi kau juga akan sama seperti diri-NYA."

"HEI APA MAKS——"

BANG... BANG... BANG...

Lagi-lagi suara itu terdengar. Aku berharap itu adalah suara lagu milik Jessie J dan kawan-kawan. Namun harapanku sia-sia. Jelas, itu adalah suara letusan pistol.

Apakah wanita itu akan menyusul ku?










SINGULARITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang