SINGULARITY : A Fact About Us

93 17 10
                                    

Andania POV

Seperti hari yang sudah-sudah, kami berkumpul bersama layaknya para manusia yang sedang melakukan reuni dan kamar ku adalah tempat perkumpulan kami kali ini.

Michael sudah datang bersama dengan babysitter yang bertugas merawat dirinya —Vino. Ku lihat bocah menggemaskan itu sedang mendalami perannya —memainkan boneka barbie.

Sedangkan Maxime, babysitter ku ini hanya duduk menyaksikan kami —yang mungkin membuatnya mulai bosan. Terbukti dari uapan kantuk yang sedari tadi keluar dari mulutnya.

Aku mengedarkan pandangan ku ke ruangan yang tak seberapa besar —ini. Mencari sosok edan lainnya yang tak tampak batang hidungnya.

Meladeni rasa penasaran ku, aku pun mulai bertanya. "Mas Ncime, bang Tipen dimana ya? Mengapa tidak ikut bergabung?"

Maxime yang nyaris memejamkan matanya, segera terbangun. Dia menatap ku lalu menggeleng pelan. "Entahlah, aku juga tidak melihatnya sedari tadi, apa Anda kangen pada bang Tipen?"

Strike, mantul Mas Ncime. Kau memang selalu paham dengan apa yang ku pikirkan.

Dengan mengedipkan mata ku berulang kali, aku mengangguk, lalu menempel pada tubuhnya. "Kangen sekali, Anda boleh tidak main ke kamar bang Tipen?" Tanya ku dengan nada manja.

Maxime yang melihat tingkah manjaku, kini tertawa gemas, jemarinya terangkat menggusak rambut ku. "Baiklah, lalu kalau kita ke tempat bang Tipen, bagaimana dengan Michael dan Vino?"

Oh iya, kenapa aku bisa melupakan dua manusia berbatang itu?

"Kita ajak saja mereka."

000

Dengan kekuatan super masing-masing, kami tiba didepan kamar Stefan, namun pemandangan aneh mulai menyapa indera pengelihatan kami.

Disamping Stefan, Yuki —dokter sekaligus petugas yang menjadi pawang Stefan kini sedang menangis tersedu-sedu.

Disana ada beberapa perawat medis yang sedang membenarkan posisi Stefan.

Aku yakin seyakin-yakinnya, mataku tidak pernah sebulat ini ketika ku dapati orang yang ku rindukan sedang terbaring lemas —layaknya mayat.

Dada ku bergemuruh, tanpa banyak basa-basi aku segera menuju kesana. "GRINDERWALD, APA YANG KAU LAKUKAN PADA BANG TIPEN KU, HAH?" Aku memekik layaknya manusia yang tidak memiliki tata krama. Seluruh orang yang ada diruangan ini terkejut mendengar pekikan ku —aku sih masa bodoh! Aku adalah ratu disini dan mereka hanyalah ngontrak.

Rakyat jelata seperti mereka tidak diperkenankan untuk mengajukan protes pada ku, karena selain berkedudukan sebagai ratu, ada pengawal setia ku yang siap bertindak jika mereka macam-macam pada ku.

Oke, cukup dengan delusi ku. Mari kita kembali ke pokok permasalahan.

Yuki menatap ku dengan matanya yang mulai bengkak, tangannya masih setia menggenggam tangan Stefan yang kini telah ditempeli jarum infus. Aku meringis melihat keadaan wanita itu.

"Anda, maafkan aku. Ini semua salah ku sampai Stefan harus terbaring disini."

Aku berdecak pelan sebelum akhirnya kembali berakting galak. "JADI, KAU MASIH TAU DIRI BAHWA KAU YANG MENCELAKAINYA, HAH? APA YANG TELAH KAU PERBUAT HINGGA MEMBUAT BANG TIPEN SEPERTI INI, LAVERNA JAHAT?"

SINGULARITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang