🥺 DUA PULUH EMPAT 🥺

1.2K 59 3
                                    

Infonee maszehh...!!!
Okey info sebentar ya guys.

Ada beberapa informasi yang aku sampaikan disini.

Sebenarnya cerita ini tadinya akan ber-eps panjang. Mungkin sampai 60 atau bahkan lebih. Tapi akhirnya aku putusin buat ini jadi dua season. Season 1 akan berhenti di sekitar eps- 45 an.

Sedangkan nanti season 2 akan berganti alur ceritanya. Mungkin bisa berhubungan.

Kemungkinan akan jadi seperti series.

"Kenapa kok gak sekalian aja?"

Emm pengen aja, biar gak panjang-panjang juga. Toh minat baca nya sedikit wkwk.

Untuk season 2 nanti entah mau ku publish di lapak ini atau lapak yang baru, masih belum kepikiran.

Update di lapak ini sekalian juga aku nulis season 2. Kalau kalian suka sama cerita ini Alhamdulillah. Kalao enggak ya sudah. Nanti ku terbitkan sendiri dan ku koleksi sendiri hahahaha.

Lumayan kan nambahi perpus kecilku. Udah gitu aja...bye bye..

Langkah kakiku masih terkantuk di depan pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah kakiku masih terkantuk di depan pintu. Aku yakin dia ada di dalam kamar.

Aku tidak yakin untuk masuk ke dalam. Aku takut, asing sekali dengan sifatnya yang kali ini.

Meskipun dari awal bertemu dengannya juga sudah asing tapi entah mengapa aku merasa setelah menikah sikapnya semakin dingin dan aneh. Dengan mencoba meyakinkan hati bahwa tak akan terjadi apa-apa.

“Allah…huh, Bismillah mengharap ridhomu aku mencintai suamiku mulai detik ini. Permudahlah. Aamiin.”

Aku mengangguk memastikan hatiku sudah cukup tenang. Aku masuk dengan mengetuk perlahan.

Membuka pintu dengan pekan dan tanpa bunyi. Ku lihat ia tengah terlelap di kasur dengan tangannya sebuah kitab. Entah kitab apa itu aku tidak tahu.

Dia tertidur dengan damai. Mulutnya yang kadang menurutku jahat itu tentram tanpa ada sikap dingin saat ia terbuka.

Aku melangkah mendekat, ingin mengambil kitabnya. Inisiatif saja agar nyaman ia tertidur.

Langkahku memindik layaknya seorang anak yang tidak ingin ketahuan oleh ibunya karena pulang bermain dengan keadaan kotor.

Aku berdoa agar tidurnya tidak terganggu.
Langkahku semakin mendekat. Dan kitab yang di tangan lemasnya akan ku gapai.

Namun terlambat baru ingin mengambil kitabnya saja ia sudah bangun. Matanya melotot marah seketika. Aku beringsut mundur.

“Lancang.” Aku tertohok. Lagi-lagi ia mengatakan itu.

“Ma-af Gus, bukan …hanya…” kataku terpotong.

GUS BIRU SEASON 1 [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang