5. Tragedi Pertama di Kota

146 24 4
                                    

Selamat membaca dan semoga suka. ❤

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen.

🦋

Angin berembus di balik jendela mobil, menerpa wajah cantik dan bersinar milik Zira. Matanya begitu kagum menyisir kota yang tidak pernah Zira kunjungi sebelumnya. Sekedar tahu dari kabar televisi atau teman-temannya di sekolah saat mereka liburan.

Jalanan panjang tidak terlalu lengang. Mobil dan motor berdesakan memenuhi jalan. Kata Tante Safrina, biasanya macet disebabkan karena pada saat ini adalah waktunya jam pulang kerja. Karena itu harus sabar ketika bepergian di waktu matahari sudah gelap, tetapi jingga di kaki langit masih terlihat.

Pendar cahaya di mata Zira terpana melihat gedung-gedung pencakar langit. Bangunan tinggi yang dilapisi kaca, begitu indah ketika perlahan suara azan maghrib berkumandang. Mengiringi cahaya malam menutup sore hari dengan sempurna.

Masyaallah, nikmat Tuhan mana yang kau dustakan. Zira benar-benar menyukai kota ini. Jika saja Zira masih sekolah, pasti Zira akan sangat senang dan berapi-api menceritakan suasana kota ini kepada teman-temanya. Sama, seperti yang sering mereka lakukan dulu. Sampai Zira merasa iri ingin liburan juga.

"Tante, aku menyesal kenapa tidak dari dulu berkunjung ke rumah Tante. Kalau ternyata suasana kota sangat indah," ujar Zira, menoleh sebentar pada Safrina sebelum kembali melihat ke luar jendela.

"Menurut kamu di sini indah?"

"Iya, biasanya di desa kalau naik angkutan umum. Di samping kanan kiri adanya kebon. Tapi ini keren, gedung-gedungnya tinggi Tante." Gadis enam belas tahun itu begitu antusias. Tidak peduli jika mungkin dia dianggap kampungan.

Karena bagi seorang Zira, yang selama ini menghabiskan hidupnya dengan pemandangan desa yang hijau dan asri. Maka disuguhi atmosfir pesona yang berbeda ini, sungguh sangat menakjubkan.

Safrina terkekeh. Ada-ada saja tingkah lugu keponakannya. Melihat salah satu gedung yang selalu ramai di pertelevisian atas pencapaian bisnis mereka. Memunculkan sebuah ide di kepala Safrina. Ah, siapa tahu di kawasan ini ia bertemu dengan salah satu keluarga suami Kaira. Dan mereka bisa segera bertemu dengan Zira.

Meski Safrina harap-harap cemas, andai mereka tidak mengingat gadis lugu ini.

"Tante kenapa kita berhenti di sini?" Zira mengalihkan perhatian pada Safrina. Sadar, mobil Safrina melipir ke parkiran super market. Berada tepat di seberang gedung tinggi bernama AD Group.

"Tante lupa belum belanja, Ra. Pasti stok bahan-bahan di rumah kosong banget." Safrina melepas sealtbeat dengan buru-buru. "Kita belanja dulu, ya. Biar pas pulang, kita langsung masak dan kamu nggak kelaparan. Oke?"

"Njeh, Tante."

"Eh, tapi sebentar. Kamu mau salat maghrib dulu?" tanya Safrina sebelum turun.

"Um, Zira lagi datang bulan Tante, jadi nggak."

"Gitu, sama dong Tante juga. Hihi."

Seusai Safrina melepas selatbealt yang Zira pakai. Keduanya lantas turun. Memasuki supermarket yang cukup ramai. Lagi-lagi Zira berdecak kagum. Tempatnya sangat bersih, rak-rak penyimpan segala yang dibutuhkan masyarakat tersusun rapi berjejer. Ia terus mengikuti tantenya tanpa berani jauh-jauh.

"Tante, biar Zira saja yang bawa trolinya. Tante belanja saja." Zira mengambil alih pegangan troli di tangan Safrina.

"Berat, Ra."

"Gak apa-apa, Tante. Zira bantu."

Safrina tersenyum. Diusapnya kepala gadis berhijab itu. Dadanya berdesir sedih, mengingat Zira tidak mempunyai siapapun selain dirinya. Itu kenapa Safrina ingin segera menemukan keluarga Zira, supaya ada yang menjaga gadis manis ini dengan baik.

Azeera & Brother's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang