21. Siuman

130 19 8
                                    

Selamat membaca.😊

.

"Arion?"

Yang dipanggil menghentikan langkah, air mukanya langsung berubah ketika yang memanggil ternyata guru BP sekolah. Sampai-sampai Arion memutar ingatannya, tentang apakah sebelumnya ia membuat masalah berat  sampai harus dihampiri guru BP langsung? Tanpa melalui pengumuman yang seringkali terdengar ketika ada murid-murid yang membuat pelanggaran lalu diketahui oleh seluruh penghuni sekolah.

"I-iya, Bu?" Arion segera menyalami guru BP tercantik itu. Sungguh maafkan Arion jika saat ini cukup terpesona dengan penampilannya yang anggun.

"Arion, udah dua hari ini Sabiru gak masuk sekolah. Ada apa, ya?" tanya Raula, langsung pada intinya. "Kamu tahu gak?"

Saat itu, Arion baru teringat. Guru tercantik ini sudah punya pawang yang tidak kalah rupawan. Lelaki itu adalah kakak sepupu Sabiru, Arion tahu sebab Sabiru sendiri yang memberitahunya. Bisa jadi sebagai calon anggota keluarga terpandang itu, mungkin Bu Raula khawatir dengan Sabiru. Tapi untuk apa manusia macam Sabiru dicemasi? Gak ada untungnya.

Begitu pikir Arion.

"Oh, mungkin karena adiknya kecelakaan, Bu. Setahu saya masih di rumah sakit makanya gak masuk sekolah. Ini juga surat izinnya baru mau saya anterin ke ruang guru," jawab Arion, agak heran ketika calon menantu keluarga terpandang itu justru tidak tahu perihal ini.

"Oh begitu, ya?" Apalagi ketika Bu Raula justru mengernyitkan kening tampak bingung. "Tapi, adiknya yang mana? Bukannya Sabiru itu bungsu?"

Baru saat itu Raula menyadari sesuatu. Tiba-tiba saja suasana menjadi canggung. Arion juga tampak merasa tidak enak, dilihat dari gesturnya dan bagaimana ia meringis. "Um, Bu. Saya mau anterin surat izinnya Biru. Kebetulan sebentar lagi jam pelajaran masuk."

"Ah." Raula mengerjap, berusaha tak memperlihatkan rasa sedihnya ketika tak mengetahui apapun tentang keluarga itu. "Ya, sudah. Terima kasih, Arion."

Lalu pergi dengan dada penuh sesak. Semalaman Raula sulit menghubungi Hazza. Pemuda itu juga sama sekali tak mau mengangkat telepon darinya. Setidak sudi itukah Hazza sampai-sampai mengabaikannya? Padahal Raula hanya ingin tahu kabarnya, tapi ketika ingin menanyakannya pada Sabiru. Anak itu juga tidak ditemukan batang hidungnya di sekolah.

"Tapi siapa adik Sabiru yang kecelakaan itu?" gumam Raula di sela-sela langkahnya menuju parkiran.

"Apa aku sudah melewatkan sesuatu?"

Namun, tiba-tiba pergerakannya terhenti saat hendak membuka pintu mobil. Ketika ia mulai menerka-nerka, jangan-jangan mereka sudah melupakannya karena Kakek Arya sudah tiada? Seseorang yang mempertemukannya dengan keluarga Adinaja atas dasar ikatan calon menantu.

***

Salsabilla mengusap-usap punggung Rafanza. Pemuda itu baru saja selesai melaksanakan salat zuhur bersama ke-empat adiknya. Berjemaah di mushola. Situasi yang bahkan mungkin tak akan pernah terjadi meski hanya melalui imajinasi.

Namun, sekarang kebersamaan itu nyata. Seakan-akan adanya musibah ini, adalah jalan untuk memperbaiki ikatan mereka dan saling menguatkan satu sama lain. Betapa baiknya Tuhan memberikan hikmah di balik peristiwa ini bukan?

Lampu indikator ruang operasi pun masih menyala, tertanda tindakan bedah sedang berlangsung. Tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain pasrah, berdoa dan menanti.

Meski menunggu adalah pekerjaan yang membosankan, apalagi menanti yang disayang sedang menjalani tindakan bedah. Maka tidak ada yang dirasaa saat ini oleh keluarga itu kecuali takut, was-was, deg-deg an sampai mulas. Bahkan donat kesukaan Sabiru di tangannya pun rasa-rasanya sangat hambar.

Azeera & Brother's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang