Sebuah kode muncul pada benda persegi hitam di tangan kiri. Menampilkan sebuah peta dengan angka koordinat. Lantas, gambar burung merpati abu-abu tua terbang membawa kertas bergerak mengepak. Hanz memindahkan fokusnya, menoleh, telunjuk kanannya menyentuh pesan tersebut.
“Mianhae-yo!” ucap suara burung beo.
Hanz paham. Dia menggeser pesan itu ke atas, membuka laman GPS untuk mengetahui keberadaan Grace. Arah mobil yang ditumpangi perempuan itu berbalik, menuju titik di mana kendaraan roda empat yang dinaiki Hanz berada. Dia menunggu sekejap untuk mengikutinya dari dekat.
Posisi Hanz yang duduk di kemudi, menanti taksi yang berada di jalur kanan. Sesekali dia melirik laju GPS di tangan, ketika jaraknya telah mendekat dia bersiap. Laki-laki itu mengeratkan giginya lalu mulai melaju sedang, berada tepat di belakang Grace.
Taksi putih berpelat hitam itu berhenti di depan gerbang kantor polisi. Hanz memiringkan kepala. Pikirannya melanglang buana akan secarik foto yang dirinya tinggalkan. Mungkin tertinggal sidik jarinya. Hanz ragu apa dia harus melangkah maju atau membiarkan sindikat bosnya terungkap. Kode itu akan sulit dipecahkan oleh polisi-polisi biasa. Tentu saja, Hanz tahu itu. Namun, kantor kepolisian pusat Seoul memiliki—
Hanz refleks membuka pintu mobil ketika Grace terhuyung kemudian terjatuh tepat setelah keluar dari mobil. Dia berlari mendekati tubuh tinggi kurus itu, menahan punggung yang telah menyentuh tanah separuhnya. Mata perempuan itu memerah sambil menatap Hanz.
“Nona,” panggil Hanz sambil menggoyang tubuh itu.
Si sopir yang terkesan rapi itu turun dari mobil. Pakaian jas itu tidak seharusnya dipakai seorang sopir taksi sebuah perusahaan saat mereka memiliki seragam resmi. Yijin Taxi, tulisan yang berada di samping kanan pada pelat hitam.
“Beruntung kau datang, Tuan!” sapa laki-laki itu sambil menunduk.
“Ah, kau–“
“Perempuan ini—
“Aku tahu!” potong Hanz cepat, “tolong tinggalkan kami karena dia adalah milikku! Aku yang akan menyelesaikannya!”
Hanz yakin kalau Grace tidak akan mendengar percakapan tersebut. Tubuh panas gadis itu menjalari kedua tangan yang menopang. Membuat laki-laki yang membawanya ke dalam mobil cokelat itu merasa iba. Sebelum menutup pintu mobil, tangan perempuan itu bergetar sambil meremas sebuah kertas. Hanz mengambilnya, tetapi itu bukan benda yang dia cari, melainkan.
Kaki-kaki yang saling berkejaran di salju putih dengan penuh ranting tanpa alas. Kalimat itu terkata hanya dalam benaknya. Cairan merah keluar dari tumit dan jempol kakinya.
Hanz tiba-tiba terserang mual. Menutup pintu itu dengan keras dan meninggalkan kendaraan roda empat itu sejenak.
∆
Grace menemukan dirinya di bawah lampu panjang yang terang dengan jalinan selang yang menusuk pada tangan kanannya yang mulus. Dia mengedipkan mata berkali-kali untuk menyesuaikan intensitas cahaya tersebut dan memeriksa keadaan sekitar. Di samping kanan gorden terbuka memperlihatkan dua orang yang tersenyum cerah sedang berdiri di samping laki-laki yang terbaring dengan tangan di gips. Samping kirinya, gorden tertutup.
Perempuan itu memutuskan untuk mengistirahatkan kepalanya dengan berbalik ke samping kiri. Namun, baru sekejap matanya terpejam kembali, tirai putih bersih itu terbuka lebar. Membuatnya terkejut. Perempuan yang pernah ditemuinya sekali dan hendak ditemui lagi hari ini ada di hadapannya dengan ekspresi datar. Tanpa senyum.
Apa aku sampai di kantor polisi? Atau mereka yang menemukanku di luar kantor polisi?
“Sudah sadar, Nona Liu?” tanya polwan itu bersikap sarkasme. Sudah tahu Grace membuka matanya lebar, masih saja ditanya.
Gracia hanya bisa tersenyum kaku. Entah kenapa rasanya nyaman berada di ranjang rumah sakit yang memuat satu tubuhnya dari pada kasur king size yang ditempatinya di hotel mewah. Dia tidak mengindahkan pertanyaan itu dan memilih menatap langit-langit. Aroma obat-obatan pun dinikmatinya.
“Apa kita bisa bicara sekarang? Atau menunggu manajer Anda yang sedang mabuk daratan?”
Pertanyaan itu membuat Grace tercengang. Dia sangat mengenal Allen yang tidak pernah mabuk perjalanan. Mau itu laut, udara, apa lagi darat. Sejauh apa pun wilayah yang ditempuh dengan menggunakan kendaraan apa pun. Jadi, siapa yang wanita ini maksud? Hanz? Grace terkekeh dalam hati, dia menertawakan hal itu. Fisik sebesar itu, tidak mungkin selemah itu, kan?
Akan tetapi, kenyataan memang membenarkan fakta yang sedang ditertawakan. Wajah pucat Hanz tampak bingung karena tatapan dari dua wanita yang tengah mengobrol itu. Laki-laki itu mengambil kursi yang tidak digunakan untuk duduk di dekat ranjang Grace.
“Kau mabuk darat, Tuan?” sarkas Grace, “hahaha.”
Hanz hanya diam. Polisi wanita itu memperhatikan keduanya dengan saksama, tetapi kalimat yang tidak seharusnya dilontarkan akan membuat kasusnya lebih membingungkan.
“Ups, mian,” ujar Grace langsung menghentikan tawanya.
“Kalian tidak berhubungan darah, kan?” tanya Ji-Eun.
Keduanya saling menatap. Grace mengalihkan pandangan terlebih dahulu lantas menggeleng untuk menjawab pertanyaan tersebut. Polisi wanita yang memperkenalkan diri sebagai pemimpin tim dari kasus terbunuhnya Sabrina Zhao, pemimpin tim satu dari Unit Kejahatan Khusus, Hong Ji-Eun. Dia juga membawa beberapa foto dan bukti yang ada di lokasi kejadian, tetapi tidak bisa mendapatkan kamera dashboard dari mobil yang menganggur di lokasi kejadian.
“Pengawal dan manajernya?” tanya Hanz.
Hah? Dari mana dia tahu kalau Sabrina—
Ok, itu memang sangat mungkin terjadi karena Sabrina adalah aktris, batin Grace, tetapi laki-laki ini terlalu banyak memahami yang seharusnya tidak dia pahami. Apa aku yang terlalu bodoh atau terlalu bodo amat?
“Manajernya tidak tahu ke mana Nona Zhao pergi setelah syuting. Namun, pengawalnya yang menjadi saksi kejadian tersebut. Lokasi kejadian itu hanya lima belas menit dari tempat menginap Nona Liu!”
“Jadi, pengawal itu yang memberitahu pertengkaran di bandara!” sela Grace.
“Tentu bukan, Nona. Sang manajer!” balas Ji-Eun.
Grace mencari ponsel yang memiliki pesan suara dari Sabrina dan menyerahkannya pada Ji-Eun untuk diselidiki.
“Tidak banyak yang tahu, tetapi kami tumbuh bersama. Jadi ....” Kalimat Grace menggantung. Menyalahkan dirinya sendiri dan segalanya.
“Tolong selidiki lebih lanjut tentang dia!” tegas Grace, lalu dia mengambil barang lain di dalam tasnya dan hendak memberikan foto itu pada Ji-Eun.
“Dan ini—“
Tangan Grace dicekal Hanz. Membuat kedua wanita itu menatapnya bingung. Hanz menggeleng pada Grace, tetapi perempuan itu tidak mempercayainya sama sekali. Baginya, Hanz bukan malaikat baik yang hanya lewat. Dia seperti penguntit artis yang ... menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Their Autumn
Mystery / ThrillerNiat Gracia melarikan diri ke Korea Selatan menjadi malapetaka. Bukan dedaunan maple yang kemerahan, tetapi seprai penuh darah yang pertama kali memanjakan matanya. Gracia berakhir di kantor polisi dengan status sebagai saksi. Hal tragisnya, Allen...