Tajuk 7: Menyusun Rencana

12 5 0
                                    

Desah napas panjang seseorang yang mematikan sambungan, membuat bulu-bulu di tangan Grace berdiri. Tidak menyangka bahwa polisi yang menjaganya sejak tadi akan mengambil benda pipih miliknya dan mengancam Hanz. Beruntungnya, semua percakapan terekam dalam benak Grace, sehingga dia tahu siapa 'malaikat baik' itu sebenarnya. Mungkin, kini status 'baik' tidak pantas untuk disandangkan pada laki-laki itu.

Hanz bajingan! Hati Grace menggerutu. Laki-laki itu telah mengambil sebuah kepercayaan yang tidak diberikan kepada siapa pun.

Sebelum lampu menyala, Grace merangkak keluar dari bawah ranjang sambil terus memperhatikan gerak dan jarak pandang laki-laki yang berdiri membelakanginya. Pakaian rumah sakit yang baru dikenakan sore tadi sesuai saran Ji-Eun memberinya keberuntungan yang lain.

Saat tubuh Grace menempeli tembok di luar, polisi itu berbalik seraya menyentuh telinga kanannya. Pandangan perempuan itu menjelajah ke langit-langit koridor, dia terus menempeli tembok untuk menghindari kamera pengintai yang mungkin sudah disabotase. Grace menggeleng, terlalu dramatis bukan?

"Sial! Dia pergi dari ranjangnya sebelum aku sampai di sini. Padahal aku yakin, dia tidak menyimpan curiga pada polisi!"

Sayangnya tidak seperti itu, Tuan, batin Grace.

Grace meniup poni yang membuat pedih mata kirinya. Perempuan yang menggenakan baju bahan katun biru pucat itu berjalan menyusuri koridor dengan meraba tiang yang sengaja dipasang setinggi pinggang orang dewasa. Kakinya berhenti setiap tiga langkah, kedua mata fokus pada tanda dan papan nama.

Sialnya, tidak lebih dari tiga menit lampu itu sudah menyala terang dan Grace mengambil jalan sepi pengunjung dengan jarak cctv yang cukup dekat. Aku mati, pekiknya. Dia langsung berlari tanpa memedulikan apa pun lagi. Walau Grace yakin tidak ada langkah lain yang mengejarnya, dia hanya bisa berlari sampai benar-benar menemukan tempat atau seseorang yang dapat melindunginya. Seperti dahulu.

Grace dan Sabrina merupakan anak yang diadopsi oleh keluarga berkewarganegaraan Jerman-China. Keduanya berada di Jerman sampai usia sekolah menengah pertama lalu pindah ke China. Menuntaskan pendidikannya sampai perguruan tinggi dan mengambil kursus akting.

Ck. Grace membawa kenangan itu sambil berlari berpuluh-puluh meter. Segan untuk menoleh ke belakang. Enggan untuk berhenti. Banyak muda-mudi yang mengenakan pakaian tipis saling bergandengan lantas berbagi kasih. Temperatur hangat musim ini seharusnya membuai dan memanjakan Grace sesuai daftar tilik-nya.

Akhirnya ... Grace terjatuh.

"Yak! Apa kau tak punya mata!" teriak seseorang yang tidak sengaja dibuat terjungkal.

Grace menunduk sebagai permintaan maaf. Dia bangkit, tetapi kaki kanan tidak kuat menopang. Aku ambruk di depan banyak orang, beragam macam ekspresi dan persepsi. Dia mencoba bangkit kembali, meski kedua tangan kurus itu ikut melemah.

Tangan seseorang merangkul pundak Grace dan menutupi dirinya dari tatapan orang-orang. Mau tidak mau Grace mendongak untuk melihat siapa yang berhasil menyelamatkannya dari kondisi hampir menyerah.

"Hanz," ucapnya.

"Syukurlah ...," gumam laki-laki sambil mengelus pundak dan puncak kepala Grace.

Tempat tinggal Hanz, tidak lagi aman. Laki-laki yang rutin merawat wajah itu, terbukti dari tidak adanya jambang atau buku-buku yang menghiasi bagian atas bibir dan dagunya, memperhatikan dengan saksama perempuan yang ada di hadapannya. Gerakan dua tangan yang ekstra cepat menghabiskan setengah mangkuk ramyeon dengan asap yang setia mengepul.

"Apa yang kau lakukan, Artis Figuran?" sarkas Hanz, "makanlah dengan perlahan!"

Grace melotot tidak berniat menjawab. Kalau bukan karena pertolongannya lagi, dia akan mengumpat lantas melaporkannya pada kepolisian. Bahkan, NCI.

Hanz menaikkan sebelah alis karena tidak mendapat jawaban. Memang tidak perlu, tetapi perempuan itu menjadi lebih beringas dan hendak melukai mulutnya dengan kuah mi itu. Tangan kanan Hanz berhasil menghentikan aksi tersebut lalu memekik, "Kau gila, Grace!"

"Tentu!" bentak perempuan itu sembari berdiri dan menjatuhkan mangkuk itu sampai kuahnya tercecer.

Ia, Hanz mengiakan. Siapa yang tidak berubah gila dengan kejadian beruntun yang menimpanya. Meski tidak terlalu bersedih tentang kematian saudara angkat sekaligus pesaing, perempuan itu tentu kecewa dan merana. Kini, ada orang-orang yang tiba-tiba mengincarnya tanpa alasan yang jelas.

Bibir Grace bergetar, kedua mata berkaca-kaca. "Kau tahu apa yang sudah aku alami? Semua kejadian dari tiga hari lalu, bahkan hari ini ... kau tahu segalanya!"

Grace menekan emisi itu dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Tentang karirku di China, meski tidak seberapa. Tentang kematian saudariku yang mengenaskan dengan embel-embel surat kematian, pesan suara, sampai ponsel yang masih aktif sampai sekarang. Polisi penjaga yang tiba-tiba menjadi kaki tangan yang menjadikanku target. Sampai—"

Hanz mendengarkan semuanya di saat dia ikut andil pada hari-hari yang dilalui Grace. Dia melihat perempuan itu menangis.

Grace menangis, tetapi mulutnya tertawa hampa. "Sampai malaikat yang hanya lewat, ternyata menjadikanku sebagai target!"

Keduanya beradu pandang. Mata Grace yang berair pun memerah dan tatapan kosong Hanz yang memberikan ruang hampa. Mereka sama-sama membuang muka, mengalihkan penglihatan atau rasa tidak nyaman pada benda lain di sekitar.

Grace duduk kembali untuk menenangkan diri. Rentetan kalimat itu membuat manusia yang sedang berlalu-lalang berhenti dan menoleh ke arah mereka.

Sebagai pria, Hanz tidak ingin menjadi pusat perhatian dengan Grace sebagai pemeran utamanya. Pasalnya, dia tahu, jika berita kematian Sabrina sedang menjadi trending nomor satu pada sebuah platform daring dan topik hangat. Kecaman yang akan diterima perempuan di depannya, mungkin, akan lebih menyedihkan.

"Ayo!" ajak Hanz sambil berdiri. Dia mengencangkan ikat pinggang lalu membuka kancing kemeja merahnya.

Grace memicingkan mata, tidak mengerti.

"Bukannya dirimu kemari untuk bersenang-senang?" tanya Hanz membalas menaikkan alis.

"Sebelum hujan mengguyur Seoul dan daun-daun maple tidak lagi kering!" Hanz meyakinkan. "Pun, rencana untuk melewati sebelas hari yang tersisa!"

Perempuan itu berusaha memahami. Perkara rencana yang akan disusun untuk dilaluinya. Baik ataukah buruk.

Their AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang