Dua hal yang tidak pernah hilang dari ingatan Grace: kaki-kaki kecil mereka saat melarikan diri dan tangan-tangan kasar Margareth.
Tidak ada yang lebih menyedihkan dari situasi saat ini. Menitikkan air mata seolah-olah paling tersakiti, tetapi dalam lubuk hati amat menyesali diri. Alat-alat yang canggih dengan gabungan kecerdasan pikir yang dimiliki manusia genius, masih memberi celah. Seperti memberi peringatan kehati-hatian pada kematian yang memang sudah ditentukan. Seharusnya, sejak awal rencana itu tidak perlu melibatkan terlalu banyak orang. Akan tetapi, semua yang terjadi tidak bisa lagi berbalik dan kembali. Kecuali, manusia genius itu benar-benar mampu menemukan lubang cacing, gang pintas yang dapat digunakan untuk menembus dinding antara masa-masa yang menyedihkan dan menyenangkan.
Lagi pula, dunia memang seharusnya menjadikan sumber daya manusianya untuk menciptakan hal hebat. Bukan menciptakan, tetapi membuat.
Grace membenarkan tempat duduknya ketika daun pintu melambai. Benda persegi panjang berdiri itu pun terbuka, menampakkan sosok yang selama ini dikenalnya sebagai Allen Yu. Berdiri tegak sambil tersenyum dengan sudut kanan yang terangkat lebih tinggi. Di tangan kanannya sebuah tas kotak tipis hitam diangkat ke atas meja. Laki-laki itu duduk berhadapan dengan Hanz yang berada di sisi kanan. Allen sangat dekat dengan pintu keluar. Grace memandang dengan amarah yang membuncah. Jangan-jangan selama ini, dia mendengarkan rencana-rencana yang disembunyikan Grace dengan baik? Perempuan itu menggeleng agar tersadar kembali.
"Halo, Nona Liu!" sapa laki-laki dengan wajah yang bersih dari bulu-bulu halus. Bola mata keabu-abuan itu memandang Grace lekat.
Grace mengabaikannya. Tidak, dia bahkan merasa mual hanya mendengar sapaan sederhana dalam bahasa Mandarin dengan dialek yang ramah di pendengaran. Ada rasa rindu yang menjalar ketika laki-laki itu menatap Grace intens karena rasa suka itu pernah menggelayut walau sejenak. Benar bahwa Grace menyukai laki-laki berkulit madu itu. Tidak terlalu putih, tidak kuning, tidak cokelat. Warna kulit yang halus dalam pandangan.
Allen beralih untuk melihat Hanz dan menyapa, "Halo, Hyeong!"
Rahang Hanz mengetat. Jangankan untuk menyapa, laki-laki itu memilih untuk beradu tatap tanpa ekspresi. Suasana keduanya lebih mencekam dari pada dinginnya ruangan tertutup tanpa celah. Hanya tiga lubang ventilasi yang berada di belakang Hanz dan Grace, lalu kaca besar itu. Hanz masih di posisi yang sama ketika lawan di depannya membuka tas yang dibawa. Mengeluarkan laptop lalu tersenyum sambil menyatukan tangan di atas meja.
"Jadi, kalian akan sama-sama diam?" Allen menelusuri dua wajah itu baik-baik sebelum telunjuknya menekan tombol 'aktif'.
Grace tidak tahan untuk tidak bersuara lalu membalas, "Tidak! Jika pertanyaan itu masuk akal untukku!"
Allen tercenung.
Kemarahan Hanz pun langsung redam saat kembali menyadari bahwa ada orang lain yang harus dirinya selamatkan. Dia tidak akan membiarkan Xherl Agency menjadikan Grace sebagai buah sanksi untuk Hanz. Ketika terlambat menyadari, Hanz kehilangan Lee dalam sekejap. Jika dirinya harus kehilangan Grace ketika mereka baru saja melakukan kenangan manis bersama, apa lagi yang diharapkan dan tujuan hidupnya.
"Baiklah! Jadi, biarkan malaikatmu ini yang menjawab dengan detail semua pertanyaan." Allen memberikan beberapa lembar foto.
Perempuan di dalam pas foto itu membuat mata seseorang secara refleks terbuka dan memekik, "Ini aku?"
Grace memandang ke samping menatap laki-laki di sebelahnya dengan mulut menganga dan mata yang membulat. "Wah, Sir! Anda benar-benar seorang penguntit yang genius! Lihat! Foto-foto itu diambil dengan sudut yang sempurna dan orang-orang akan berpikir, tentu saja termasuk aku, kau adalah fotografer yang hebat!"
Perempuan itu menggeleng dan melihat Allen lalu menyindirnya, "Dan kau menjadi seorang manajer? Bahkan kerjamu tidak becus untuk menjagaku dari paparazi ini."
"Anda—"
"Cukup!" sela Hanz, "kau datang ke sini untuk memastikan sesuatu denganku dan agency. Apa pun yang kau perlu tanyakan, tidak perlu melibatkannya dalam hal apa pun. Termasuk—"
"Kisah cintamu tragis sekali, Hanz!" potong Allen seraya menggeleng, "Aku mendapatkan informasi berharga dari orang-orang teknisi setelah membongkar kursi roda dan alat-alat yang digunakan Lee untuk berinteraksi denganmu."
"Kalau bukan alarm menyala karena bantuan Adalward, mungkin, kita tidak akan pernah tahu apa tujuan besar kalian bertahan dan menjadi nomor satu di Xherl ini!"
Ad? Adalward yang dia maksud adalah Ad yang aku kenal? Raut wajah Grace seketika berubah karena perubahan detak jantung yang rasanya sesak.
"Adalward?" tanya Hanz. Dia tidak percaya setelah mendengar semua yang dikatakan Allen.
"Apa yang kalian temukan?" Hanz memburu Allen dengan pertanyaan lain. Dia tidak bisa membiarkan Grace diam di perusahaan ini terlalu lama.
"Kau seharusnya sudah tahu, kan?" Allen menatap keduanya bergantian sambil mengetik sesuatu di laptop yang menghalangi wajah Hanz. Laptop yang memiliki logo Xherl Agency yang terkenal dengan kualitas terbaik dan digunakan oleh para keluarga kaya di beberapa negara.
Hanz mengepalkan kedua tangan karena yakin tidak akan mendapatkan jawaban pasti yang diinginkan. Kepalanya tidak lagi bisa berpikiran positif. Dia hanya menemukan jalan buntu untuk mengirim Grace keluar dari sini setelah mengetahui Adalward yang dipercayanya, ternyata yang paling dihindarinya.
Siapa yang tahu apa yang ditulis Allen pada benda elektronik itu sambil terus melihat kedua orang itu. Tidak bisa diprediksi dari ekspresi wajah keduanya ketika nama Ad disebut, terutama Hanz. Allen memutuskan untuk menyimpan hal lain lagi yang dapat dia gunakan untuk melawan Hanz.
Grace terkejut karena kedua tangannya di telungkup oleh tangan besar Allen. Dia mencoba melepas sekuat tenaga.
"Ehm! Pupil Anda tidak bergetar ketakutan, dan tenaga dalam Anda begitu kuat, Nona Liu!" tukas Allen dengan mimik wajah yang sangat mudah dibaca.
Dia ... dia mengetahui sesuatu tentangku. Dia? Grace memalingkan wajah pada Hanz yang menatap tumpukan tangan itu lalu membalas tatapannya.
Di ruangan sebelah, Margareth sedang tersenyum menatap dua anak yang kini ... dikenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Their Autumn
Mistério / SuspenseNiat Gracia melarikan diri ke Korea Selatan menjadi malapetaka. Bukan dedaunan maple yang kemerahan, tetapi seprai penuh darah yang pertama kali memanjakan matanya. Gracia berakhir di kantor polisi dengan status sebagai saksi. Hal tragisnya, Allen...