Tajuk 10: Sebuah Rencana

5 5 1
                                    

Hunian minimalis itu didominasi ukiran kayu sebagai dinding penyekat kamar dan tembok putih bersih. Anyaman kayu pada pintu membentuk setangkai bunga berdiri, tangkai hijau tua dan kelopaknya merah muda. Saat memasuki ruangan wangi ondal menyeruak. Masyarakat Korea biasanya menemui 'bau' tersebut saat berkunjung ke pedesaan atau rumah nenek. Wangi yang khas.

Perabotan di dalamnya sangat sederhana. Sebuah kasur lipat tertata dengan rapi bersama bantal dan selimut. Perlengkapan tidur itu berada di pojok ruang berimpit dengan penyekat. Lantai yang berlapis plastik bercorak cokelat muda berpadu dengan warna-warna pastel dari barang anyaman yang senada. Damai dan hangat.

Sejenak berdiam. Tubuh Grace yang letih langsung meringkuk tanpa alas dan bersandar pada tumpukan bantal. Perempuan itu bangkit kembali saat posisinya belum sesuai lantas membuka kardigan tipis agar kesejukan lain menghampiri. Dalam diam perempuan itu berharap segala yang terjadi adalah tentang tidur dan bangun. Semilir angin yang masuk pada ventilasi udara seakan-akan menenggelamkan perempuan itu dari kenyamanan tidak berujung.

Tidur pulas Grace menghasilkan bunyi yang terdengar sampai ke kamar sebelah yang hanya terhalang pembatas kayu. Bahkan lubang-lubang kecil itu bisa menjadi tempat untuk mengintip. Dengkuran yang ringan melukiskan senyum pada 'malaikat lewat' yang masih terjaga dan bersiap pergi. Hanya tinggal menunggu sampai satu jam ke depan. Memastikan perempuan yang menyelam mimpi tidak melihatnya pergi.

Aku berangkat, batinnya. Hanz melirik jam dinding untuk menyamakan setiap detiknya dengan detik di jam tangannya. Dia melangkah ragu. Dua jam yang lalu laki-laki itu ragu untuk meninggalkan Grace tanpa kata-kata. Pun, takut untuk meninggalkan perempuan itu tanpa penjagaan yang ketat. Bagaimana—

"Kau terlalu berlebihan, Hanz!" monolog Hanz.

Kaki yang mengenakan sepatu dengan desain khusus, bergerigi dengan dilengkapi sisi yang menonjol tajam. Akan tetapi, bahan yang digunakan membuatnya sangat ringan sehingga dapat dibawa berlari semalam penuh. Dalam tas hitam minimalis, tersimpan beberapa senjata api dengan dua jenis. Tidak ketinggalan amunisi untuk semalam penuh.

Hanz memutar jam tangan untuk mengaktifkan audio. Dia memasangkan benda kecil yang berbentuk bandul untuk menyumbat telinga. Lee membuatkan alat itu dengan menyerupai warna kulit Hanz. Setelah menyatu dengan daun telinga jam tangan pria itu menyalakan sinyal.

"Aku menitipkan dia!" perintah Hanz pada dua pemuda yang memang dia sewa untuk menjaga Grace. Kedua pria itu mengangguk patuh.

Hanz mengeluarkan motor hitam yang sering dia gunakan untuk kabur. Kendaraan roda dua memang lebih praktis untuk dijadikan teman bertempur sejati. Laki-laki itu tersenyum dengan memberi kode lewat gerakan pergelangan tangan. Warna menyala jam tangan berubah menjadi hijau pudar lalu perlahan redup.

"Aku akan melakukan kode seperti mengigau, Hanz!" ujar Lee yang langsung masuk ke gendang telinganya. Membuat Hanz memiringkan kepala ke sebelah kanan di mana perangkat jemala estetik itu terpasang.

"Apa kau bisa mengecilkan suaranya?" pinta Hanz, "aku mengerti!"

Hanz melihat peta perjalanan yang harus dia tempuh. Lima belas kilometer jarak yang tercatat. Matanya kembali ke jalanan depan bersamaan dengan dua mobil hitam melaju ke arah berlawanan. Laki-laki itu fokus berkendara yang akan menyeberangi terowongan penuh kamera pengintai. Seharusnya alat mata-mata itu berhenti karena semua sudah diatur oleh Lee. Sahabatnya itu memang cerdas.

Jalanan mulus tanpa rintangan hanyalah awal. Agency yang menaunginya tidak serupa perusahaan lain karena berbeda bidang. Setiap agen per kelas memiliki kelebihan dan akreditasi. A-Class yang didapatnya bukan tanpa sebab. Akan tetapi, tangan hingga lengannya telah terpenuhi dengan darah yang tidak memiliki dendam. Bukankah saatnya membobol brangkas? Hanz mengemudikan motornya memasuki lahan luas seperti gurun pasir, tetapi sejuk.

Kilat cahaya dari arah samping kiri menyilaukan matanya. Hanz menunduk untuk menghindar sebelum disadari. Dia menekan tombol 'redup' agar sepeda motornya tidak menimbulkan suara bergemuruh. Sistem cerdas yang terkontrol rapi dengan tombol dan fitur yang mudah diingat. Klasifikasi hebat jika Agency mampu menjadikan orang-orang di dalamnya sebagai agen dunia bidang elektronik terkemuka.

Cahaya dari mercusuar tertinggi di bangunan megah Agency dapat dihindarinya. Plang bertuliskan huruf acak dalam bahasa planet membuat Hanz tersadar dan segera menyadari kecerobohannya yang sudah terlambat. Tubuhnya melompat dari kendaraan tersebut yang menimbulkan sirine yang meledak-ledak. Dia terjungkal beberapa kali sampai mengenai tembok runcing yang menggores ujung alisnya. Hanz menelungkup.

Laki-laki itu merasakan sakit yang luar biasa dari luka-luka yang tipis yang disebabkan benang pelindung. Jalanan ini memang sialan, siapa pun tidak akan aman. Kau bodoh, Hanz! Meski nyeri, dia perlahan bangkit dengan lutut yang terakhir menopang. Memalukan!

Langkah kaki yang bergerak cepat serta serentak pun saling bersahutan seakan-akan menghampiri Hanz. Secepat ini? Saat dirinya bahkan belum mampu berdiri.

"Tolol! Ini bukan bagian dari rencanaku!" umpatnya. Lampu yang sudah dipadamkan perlahan menunjukkan sinyal terang yang membuat luka-lukanya semakin perih.

Gerombolan pasukan bersenjata runduk yang bersiap dalam posisi menghadap benda besar itu jatuh. Lalu, segerombol yang lain menghadap Hanz. Tidak ada alasan baginya untuk menyerang orang-orang tidak berdosa. Dirinya hanya ingin tahu siapa klien yang menjadikan Grace sebagai target. 

"Hanz?"

Itu suara—

"Hanzel Johnson's!"

Laki-laki yang menurunkan senjata itu meminta orang-orang yang di belakangnya ikut patuh sambil berteriak, "Dia Agent A-Class!"

Pesaing Hanz yang amat ramah dan menginginkan bagian tinggi dari Agency. Dia berpindah jabatan? Adalward? Hanz berdiri perlahan sambil memegangi tangan yang rasanya sangat ngeri.

"Ada ap—"

Semua lampu yang menyilaukan berubah arah ke gerbang utama karena dua mobil kebesaran Agency sudah datang. Adalward dan koleganya langsung berdiri tegak menyambut, hal itu pun dilakukan Hanz karena dirinya bagian paling dalam di perusahaan ini.

Namun, siluet di dalamnya kendaraan pribadi bos besar itu menarik perhatian Hanz. Laki-laki itu menegakkan kakinya dan berlari mengikuti mobil hitam yang melaju tanpa suara. Seperti angin.

Hanz berlari sekuat tenaga. Akan tetapi, tubuhnya langsung dihentikan oleh orang-orang yang bertugas.

"Grace ...," panggil Hanz lirih.

Seluruh tubuhnya seperti makin tersayat melihat perempuan itu bergetar penuh ketakutan. Senjata kecil yang mampu membuat manusia mati dalam sekejap ada di dekat kepala Grace.

"Kau akan ikut bersama kami dan dia selamat ... atau kalian mati dan tugas kami selesai!"

Margareth sialan! Wanita itu memang tidak pernah macam-macam dengan kata-katanya. Hanz melemah, dia diringkus di hadapan semua orang.

Grace yang melihat itu terperanjat. Asumsinya salah. Hanz bukan ingin membunuhnya, tetapi laki-laki itu hendak menyelamatkannya dalam berbagai cara. Grace meneteskan air matanya.

Their AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang