Tajuk 8: Menyusun Rencana

7 4 0
                                    

Grace mencubit punggung tangan kirinya dengan sekuat tenaga untuk mengusir rasa kantuknya. Guru les di hadapannya sedang menerangkan angka-angka bersama variabel khusus dari huruf atau pun simbol. Akan tetapi, semalam suntuk dia mengerjakan tugas membuatnya tidak bisa mempertahankan posisi duduk. Dia sekuat tenaga menahan kuap, sesekali meminum air mineral yang disediakan pembantu di rumahnya untuk menambah asupan oksigen.

"Gracia!" panggilan itu refleks menaikkan kembali kelopak matanya. Grace hanya bisa menelan saliva, memandang pun takut untuk berkedip.

"Ibu bilang apa? Pandangan fokus ke depan, tangan tidak boleh melepaskan pensil! Ingat?" jelasnya sambil menekan setiap kata dengan ekspresi yang menakutkan bagi Grace.

Sekali lagi gadis itu terhuyung. Beruntung tangan kecil menopang kepalanya lalu ditegakkan kembali. Meski tidak membantu banyak, setidaknya manusia di sebelahnya itu tidak diam-diam melaporkan tindakan 'tercela'nya ketika sedang belajar. Tentu saja dengan wanita setengah iblis di hadapan mereka. Grace menoleh sambil menguap dan mengangguk atas rasa terima kasihnya. Gadis itu membalas dengan melukiskan senyum yang menonjolkan lesung pipi tipis.

Tangan Grace gemetar. Seluruh tubuh mendukung untuk dirinya ambruk. Tidak ada kekuatan sama sekali untuk belajar matematika di hari panas yang malam sebelumnya mengerjakan setumpuk tugas tanpa tidur. Dia lelah, dia yakin gadis di sebelahnya pun merasakan hal yang sama.

"B–bu," panggil suara lembut di sebelah Grace membuat wanita itu menolah berbarengan dengan bola mata Grace yang bergerak ke kiri.

"Kenapa, Sabrina?" tanya wanita itu menatap tajam pada keduanya. "Kalian sudah selesai menulis semuanya?"

Gawat! Grace kecil membatin. Apa dia benar-benar telah selesai dan meninggalkanku untuk dihukum?

"Apa Sabrina boleh istirahat dulu, Bu?" pinta Sabrina dengan suara lirih. Ah, syukurlah—

Tidak!

Gracia terlambat menghentikan anak itu. Berharap meminta keringanan dari nenek sihir bukanlah sebuah kebaikan. Harapan itu hanya akan sirna secara perlahan dengan sebuah kenyataan yang baru, sangat buruk dan membuatmu ingin menenggelamkan diri dan lebih memilih untuk tidak selamat atau diselamatkan.

Sabrina dibawa, lebih tepatnya ditarik paksa oleh wanita berusia empat puluh dua tahun itu. Digusur dengan bokong menyentuh tanah dan menabrak penghalang atau 'tembok tidur' yang mampu menciptakan memar berkepanjangan di bagian paha.

Suara tangisan membuat Grace menutup rapat kedua telinga. Teriakan itu lebih menakutkan dari suara latar film horor yang ditonton bersama teman-temannya saat nilai-nilai akademi dia dan Sabrina sedang berada di posisi atas. Kini, tidak lagi.

Grace berhasil bangun dari kenangan buruk karena sentuhan lembut yang diberikan Hanz. Laki-laki yang baru-baru ini membantunya ternyata lebih kaya dari yang dia bayangkan. Grace dibelikan ponsel baru, baju, dan keperluan lainnya selama perjalanan. Namun, dia segan untuk bertanya lebih jauh apa pekerjaan laki-laki itu.

"Kau ... bermimpi?" Hanz bertanya setelah melepaskan sabuk pengamannya dan membenarkan posisi duduk.

Sebagai jawaban singkat, Grace hanya mengangguk. Dia mengambil tisu yang berada tepat di depannya untuk mengelap cairan yang merembes pada setiap pori-pori wajahnya.

"Wajahmu benar-benar mulus!" puji Hanz seraya tersenyum.

Tangan Grace terhenti karenanya. Beberapa hal berlalu-lalang dalam pikiran, menciptakan beberapa sugesti dan antisipasi sebagai pertahanan diri atas apa yang sampai saat ini telah terjadi. Apa lagi, satu hal tentang laki-laki yang mengajaknya berlibur ini. Jangan lupa kalau dia menargetkanmu dan kali ini selangkah lebih dekat. Kau tidak tahu apa yang dia pikirkan, Grace! Berhati-hatilah!

Pujian itu ... Grace bahkan sudah lupa. Dia menyampingkan hal itu dan mulai bertanya, "Jadi, apa susunan rencana yang kau maksud?"

Hanz terdiam. Dari yang dipahami Grace laki-laki itu sedang berpikir matang tentang apa yang hendak dikeluarkan. Seharusnya, pertanyaan yang dilontarkan tidak sesulit itu untuk dijawab. Bodohnya, Grace! Perempuan itu melipat tangan di dada dan tidak lagi berharap.

"Begini, Grace," balas laki-laki itu disertai helaan napas jelas yang membuatnya seolah-olah terpaksa bercerita. Meski kenyataanya memang demikian.

Grace menghadap.

"Aku tidak tahu kau akan mengerti maksudku atau tidak. Namun, aku bisa janji kalau kita akan aman—"

"Bahkan saat kau menjadikanku target?" sangkal Grace cepat, "apa kesalahanku? Terlebih padamu? Ah, bukan! Pada seseorang yang meminta Agency-mu untuk membunuhku? Apa salah Sabrina?"

"Nona Zhao–" Hanz menghela napas lalu melanjutkan, "Kalian tentu tidak salah, tetapi tidak ada yang bisa menjamin kehidupan ini sepenuhnya sesuai keinginan kita. Terlebih, tidak semua orang menganggap pesaing dan sebuah persaingan itu harus dilakukan secara sehat, Nona Liu! Banyak di antaranya mengambil jalan pintas dan sedikit instan!"

Hanz merenggangkan tangan untuk menjelaskan lebih detail pada perempuan di depannya, tetapi tangan kanan lawan mainnya itu terangkat. Hanz menutup mulut.

"Jadi, maksudmu aku diincar karena persaingan antar-artis. Negara China tidak semenakutkan itu!"

"Pun, tidak mudah menjadi pemenang di negara itu!" sanggah Hanz tidak kalah cepat.

Grace menyadarinya. Dia mencapai titik ini pun sangat tidak mudah. Bahkan, perannya tidak pernah menjadi pemeran utama. Paling diakui, dia menjadi pemeran pendukung yang tidak mampu menarik perhatian. Grace bergidik, tetapi kematian Sabrina sangat tidak realistis dengan kenyataan yang dia dapatkan dari kepolisian. Polisi? Aish! Bedebah sialan!

"Benar, Grace!" Hanz melunak dan menambahkan, "Siapa pun bisa menjadi iblis untuk sebuah ambisi!"

Grace mengalihkan pembicaraan dengan mengeluarkan ponsel baru. Dia ingin mengecek berita terbaru tentang dirinya atau pun Sabrina di Tiongkok. Dirinya tidak datang dalam penyelidikan di studio, dia pun tidak peduli lagi dengan karir yang memang tidak berkembang pesat itu.

[Trending! Menyusul Saudara Tiri, Aktris Kelahiran 1989 Ini Diduga Bunuh Diri]

Laman itu diklik Grace. Jelas tertera namanya dalam kabar terkini dan menjadi trending yang paling dicari di situs terbaik China. Grace tidak menyangka bahwa tipu muslihat itu datang dari seseorang yang amat dibelanya dan sangat dia hargai. Sebuah wawancara terbuka yang dihadiri saksi mata, polisi, dan para reporter itu ditonton Grace.

"Saya Allen Yu, manajer sang artis. Akan mengadakan pemakaman terbuka yang dapat dihadiri—"

Ponsel itu direbut. Grace menjatuhkan punggung pada sandaran kursi dengan keras. Rasa kesal, sedih, dipermainkan sekaligus dipermalukan menjadi satu. Sialan, Allen! Jadi, ini yang dikatakan Sabrina agar tidak terlalu mempercayainya. Kalau aku pulang hari itu sesuai perintahnya, mungkin ... Grace memikirkan hal itu dan menoleh pada Hanz.

Laki-laki itu mengerutkan kening, mengepalkan tangan hingga urat-urat besarnya timbul.

Apa dia benar-benar bisa memegang janjinya untuk membuat Grace selamat? Tubuh Grace menegang. Orang tuanya tampak malaikat di luar, tetapi nyatanya adalah iblis paling jahat dari dalam.

Their AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang