Pemandangan seperti ini di mana ada anak-anak yang tengah tertawa dan berebut cerita seru ini mengingatkan Jaiden pada Eqouya. Setiap satu minggu sekali, Jaiden selalu mengunjungi salah satu tempat dekat Testing Bureau of The Improvement of Synecology. Biasanya dia akan membawa camilan yang sengaja dibuat oleh ibunya dan dibagi-bagikan cuma-cuma. Karenanya ketika berada di trauma center yang ada di klinik ini Jaiden terenyuh melihat keadaan anak-anak yang terlihat memprihatinkan.
Kini mereka semua tidur dengan damai, giliran Jaiden untuk menyelesaikan seluruh urusannya. Dokter Morgan yang bertugas memeriksa seluruh kesehatannya menyatakan Jaiden tidak memiliki gejala trauma sama sekali. Memang benar, Jaiden tidak trauma, hanya merasakan debaran yang berbeda kala melihat mata indah milik Hunter yang selalu dipanggil Khan.
Panggilan Khan biasanya digunakan untuk prodigi dan juga gremlin. Namun, melihat bahwa gadis itu hanyalah seorang Hunter, Jaiden menepis jauh-jauh anggapan bahwa Albie adalah seorang prodigi. Jaiden menutup pintu ruangan pelan-pelan, kemudian dia berjalan menyusuri lorong putih beraroma citrus.
Lelaki itu berpapasan dengan robot-robot pembersih lantai yang bekerja sangat cepat. Lantas dia duduk di salah satu ruangan terbuka, menatap sekumpulan bunga berwarna lilac yang sesekali dihinggapi oleh serangga pengumpul nektar bunga.
“Minum.” Dingin Jaiden rasakan tepat di pipinya. Albie tersenyum seraya memberikan minuman dingin yang dikemas dalam botol berwarna putih.
“Merterina.” Jaiden bergeser, seakan memberi ruang kepada Albie untuk duduk di sebelahnya.
“Makina. Saya sudah membaca semua hasil pemeriksaan dari dokter Morgan. Semua bagus,” komentar Albie. Jaiden mengangguk, membuka tutup botol dan meneguk air dingin itu sedikit demi sedikit.
“Memang, dari awal saya bilang kalau saya tidak trauma atau sejenisnya. Kamu saja yang berlebihan.”
“Kamu?”
“Ah ... maafkan kelancangan saya, Khan.” Beruntung Jaiden buru-buru mengingatnya.
“Lalu kenapa kamu kabur?” selidik Albie. “Kelakuan kamu itu membuatku curiga kalau kamu adalah penyusup yang sedang dicari Hunter."
Jaiden berusaha santai, padahal dalam hatinya dia sudah sangat ketakutan jika misinya akan gagal hanya karena ketahuan. Lelaki itu mendengar sendiri kalau penyusup yang tertangkap terbukti dari Eqouya dia akan dibunuh tanpa ampun.
Suara robot pembersih lantai memecah keheningan yang sempat terjadi sebelum Jaiden menjawab pertanyaan Albie.
“Sebenarnya saya agak takut sama Clinik,” jawabnya.
“Apa yang kamu takutkan?”
“Semuanya, suasananya, kesibukannya, orang-orang di dalamnya. Kecuali aromanya,” yang hampir mirip dengan beberapa bagian di labatorium tempatku bekerja. Jaiden melanjutkan perkataannya dalam hati.
“Lantas kenapa masih di sini? Dari sektor mana kamu berasal?”
“Tidak bisakah saya di sini lebih lama, tadinya saya ingin pergi, tetapi setelah melihat anak-anak, saya merasa Khan harus mengizinkan saya berada di sini lebih lama lagi.”
Selain mata, kini tawa Albie menbuat Jaiden terpaku kembali. Mata indah yang dia lihat begitu garang saat menghempaskannya ke dinding kini menyipit.
“Jangan membuat alasan untuk terbebas dari pertempuran. Serangan blatta selalu datang tanpa terduga dan di sini sudah ada orang yang berwenang. Jadi, setelah semua urusan di sini selesai kembalilah,” perintah Albie, gadis itu bangkit dari duduknya.
“Khan, haruskah kita memberantas blatta dengan cara membunuh mereka dengan senjata?” tanya Jaiden.
Albie mengerutkan kening karena jujur saja dia tidak habis pikir seorang Hunter yang sudah diberi pelatihan khusus serta berbagai pengarahan bisa melontarkan pertanyaan bodoh seperti itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/306662714-288-k57810.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fighter's Prejudice (Tamat, Proses Revisi)
Science FictionPasca kehancuran bumi 150 tahun silam, tatanan baru kehidupan dimulai di Prexogalla. Namun kemunculan Blatta dan perebutan kekuasaan antara dua wilayah Greamor dan Eqouya membuat kekacauan kembali terjadi. Tidak seperti keturunan Prodigi dari Greamo...