Jaiden menerima satu set pakaian baru dari Albie. Setelah dinyatakan sembuh oleh dokter Morgan, Jaiden memutuskan untuk pulang membawa dua buku yang sudah dia dapatkan Greamor.
Tidak sulit untuk meyakinkan Albie, dia bahkan setuju dengan apa yang direncanakan oleh Jaiden. Bahkan Albi akan membantu agar Jaiden bisa lolos dan menyebrangi The Infinite Canal tanpa terciduk oleh Hunter.
"Letakkan bukunya di sini, jangan sampai basah dan rusak. Jika sudah selesai kembalikan segera."
Dengan cekatan Albi memasukkan dua buku tersebut ke dalam sebuah tas selempang terbuat dari kulit. Selain buku ada air minum dan beberapa camilan yang mungkin dibutuhkan untuk Jaiden selama di perjalanan. Seperti permen penambah tenaga, dan permen hangat yang terbuat dari akar tumbuhan yang bisa dipercaya untuk menghangatkan badan.
"Saya akan antar kamu, mungkin sampai The Infinite Canal," ujar Albie.
Jaiden senyum-senyum sendiri melihat kesibukan Albie dan cerewetnya yang persis seperti Ula di rumahnya.
Hati Jaiden menghangat membayangkan itu semua, adanya pernikahan, tinggal satu rumah, meneruskan tahta keluarga. Meski memang untuk menuju ke sana ada penghalang yang harus mereka taklukkan dan tentu saja itu tidak mudah.
"Senyum-senyum, ngapain, sih?" protes Albie. "Kamu dengar, enggak apa yang aku katakan?"
"Dengar, dan aku senyum karena kamu cantik."
"Berapa banyak prodigi yang kamu rayu di Eqouya?" selidik Albie. Dia memanipulasi perasaan malunya dengan pertanyaan frontal begitu.
"Tidak ada, aku menghabiskan hampir seluruh hidupku di Laboratorium."
"Tidak percaya!" cebik Albie.
Jaiden makin senyum, lantas dia berdiri dan memeluk Albie dari belakang.
"Tidak perlu seorang prodigi untuk berlabuh. Nyatanya sebelum tahu bahwa kamu adalah prodigi, hatiku sudah jatuh, tidak bisa bangun lagi."
Hangat napas Jaiden menggelitik telinga bagian belakang Albie. Menjalarkan hangat seperti sebuah konduktor yang mampu mengantarkan panas.
"Jangan begini," protes Albie. Mulutnya berkata seperti itu tetapi hatinya berteriak agar Jaiden tidak melepaskan pelukannya.
"Aku akan pergi dalam jangka waktu lama, biarkan saja dulu seperti ini. Aku akan tersiksa karena merindukan dirimu. Tapi Albie, percayalah, segera setelah semua formula untuk menghancurkan blatta berhasil dibuat dan ditemukan aku akan kembali. Aku akan menyelesaikan seluruh permasalahan di sini serta permasalahan yang menimpa keluarga kita."
Albie mengangguk, dia melepaskan pelukan Jaiden kemudian berbalik. Memandang mata kelam milik lelaki yang dia cintai.
"Jangan berjanji jika tidak bisa ditepati." Albie menatapnya penuh perasaan.
"Laki-laki sejati tidak pernah mengingkari janjinya. Aku tahu semua akan sulit bagi kita berdua, tapi yakinlah kita akan melangkah bersama dan menggapai bahagia kita."
Albie mengangguk pelan. Sebelah kakinya bergerak meretas jarak, lekuk wajah Jaiden dengan cambang muda terlihat sangat jelas dalam penglihatan Albie, begitu juga dengan Jaiden. Jarak yang begitu dekat itu membuatnya tersadar bahwa gadis di hadapannya tidak hanya cantik. Bentuk wajahnya berbeda dengan perempuan kebanyakan. Ada lesung pipi yang hanya serupa titik dan terlihat saat Albie dalam fose tertentu.
Keduanya sama-sama takjub dengan keindahan yang Tuhan berikan melalui paras masing-masing.
Jarak yang semakin dekat itu tidak menyisakan apa pun kecuali kelembutan dari bibir masing-masing. Mereka terlena sampai ketukan pintu memisahkan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fighter's Prejudice (Tamat, Proses Revisi)
Science FictionPasca kehancuran bumi 150 tahun silam, tatanan baru kehidupan dimulai di Prexogalla. Namun kemunculan Blatta dan perebutan kekuasaan antara dua wilayah Greamor dan Eqouya membuat kekacauan kembali terjadi. Tidak seperti keturunan Prodigi dari Greamo...