Sudah sekitar lima menit Jaiden berdiri di depan Museum Bumi. Warna biru yang dari replika bumi membuat laki-laki itu terpana, contour warnanya benar-benar teratur, mulai dari yang lebih pucat sampai biru terang.
Beberapa meter dari sana nampak sebuah pintu besar dengan penjagaan robotik tanpa Hunter. Beralih ke sebelah kiri terdapat pohon yang sangat besar dengan dedaunan berwarna hijau pucat, berpadu dengan daun-daun tua berwarna coklat muda.
Sebagian daunnya berguguran hingga menutupi separuh jalanan. Manakala angin berembus, daun-daun kering itu seakan menari dan mengambang di udara bersama debu-debu.
Jaiden memutuskan langsung masuk ke dalam Museum sebelum para Hunter mengejar serta menemukan keberadaannya.
Kartu identitas yang digunakan akses masuk ternyata tidak berfungsi. Pintu besar yang ada di hadapannya sama sekali tidak terbuka. Tidak mungkin kartunya tidak berfungsi, atau pemindai yang error semua masih terlihat tampak bagus.
Tidak kehabisan akal, di sisi paling timur Jaiden menemukan pintu lain. Yang sedikit tersembunyi karena tertutup tumbuhan yang merambat memenuhi hampir separuh dari dinding museum. Tidak ada penjagaan di pintu itu, hanya saja pintunya terkunci rapat sama sekali tidak bisa dibuka.
Melihat dari kondisinya, Jaiden menebak bahwa Museum itu dibiarkan kosong, tidak diisi atau tidak ada aktivitas seperti gedung-gedung lain yang ada di Greamor.
"Duh, susah sekali," keluh Jaiden. Tubuhnya dibentur-benturkan ke pintu itu. Bukannya terbuka, lengannya malah kesakitan.
Jaiden mengingat bagaimana Logan hampir membuka identitasnya, dia juga ingat bagaimana ketika melarikan diri dari gedung tadi. Karenanya pria itu merasa harus bergegas masuk ke dalam Museum. Satu langkah lagi dia akan berhasil, satu langkah lagi jadi dan bisa membawa pulang semua data yang dibutuhkan oleh Laura dan tim.
Bangunan museum dikelilingi oleh Jalan setapak yang di atasnya terdapat bebatuan kecil berwarna putih. Sedangkan bangunan itu sendiri dilapisi dengan batuan berwarna kehitaman. Tidak ada jendela yang bisa dibuka seperti di gedung sebelumnya, satu-satunya sumber cahaya yang masuk ke dalam museum ventilasi yang melintang memanjang dan tidak memungkinkan untuk dinaiki serta dilewati oleh manusia.
Jaiden merunduk dan bersembunyi di balik semak, kala melihat sekumpulan eageleon yang melintas di udara. Dia yakin Hunter mulai gencar mencari dirinya. Jaiden hampir putus asa, dia juga takut tidak dapat menyelesaikan misi dengan baik.
Gedung itu memiliki sebuah bangunan kecil mirip kubah di atasnya, seluruh bangunan itu ditutup dengan kaca yang diukir dengan karya seni bernilai tinggi. Mungkin saat ini itulah satu-satunya jalan yang bisa dia lalui.
Jaiden kembali ke depan, dia menunggangi eageleon yang diparkir tersembunyi agar tidak terlihat Hunter. Lelaki itu mendarat di atap. Semula dia berpikir harus memecahkan kaca agar bisa masuk dan melewati kubah. Namun ternyata lagi-lagi keberuntungan berada di pihaknya, dekat kubah berwarna-warni, terdapat sebuah pintu masuk yang ukurannya tidak besar. Sehingga ketika memasukinya Jaiden harus membungkuk.
Sebelum masuk, Jaiden melepas tali kekang eageleon, dicambuknya hewan itu sampai terbang jauh meninggalkan gedung. Tidak boleh ada jejak yang memancing Hunter untuk menangkapnya di tempat itu.
Celah sempit itu dia masuki, kakinya berpijak pada sebuah kotak mirip gondola. Di bawah, terdapat lemari besar, replika hewan dan banyak lagi benda yang bisa Jaiden lihat. Kini lelaki itu memutar cara bagaimana bisa turun dengan selamat.
Ada besi panjang yang dipasang di dinding, sementara kotak gondola yang kini dinaiki oleh Jaiden bisa bergerak saat Jaiden berpegangan pada besi tersebut. Di ujung besi panjang, terpancang pijakan pijakan mirip tangga yang bisa dilewati dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fighter's Prejudice (Tamat, Proses Revisi)
خيال علميPasca kehancuran bumi 150 tahun silam, tatanan baru kehidupan dimulai di Prexogalla. Namun kemunculan Blatta dan perebutan kekuasaan antara dua wilayah Greamor dan Eqouya membuat kekacauan kembali terjadi. Tidak seperti keturunan Prodigi dari Greamo...