War Of Hormones | 35

2.9K 188 16
                                    

Tandai bagian yang typo ....

Melewati hari-hari yang indah sebagai seorang istri dan ibu untuk Aryan –anak
angkatnya yang kini berusia 5 bulan begitu menyenangkan. Apalagi sebentar lagi dia akan melahirkan buah hatinya dan Ali. Usia kandungannya menginjak 9 bulan dan itu membuatnya mulai kewalahan mengurusi Aryan yang sedang aktif-aktifnya. Sehingga tanpa persetujuannya, Ali memperkerjakan 1 asisten rumah tangga untuk membantunya mengurus Aryan.

Selain itu, Ali sedang sibuk-sibuknya kuliah. Suaminya itu kini menjad pentolan di kampusnya dan mengikuti banyak organisasi sehingga begitu sibuk. Jangan
lupakan jika kini dia dan Ali menempati rumah yang sudah orang tua Ali siapkan.

Banyak yang dia ambil selama menjadi seorang istri dan ibu. Tentang yang
namanya lelah mengurusi rumah dan bagaimana rasanya bahagia melihat suami dan anak tertawa bahagia ketika berkumpul di hari libur.

Sejauh ini, dia bersyukur karena dalam rumah tangganya dan Ali tidak ada duri
yang membuat rumah tangga retak. Namun, tidak ada yang tahu jika suatu saat duri itu datang dan dia serta suaminya mulai meyakinkan diri sendiri jika semua
cobaan yang ada adalah bukti jika cinta mereka sejati. Mengusap perut buncitnya, dia tersenyum. Tak sabar rasanya menantikan kehadiran sang buah hati ke dunia. Tak sabar pula mendapat panggilan ‘mama’ dari dua anak, Aryan dan calon buah hatinya dan Ali.

Pasti rumahnya ini akan ramai oleh tawa bahagia anak-anaknya. Menoleh, dia mendapati suaminya yang baru pulang dari kampus dan kini memeluknya dari samping setelah mengusap perut buncitnya.

“Sudah makan?” Tanyanya seraya menatap wajah lelah suaminya.

“Belum, kamu?”

“Aku sudah makan,” jawabnya yang justru mendapat cubitan di pipinya yang
membuatnya meringis. Ketika dia hendak protes, tiba-tiba ucapan suaminya membuatnya bungkam. Yang ada, dia justru meringis dan merinding.

“Kamu bohong, sayang. Kamu belum makan dari siang.”

Menunduk, dia mengusap perut besarnya yang membuatnya susah beraktivitas
dan membuatnya kadang kala sesak nafas.

“Perut aku mulas. Mau makan rasanya gak nafsu,” jawabnya pelan, berharap
dalam hati semoga suaminya tidak marah karena dia yang tidak makan. Karena
pada nyatanya, dia tidak bohong jika perutnya memang sedikit mulas. Tak ada
kekhawatiran darinya karena menurut prediksi dokter dia malahirkan dua minggu lagi. Jadi, dia menganggap mulas di perutnya mungkin karena kontraksi
palsu, itu saja.

Sayangnya, respon suaminya membuatnya menghela nafas panjang. Suaminya
memang suka berlebihan jika dia mengeluh sakit sedikit saja. Tapi tak ayal itu membuatnya bahagia karena meskipun badannya tak seindah dahulu, suaminya
tetap menatapnya memuja dan penuh cinta seolah hanya dirinya perempuan
satu-satunya yang mampu memikat suaminya, tidak ada yang lain. Satu tangannya bergerak mengusap puncak kepala suaminya dengan senyum
menenangkan.

“Aku gak apa-apa. Cuma mulas biasa, bukan tanda-tanda melahirkan,” ujarnya.

“Tapi ....”

“Maaf mengganggu Tuan, Nona. Den Aryan nangis terus dan tidak mau diam
meski telah diberi susu formula.”

Perkataan Ali terpotong ketika Bi Inah, pembantu rumah tangga yang dipercaya
merawat Aryan selagi Prilly hamil dan membersihkan rumah menghampiri
mereka.

“Aryan kenapa?” Tanya Ali sembari meraih Aryan yang menangis dengan kerasnya hingga wajahnya memerah, entah berapa lama Aryan menangis.

“Saya tidak tahu, Tuan. Tadi Den Aryan tidur dan tiba-tiba lalu menangis,” ujar
Bik Inah memberi tahu.

War Of HormonesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang