War Of Hormones | 31

5K 535 38
                                    

Love Maze - BTS

Tandai bagian yang typo...
Part menuju nainainu...hmmm🤪

"Ali, kamu yakin?"

Ali menoleh hingga tatapannya bertemu dengan tatapan Prilly yang menyorotnya begitu dalam. Ada kegugupan dan ketakutan di balik tatapan itu. Menghela nafas panjang, dia mengusap puncak kepala Prilly.

"Acara kelulusan udah selesai dan gue mau menepati ucapan gue untuk jujur ke orang tua kita. Lo tenang aja, gue gak sepengecut itu yang takut mengungkapkan kebenaran."

Prilly menggeleng. Dia akui Ali memang menepati apa yang lelaki itu katakan, tapi di sini, dia yang takut. Bukan takut untuk jujur, hanya saja dia takut Ali diapa-apakan oleh keluarganya. Dia tak mau tunangannya itu kenapa-napa.

"Bukan itu, tapi...."

Ali menggeleng. Telunjuknya dia letakkan di bibir Prilly.

"Prill, gue terima apapun itu konsekuensinya karena ini semua kesalahan gue. Mau keluarga lo hakimin gue, gue gak masalah akan itu asal mereka ijinin gue buat nikahin lo. Bukan semata-mata karena sebuah tanggung jawab atas kehamilan lo, tapi untuk memiliki lo selamanya dan hanya menjadikan lo milik gue."

Mata Prilly berkaca-kaca. Percayalah, dia benar-benar takut, padahal sebelum-sebelumnya dia tak sabar menantikan Ali jujur pada keluarganya. Tapi... kenapa sekarang dia justru ketakutan seperti ini?

"Prill, jangan takut. Percaya sama gue, semua akan baik-baik saja. Gue gak menjanjikan kalau setelah ini wajah gue semulus sekarang, tapi percaya sama gue, setelah ini gue bakal jadikan lo hanya milik gue seorang."

Meski terasa berat, Prilly akhirnya mengangguk. Mencoba berpikir jernih jika semua akan baik-baik saja. Perlahan, senyumnya terbit. Satu tangannya melingkari lengan Ali dan mulai mengikuti Ali memasuki rumahnya, menemui keluarganya.

...

Wajahnya pucat pasi dengan keringat dingin yang membanjiri pelipisnya. Prilly memeluk Ali dari samping. Raut wajahnya tak terbaca namun kedua tangannya semakin erat memeluk Ali.

"Udah, tenangin diri lo," ujar Ali dengan satu tangan mengusap perut Prilly yang sedikit menonjol di usia kandungan yang memasuki 3 bulan.

Rasa hangat menjalar di sekujur tubuhnya ketika tangannya mengusap perut Prilly. Seperti ada sengatan listrik yang membuat bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman lebar dengan tatapan bahagia yang tak terelakkan. Dia bahagia, karena setelah ini, Prilly hanya menjadi miliknya. Dia pastikan, setelah ini tidak ada siapapun yang berani merebut Prilly darinya. Prilly ditakdirkan untuknya dan itu tidak bisa diganggu gugat.

Masalah keluarga Prilly, setidaknya dia begitu bersyukur karena keluarga Prilly menerima keadaan. Yang membuatnya terenyuh, ibu Prilly menggenggam kedua tangannya dengan mata berkaca-kaca sembari mengatakan kalimat yang membuat dadanya berdesir hebat. Kalimat yang membuatnya menahan air matanya untuk tidak jatuh mendengar ucapan ibu Prilly yang berpesan padanya untuk jaga Prilly baik-baik karena Prilly merupakan anak bungsu sekaligus anak satu-satunya yang mereka miliki.

Yang semakin membuatnya terharu adalah, ketika ayah Prilly mendekatinya dan memeluknya sembari menepuk punggungnya. Dia melihat jelas mata ayah Prilly berkaca-laca dan berkata, "Ayah serahkan putri kecil ayah padamu."

War Of HormonesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang