Jaemin menarik ujung dress ketatnya ke bawah, berusaha menutupi sebanyak mungkin kulit kakinya yang terekspose. Baekhyun yang sejak tadi melihatnya menjadi risih.
"Kalau kau tidak terbiasa dengan dress mini, sebaiknya jangan kerja di tempat ini. Kembali saja ke kafe-mu," katanya.
Jaemin diam.
Sejak awal kedatangannya ke ruang LC, beberapa orang langsung menatapnya sinis tanpa alasan yang jelas.
Baekhyun, salah seorang LC senior di sana, bukan tipe yang peduli pada kehadirannya seperti anak-anak lain yang menggosipi dia. Namun, tatapan tajam dan ucapan sinisnya kadang membuat Jaemin takut. Bagaimanapun, dia salah satu orang yang ditakuti di sini. Kalau bermasalah dengan Baekhyun, bahkan Chitta sekalipun tidak dapat menolongnya.
Baekhyun menyedot nikotin dari vape kecil di tangannya lalu menghembuskan uap air beraroma anggur ke udara. Baunya membuat Jaemin sesak. Ia memang tidak suka rokok atapun vape. Dua-duanya sama saja. Sayang, ia harus terbiasa karena kedua benda itu umun di sini.
"Ayo keluar. Ada tamun yang mau melihat kalian," kata Chitta membuka pintu ruang LC.
Mereka berbaris seperti sebuah parade fashion show di hadapan para tamu yang wajahnya beberapa tidak terlalu asing. Jaemin ingat, ia pernah melihat salah satunya sebagai politikus di kotanya. Pria bertubuh tambun yang tidak berhenti minum dan mencekoki Jaemin dengan alkohol di hari pertamanya bekerja. Katanya sebagai sambutan, ia mau mengajari Jaemin minum yang berujung dengan Jaemin muntah-muntah (untung saja itu terjadi setelah para tamu pulang).
Jaemin berbaris di antara perempuan-perempuan lain agak ke ujung belakang, berharap kalau pria itu tidak akan menyadari kehadirannya.
"Aku mau Jasmine," katanya lantang, menyebut nama samaran Jaemin yang dibuatkan Chitta untuknya.
Jaemin menghembuskan napas sebelum memasang senyum manis seperti yang diajarkan Ibu lalu maju menghampiri pria itu. Meski harus rela pahanya digerayangi, paling tidak tip dari lelaki ini besar.
.
.
.Hari itu, Hari Jumat, hari paling ramai dari tujuh hari yang ada. Biasa mereka akan bersiap-siap lebih awal karena tamu juga datang lebih cepat.
Jaemin mengenakan dress hitam yang ia pinjam dari Jungwoo. Baju itu ketat membelit tubuh ratanya. Ia memulas sedikit make up dengan perona bibir warna merah menyala dan menggelung ujung rambut panjangnya. Tidak banyak yang ia lakukan. Tamu-tamunya bilang lebih menyukai Jaemin dengan wajah polos. Jadi Jaemin melakukan itu.
Mereka berbaris di hadapan seorang pria yang berdiri bersama Chitta. Ini tamu baru. Jaemin tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Wajahnya kotak dengan sepasang mata sayu berkelopak mata ganda yang tebal, hidung tegak yang mancung, bibirnya tipis, kulitnya pucat. Sekilas, pria itu mengingatkan Jaemin pada Jeno.
Jaemin menggeleng, segera mengenyahkan pikiran itu dari benaknya.
"Aku mau dia." Pria itu menunjuk Jaemin.
"Jasmine, temani Tuan Lee, ya," kata Chitta. "Ruang nomor 7."
Jaemin mengangguk. Ia berjalan bersama pria itu menuju sebuah ruangan di lantai satu dengan pintu nomor 7.
Aneh. Pria itu hanya datang seorang diri tapi memesan ruang VIP yang bisa menampung dua belas orang sekaligus. Apa nanti akan ada yang datang lagi?
Pria itu tidak banyak berkata apa-apa. Ia memesan dua botol bir dan sebungkus kacang panggang. Sambil menunggu pesanannya diantar, ia memilih sejumlah lagu-lagu lawas di TV.
"Kau tahu lagu ini?" tanya Tuan Lee.
Jaemin mengulum senyum sambil menggeleng, membuat Tuan Lee tertawa. "Tentu saja, ini lagu jaman aku masih muda. Dulu penyanyi ini terkenal sekali. Aku sampai membolos sekolah untuk menonton pertunjukkannya."
Jaemin membukakan botol bir yang baru diantar masuk untuk Tuan Lee dan menuangkannya dalam gelas kaca.
"Berapa umurmu?"
"24 tahun, Tuan."
Tuan Lee mengangguk. "Kau seumuran dengan anakku."
Ia menyesap birnya lalu mendesah lega.
Tangannya memegang mikrofon, mulai bernyanyi mengikuti musik dan lirik di layar.
Buat Jaemin, pria ini aneh. Dia berbeda dari tamu-tamunya yang lain. Pria itu membiarkan lampu ruangan menyala redup. Sampai jam satu pagi, tidak ada tamu lagi yang datang. Pria itu secara teknis sendirian di ruangan itu. Ia dudul berjarak satu orang dari Jaemin, tidak melecehkan Jaemin seperti tamu-tamu lain, bahkan memberikan bantalan kursi untuk menutupi paha Jaemin. Jaemin dibiarkan diam di sebelahnya.
Aneh. Tamu ini aneh.
"Terima kasih sudah menemani aku," katanya ketika jam sewa ruangannya berakhir. Ia memberikan uang tip dalam amplop untuk Jaemin lalu masuk ke dalam mobil ketika supirnya tiba.
"Satu juta?!"
Itu tip paling besar yang pernah Jaemin terima selama ia bekerja sebagai LC.
.
.
.Tamu aneh itu datang lagi. Ia kembali memesan ruangan VIP dan memilih Jaemin untuk menemaninya.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Tuan Lee sambil membolak-balik buku menu. "Aku belum makan malam."
Jaemin diam tidak menjawab.
"Hm?"
Tuan Lee menoleh padanya lalu tersenyum. "Pesan saja." Ia menyodorkan buku menu yang satunya pada Jaemin.
Jaemin jadi gugup. "Ah... aku terserah Tuan saja."
"Aku tidak menemukan menu 'terserah' yang kamu maksud dari tadi," katanya sambil mendengus geli. "Coba tunjukkan padaku, menu 'terserah' yang kamu maksud yang mana."
Pipi Jaemin menjadi panas. Ia menunduk melihat-lihat pada buku menu. Ia tahu, harga makanan di tempat ini sudah di mark up gila-gilaan. Harga sebatang coklat 15 ribu bisa dijual tiga kali lipatnya di sini.
"Aku mau pesan ini." Tuan Lee menunjuk gambar fish and chips.
Jaemin memegangi dagunya, masih berpikir apa sekiranya yang bisa ia pesan karena makanan di sini mahal-mahal. Lalu matanya jatuh pada sup jagung yang kelihatan menghangatkan malam di tengah ruangan yang kelewat dingin ini.
Pria itu menghabiskan makan malamnya ditemani Jaemin yang menghabiskan supnya.
Seperti hari kemarin, Tuan Lee kembali memutar pilihan lagu lawas. Ia mulai bernyanyi lalu termenung selama beberapa saat sampai-sampai Jaemin berpikir, apakah seharusnya ia mengajaknya bicara atau bagaimana.
"Ada yang mengganggumu, Tuan?"
"Yah, pekerjaan di kantorku sedikit berantakan. Ada supplier bahan yang membawakan kualitas benang yang tidak bagus sehingga kain yang kami hasilkan jadi tidak sesuai pesanan customer. Itu membuat kami rugi," katanya.
Ia menghela napas berat sebelum.lanjut bercerita tentang salah satu vendor yang menipunya dengan bekerja sama dengan orang di bagian purchasing. Karena hal itu, ia mendapat gugatan hukum dari customer karena pelanggaran kontrak.
Mata Jaemin melunak. Ia jadi kasihan mendengarnya.
"Senang memiliki orang yang mau mendengarkan keluhanku," katanya.
Jaemin tersenyum. "Ceritamu aman bersamaku, Tuan." Ia menarik garis di depan bibir seolah sedang mengunci retsleting membuat Tuan Lee tertawa.
.
.
.Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge
Fanfiction[END] Bagaimanapun cara Jaemin mengelak, nyatanya ia adalah perempuan bayaran. Perempuan yang datang karena uang, yang lebih memilih pria kaya dibanding cinta. . . . warning : jaemin, jeno, haechan, donghae, gs, harsh word, age gap Start : April 12...