Tuan Lee

920 105 4
                                    

Sebulan sudah Tuan Lee tidak pernah datang ke tempat karaoke dan Jaemin agak merindukan tamunya yang itu. Tentu saja, bekerja bersama Tuan Lee adalah hari yang menyenangkan untuk Jaemin. Ia hanya perlu mendengarkan pria itu bernyanyi dan bercerita. Suaranya tidak buruk. Perilakunya pun sopan pada perempuan seperti Jaemin yang sering dianggap sebelah mata.

"Jasmine! Tuan Kim mencarimu!" panggil Chitta.

Ada beberapa tamu yang minta ditemani oleh Jaemin. Banyak di antara mereka harus datang lebih awal supaya Jaemin tidak dibooking oleh tamu lain.

"Oh, maaf Tuan Lee. Jasmine baru saja mendapat tamu. Apa Anda mau ditemani oleh yang lain?" tanya Chitta membuat Jaemin menoleh ke belakang dan menemukan Tuan Lee di sana.

"Ayo!" kata Tuan Kim sambil meremat pinggang Jaemin, menyadarkan Jaemin bahwa tamunya malam ini bukan Tuan Lee.

.
.
.

"Jasmine," panggil Chitta ketika Jaemin sedang bersiap di depan cermin. Perempuan mungil itu berbisik padanya. "Apa kau punya hubungan khusus dengan Tuan Lee?"

Dahi Jaemin mengerut. "Tidak. Kenapa kau bisa berpikir begitu?"

"Dia tidak jadi memesan ruangan saat tahu kau sudah menemani tamu lain kemarin," ucap Chitta.

Jaemin terdiam dalam bingung.

"Dia tidak mau pilihan LC yang lain. Padahal aku menawarkan Baekhyun padanya."

Chitta menghela napas. "Aku mengerti, kalaupun kalian memiliki hubungan, itu bukan menjadi urusanku. Tapi, jangan sampai ini merugikan perusahaan."

"Kau sudah jadi LC rebutan di sini. Tapi kalau yang tidak mendapatkanmu memilih untuk membatalkan pesanannya, itu sangat merugikan." Mata Chitta memandang lurus padanya. "Apa kau bisa membuat Tuan Lee menjadi tamu tetap kita? Aku akan mengosongkan jadwalmu untuk dia, asalkan dia bisa berjanji untuk selalu datang ke sini."

"Aku tidak tahu," jawab Jaemin. Ia tidak ingin memberikan janji kosong.

"Coba tanyakan, ya? Aku akan memberikan bonus padamu kalau kau berhasil membuatnya jadi tamu tetap kita." Chitta mengedipkan sebelah mata lalu pergi ke meja resepsionis di depan.

Jaemin melanjutkan dandanannya. Ia meraih alat pelurus rambut, membuat rambutnya jadi selicin benang sutra. Ia jarang melihat rambutnya jadi selurus ini. Jadi ia pikir, sekali-sekali akan sangat menyenangkan.

"Jasmine!" panggil Chitta tiba-tiba kembali. "Sini."

Jaemin merapikan meralatan dandannya ke dalam tas. Ia bergegas melangkah di atas heels 7 centinya.

Ia bisa melihat raut wajah terkejut tuan Lee yang menunggu di depan resepsionis.

"Anda datang awal sekali," kata Chitta. "Di ruangan nomor satu, ya."

"Mari, saya antar, Tuan," ujar Jaemin mengembalikan kesadaran Tuan Lee.

Jaemin sudah hafal di luar kepala lagu-lagu kesukaan Tuan Lee, begitu juga makanan dan minuman yang biasa ia pesan. Jadi begitu masuk dan Tuan Lee memberikan keyboard memilih lagu, Jaemin dengan cepat memilih sesuai selera tamunya.

Mata Tuan Lee tidak lepas dari Jaemin.

"Kau mirip mendiang istriku."

"Eh?"

.
.
.

Lee Dong Hae tidak punya niatan pergi ke tempat hiburan malam. Tidak sebelum istrinya meninggal ataupun setelah istrinya meninggal. Ia menjauhi tempat maksiat itu seperti menjauhi petaka.

Sedih dan kesepian yang berusaha ia tutupi nyatanya terlihat sejerni air. Ia berubah. Ia bukan lagi Lee Dong Hae yang orang-orang kenal. Ia kehilangan dirinya semenjak Sooyeon terkapar di ambang hidup dan mati di rumah sakit.

"Kau harus pergi! Cari hiburan, sana!" kata Ryeowook mengingatkan Dong Hae.

Soojung, adik ipar Dong Hae, sering kali pergi menemui iparnya itu. "Kak, aku tahu kau mencintai kakakku. Tapi relakan kepergian Kak Sooyeon. Kamu juga harus bahagia."

Bahagia.

Itu kata yang terasa aneh untuk Donghae.

Apa bahagia itu sama dengan tertawa?

Kalau iya, dia sudah melakukannya ketika Snowy, samoyed peliharaan keluarganya, yang datang dan bertingkah konyol di depannya.

Bahagia itu wujudnya apa?

Rasanya seperti apa?

Ketika Minhyuk dan Soojung menurunkannya di depan sebuah gedung karaoke di distrik merah, ia menghela napas sebelum melangkah masuk menemui resepsionis.

"Reservasi atas nama Lee Donghae," katanya.

Resepsionis bertubuh mungil itu segera membuka catatannya. "Baik, kamar nomor tujuh ditambah LC. Tuan mau memilihnya sendiri?"

"Ya."

Kemudian perempuan mungil itu pergi dan kembali lagi bersama sederet wanita-wanita cantik berpakaian mini yang memulas wajah mereka dengan riasan tebal dan bulu mata yang cantik. Sayang, mata Donghae tidak bisa lepas dari seorang perempuan berambut panjang yang terus menarik ujung pakaiannya yang pendek.

"Aku mau dia," tunjuk Donghae.

"Jasmine, temani Tuan Lee, ya," kata si perempuan mungil tadi. "Ruang nomor 7."

Perempuan itu mendekat padanya, membuat Donghae bisa melihat wajahnya dengan lebih jelas. Kemudian kecewa menghampirinya.

Meskipun mirip, dia bukan Sooyeon. Dia Jasmine.

Dia bukan Sooyeon.

.
.
.

Bersambung...

RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang