"Tak mengapa, kita ambil positifnya aja." -Mohammad Ahsan
Basel, 30 Maret 2022Hendra terbangun dari tidurnya sesaat setelah suara gaduh dari luar membangunkannya. Tangannya meraba ke atas meja sebelah tempat tidur untuk mengambil ponselnya. Matanya mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya ponsel yang masuk ke dalam retinanya. Pukul 03.09 AM waktu setempat. Masih terlalu pagi untuk bangun dan beraktivitas. Ia melirik ke seberang. Ahsan masih terbuai di alam mimpi. Tidurnya terlalu nyenyak sampai suara gaduh di luar tak mengusik tidurnya.
Hendra yang masih mengantuk segera bangkit dari tidurnya. Dalam cahaya remang ia berjalan menuju pintu dan keluar. Begitu pintu dibuka, tak didapati aktivitas yang berarti. Masih cukup sepi, kecuali satu kamar yang pintunya terbuka lebar. Kamar itu adalah kamarnya Daniel dan Leo. Jaraknya hanya tiga kamar dengan posisi berseberangan. Tak lama sosok Daniel, Leo, dan Rinov keluar dari kamar. Sepertinya mereka mau pergi ke suatu tempat.
"Mau kemana Leo?" tanya Hendra kepada Leo yang posisinya paling dekat dengannya.
Ketiga laki-laki itu menoleh.
"Eh, Kohen gak tidur?" tanya Rinov sambil cengengesan.
Hendra menggelengkan kepalanya, "Saya kebangun gara-gara ada suara gaduh. Lah, kalian mau kemana?"
"Kita mau keluar cari jajanan, Koh. Katanya Daniel laper," jawab Leo. Daniel yang berdiri jauh dari Hendra hanya cengengesan.
"Pagi-pagi begini?" Hendra mengerutkan dahinya. Bingung.
Ketiganya mengangguk.
"Oh ya udah, kalo gitu hati-hati aja ya. Jangan kelamaan perginya," ujar Hendra seraya membalikkan badan untuk masuk kembali ke kamarnya.
"Koh!" panggil Daniel. Hendra menghentikan langkahnya dan menengok.
"Maaf ya udah buat Kohen kebangun," ucapnya meminta maaf. Hendra hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya tanda kalau ia memaafkannya.
Hendra menutup pintu dengan sangat pelan. Khawatir jika Ahsan terbangun dari tidurnya. Ia duduk di kursi dan menatap dirinya di pantulan cermin. Efek kebangun karena kaget akhirnya ia gak bisa untuk meneruskan tidurnya. Hendra mengusap wajahnya dengan kasar. Bingung.
Ia membalikkan badan dan menatap Ahsan yang tidur di seberang sana. Ia langsung bangkit dan segera menghampiri Ahsan. Di tepi tempat tidur ia duduk. Hendra menatap wajah Ahsan yang separuhnya tertutup oleh selimut. Ah, pria itu bahkan dalam tidurnya masih terlihat sangat manis. Garis lengkung terukir di bibirnya.
"San," panggil Hendra. Tangannya menggoyang pundak Ahsan dengan lembut.
Sosok yang dipanggil menggeliatkan badannya. "Hmm," gumam Ahsan dengan mata yang masih tertutup.
"Bangun yuk. Udah setengah 4 nih. Siap-siap, sebentar lagi waktunya kamu ibadah," ujarnya.
***
"Babah bener gak ikut bareng kita?"
Ahsan melirik Hendra yang berdiri di sampingnya. Keduanya saling lempar senyum. Tak ada yang mengerti maksud dari senyuman itu, kecuali mereka berdua. Sementara itu Leo yang ada di depannya hanya menatap bingung keduanya.
Bis jemputan yang disewakan oleh KBRI telah sampai. Semua bersiap untuk segera naik dan pergi meninggalkan Basel, Swiss. Rencananya hari ini tim Indonesia akan segera berangkat pergi menuju Korea untuk pertandingan selanjutnya. Para coach dari masing-masing sektor mulai mengatur anak didiknya. Agar gak ada lagi yang ketinggalan, terutama barang bawaan yang sering ketinggalan. Herannya peristiwa itu terus aja terulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala (The Daddies story)
Fanfiction"Koh, terima kasih sudah menerima dan menjadi tempat ternyaman buat Ahsan." -Mohammad Ahsan. "San. Apapun yang terjadi saya akan selalu ada buatmu. Terima kasih sudah menjadi teman yang baik buat saya." -Hendra Setiawan (((Sandyakala: Cahaya merah s...