BAB 9 : Apa yang kamu harapkan?

7.6K 388 14
                                    

••• Happy Reading •••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••• Happy Reading •••

"Aku nggak nyangka, meskipun kamu berasal dari keluarga konglomerat tapi ternyata kamu juga suka makan di pinggir jalan kayak gini."

"Konglomerat? Jangan berlebihan, El." Gia terkekeh kecil.

"Emang faktanya begitu kok." Gabriel tersenyum. Entah kenapa belakangan ini ia mudah sekali tersenyum apalagi saat dihadapkan dengan Gia. Meski ia dan Gia beda usia 4 tahun, tapi Gia mampu mengimbanginya. Gia dewasa sekali dalam bersikap dan berbicara. Gabriel tidak setuju dengan pendapat Giovanni yang mengatakan Gia masih seperti anak-anak. Tapi wajar saja Giovanni berpikir demikian karena Gia adalah adik bungsunya yang terkadang bersikap manja padanya.

"Mau di pinggir jalan atau dimana pun tempatnya, selama makanannya enak, kenapa nggak?" timpal Gia sembari memasukkan satu sendok nasi, ayam kremes beserta sambal super pedas favoritnya. Ia dan teman-temannya sering makan dan menghabiskan waktu di kedai pinggir jalan seperti ini. Gabriel baru mengenalnya karena itu Gabriel baru mengetahui hal ini.

Gabriel tertegun. Gia mengingatkannya akan Nana. Nana lebih suka makan di kedai pinggiran jalan seperti ini daripada di restoran mewah. Nana juga pecinta kuliner pedas.

"Kenapa diam El? Nggak suka ya?"

Gabriel menggelengkan kepalanya. "Kamu ngingetin aku sama Na... maksud aku kamu ngingetin aku sama Gina. Adik aku yang kedua."

"Oh Gina." Sedikit banyak Gia sudah mengetahui keluarga Gabriel, di mulai dari Daddy dan Mommy-nya serta adik-adiknya.

Gia teringat akan sesuatu. Gia pun membuka tasnya kemudian mengeluarkan sesuatu dari sana kemudian memberikannya pada Gabriel.

"Ini, aku titip ini buat Jessica. Aku udah beliin ini dari jauh-jauh hari tapi lupa terus dan ketinggalan terus di rumah."

"Selera kamu memang luar biasa," puji Gabriel tulus.

Gabriel dan Gia pun saling melempar senyum kemudian kembali menyantap makanan yang tersaji di meja sambil sesekali terlibat obrolan ringan seputaran makanan yang mereka makan.

Menyadari ada sisa makanan di sudut bibir Gia, dengan sigap Gabriel meraih tissue di meja kemudian membersihkan sisa makanan itu.

Sontak, Gia menghentikan aktivitasnya dan memperhatikan Gabriel dengan seksama. Jika boleh jujur, Gabriel merupakan type pria idealnya.

Demi Tuhan! Jika Gabriel bersikap manis dan hangat seperti ini setiap harinya, Gia yakin ia bisa jatuh cinta padanya. Gabriel begitu peduli padanya. Gabriel memberikan perhatian lebih padanya. Gabriel... Gia segera menggelengkan kepalanya, menepis pikiran tersebut dari kepalanya. Tidak! Gabriel tidak sespesial itu. Ia yakin Gabriel juga merasa demikian. Lagipula mereka baru dekat beberapa bulan saja. Gia juga belum memahami Gabriel sepenuhnya.

"Gia? Kamu dengar apa yang aku katakan?"

Gia terkesiap. "H-huh?"

"Ah, kamu nggak dengar."

Behind Your Smile [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang