Chapter 1 : Warming Up

44 11 0
                                    

Beberapa orang tidak menyukai hujan, Pernyataan seperti itu memang benar adanya. Terlepas dari aktivitas duniawi, jika ada orang yang bisa memilih untuk berteduh mereka akan berteduh. Lalu bagaimana dengan yang tidak? tentunya ada sesuatu yang lebih urgent sampai seseorang harus resiko basah-basahan kedinginan. Mereka yang tidak memiliki pilihan, apalagi yang sedang mempertaruhkan sesuatu demi kelangsungan hidup mereka.

Buagh~

Sayup- sayup di sebuah stadion kecil, suara sorak-sorak terdengar menggema ditengah derasnya hujan. Pandangan yang berkabut tidak menutupi antusiasme orang-orang yang sedang menikmati pertunjukan. Dari sana juga terdengar hantaman demi hantaman, sebuah cekcok adu kepalan seseorang yang tengah berkelahi. Dari tengah sana terdapat seorang bocah yang kisaran 7 tahunan, berdiri tegap memasang kuda-kuda. Terdapat orang-orang dewasa yang tumbang disekitarnya.

Anak ini melemaskan tubuhnya, menatap sisa orang yang masih menjadi lawannya, dua orang yang lebih dewasa. Derasnya hujan tidak menghentikan langkahnya untuk mendekat. Meski tanah tempatnya berpijak sangat becek sampai bisa membuat siapapun yang lewat terpeleset, baginya itu bukan masalah. Yang terpenting adalah...

"Dua lagi..." ucap anak ini menatap tajam.

Dua orang tersebut saling pandang. Tanpa ragu mereka menerjang maju kearah depan. Salah satu dari mereka mengepalkan tinju untuk menyerang badannya. Dengan sigap anak tadi mengelak sembari menepis pelan serangan. Dia membalas serangan dengan sebuah cengkeraman keras yang langsung menusuk kearah leher pria dewasa tersebut, membuatnya kesulitan bernafas.

Untuk pria yang satunya lagi menendang kesamping untuk membuat anak ini jatuh. Tapi hal itu tidak berguna karena meski tubuhnya besar, tendangannya tidak cukup kuat untuk melakukannya. Kakinya malah tertahan oleh terangkatnya kaki kiri anak itu. Dengan mudahnya ia menghentikan mereka berdua sekaligus.

Si bocah menarik leher musuhnya, kemudian sigap meluncurkan serangan siku kearah ulu hati dengan keras. Tak selang lama sampai pria tersebut hilang kesadaran karena sesak nafas, dia menghempaskannya kearah samping agar tergeletak. Semua itu ia lakukan hanya dengan satu tangan kanannya.

Pria yang satu lagi kembali melancarkan serangan bertubi-tubi. Lagi-lagi semuanya dihindari dan ditangkis sangat mudah. Bocah ini... dia begitu lincah seakan-akan bisa membaca pergerakan lawannya. Baik dari teknik hindaran, bertahan, bahkan momentum untuk melakukan serangan balasan.

Ketika ada kesempatan, dia segera melancarkan tendangan kearah dada bagian kanan pria tersebut. Terkesan tidak begitu keras namun tiba-tiba pria ini jatuh tersungkur karena merasakan sakit yang luar biasa dari dalam tubuhnya. Dia merasakan... ada sesuatu dalam dirinya yang hancur.

Bersamaan dengan serangan telak tersebut, pria tadi tumbang ditengah-tengah stadion yang becek. Seketika itu juga sorak penonton semakin meriah menyoraki kemenangan bocah ini. Dari tengah stadion yang diguyur hujan, tepatnya ada 20 orang yang tumbang disini.

"Julius..." ucap anak ini pelan karena kelelahan.

Dia mulai berjalan kearah pintu keluar stadion, dimana orang yang barusan ia panggil sedang menunggunya menggunakan payung kecil. Seorang pria yang masih muda berjas abu-abu berpakaian rapi layaknya orang kerja. Raut wajah dipenuhi rasa khawatir, menyaksikan kondisi bocah tersebut yang sudah sempoyongan berjalan.

"Ayah..."

Setelah mengucapkan kata itu, mendadak anak ini pun pingsan. Tepat sebelum dia mulai ambruk, pria tadi yang semula berada dikejauhan seketika sudah memeluknya agar tidak jatuh, dia berlari cepat sampai payungnya tertinggal didepan pintu stadion.

"Maaf karena tidak bisa menjadi ayah angkat yang baik. Aku berjanji... kamu tidak perlu melakukan ini lagi", dengan tangan bergetar dipenuhi penyesalan ia masih memeluk si bocah yang masih tidak sadarkan diri. "Setelah ini, kita akan mencari pekerjaan yang lebih manusiawi. Aku berjanji... aku berjanji!"

* * *


Beberapa orang mulai berkumpul di area gang kecil disamping suatu cafe. Nampak seorang pria blesteran yang kelihatannya adalah pemilik toko, beserta beberapa pekerjanya. Dua lelaki dan tiga lainnya seorang perempuan yang nampak masih muda semua. Mereka mendadak bingung karena menjumpai seseorang yang tertidur santai didekat kumpulan kontainer barang pesanan berisi biji kopi. Tentunya hal itu membuat si pemilik toko dan yang lainnya terkejut. Apalagi bila melihat siapa yang sedang tertidur disana.

"Kenapa bisa ada orang tidur disini?"

"Hei kamu, ayo bangun!. Bagaimana bisa tertidur disini?" ucap si pemilik toko.

Beberapa dari mereka masih mencoba membangunkannya, namun hasilnya tetaplah nihil. Pemuda itu masih saja terlelap.

"Bisa tiduran sepulas itu, aku jadi penasaran dia mimpi apa."

"Eh lihat! dia mulai bangun!" teriak salah satu waitress.

Benar saja, mata pemuda ini mulai mengerjab pelan. Pandangannya langsung tertuju pada orang-orang yang mengerumuninya. Sontak ia segera bangun dan menguap sejenak.

Terlihatlah seorang remaja berusia 18 tahunan yang masih memakai seragam hitam putih layaknya mahasiswa. Perawakannya cukup tinggi dengan rambutnya yang agak panjang berwarna hitam keabuan, hampir seperti orang yang menua. Dan juga... matanya yang nampak sangat menakutkan dengan pupil merah darah, yang kelihatannya juga karena penyakit.

"Kamu siapa? apa yang terjadi? kenapa bisa tiduran disini?" tanya sang pemilik cafe membantunya bangun.

"A'ah.. maaf, saya akan segera pulang."

"Jika merasa tidak enak badan, kami bisa ambilkan air."

"Be-benar tidak apa. Maaf sudah merepotkan. Aku... akan segera pulang."

"Wait!"

Tanpa pikir panjang pemuda ini mengambil tas slingbag serta jas almamaternya dan lari menjauhi kerumunan orang-orang. Sontak perilakunya ini membuat orang sekitar tambah bingung keheranan. Sang pemilik toko pun hanya bisa berkacak pinggang melihat kepergiannya.

"What a weird boy."

"Jas kampusnya tadi bukannya sama seperti jas milik Aidera dan Clara?"

Dan semua orang disana mengangguk-angguk menyetujui perkataan tersebut.

"Mungkin lain kali bisa kita tanyakan pada Ai. Sayang kita hanya bisa melihatnya di akhir pekan. Baiklah! berhubung tidak ada yang perlu dikhawatikrkan lebih baik kita semua kembali bekerja," teriak si owner toko sembari bertepuk tangan.

Sang bos telah memberikan perintah. Tentunya mereka pun menanggapinya dengan kembali masuk kedalam malas-malasan.

"Hoi! ayo kerja! kenapa kalian loyo begini?"

"Iya-iya, tinggal masuk aja kan. Anda juga lebih baik masuk, sudah mau malam nih."

"Oke-oke."

Pemilik toko merapikan kembali beberapa barang diluar termasuk tumpukan kontainer, sebelum dibawa masuk bersama papan promo cafe. Dia masih dibuat bingung dengan orang tadi. Tapi apalah alasannya, akan dia tanyakan pada salah satu waitressnya nanti. Jas sekolah yang dipakai pemuda tadi, tidak salah lagi adalah jas yang menjadi ciri khas perguruan tinggi ternama di kota ini.

Dan saat masih asik dengan urusannya, tiba-tiba saja ia menemukan sebuah dompet kecil di sela-sela pot tanaman. Terambilah benda berwarna biru muda itu untuk dicek siapakah pemiliknya.

"Hmm~ pasti milik pemuda yang tertidur tadi," gumam owner toko. "Apa ini? Zeyn Tendou Zaine? Nama yang tidak biasa."

* * * *

The Endless Hollow IDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang