Chapter 4: Kindred

39 7 0
                                    

Pada kawasan Kota Grimoir Utara, yang bisa disebut juga area pelabuhan. Di sela-sela bangunan apartemen jadul, terdapat sebuah ruko kecil yang tertuliskan Warteg pada jendela kaca. Lebih tepatnya sebuah rumah makan yang berada ditengah-tengah hiruk pikuknya bangunan pelabuhan. Tertuliskan dengan jelas lewat papan nama disana, 'Fotokopi Julius' sebagai identitas dari tempat tersebut. Sebuah rumah makan yang... ternyata merupakan tempat fotokopian.

Dari dalam sana, terdapat pria yang memakai jas lengkap dan dasi unik bermotif kupu-kupu, tengah duduk termenung melihati pintu toko. Sedari tadi ia masih menunggu seorang pelanggan. Tapi sepertinya... sejak tadi memang sepi dan tidak ada seorangpun yang datang. Karena itu ia hanya bersandar dan terus menguap tidak jelas. Kipas gantung pada langit-langit ruangan jadi bahan lamunannya. Keadaan semacam ini sudah menjadi hal biasa dan sudah menjadi keseharian.

"Hah... sepi sekali"

Ucapan pria ini mendadak mendapat perhatian dari 3 orang lainnya disana.

"Mau bagaimana lagi. Tempat ini sangat tidak strategis untuk sekelas tempat fotokopian"

Meski sudah tahu tempat kerjanya sepi, mereka tetap tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki keadaan. Untuk bos mereka sendiri, Julius Richard masih bermalas-malasan. Bapak-bapak yang terlihat muda meski hampir menyentuh kepala 4 dan belum menikah. Perawakannya tinggi dan selalu memakai pakaian kantoran meski ditempat umum sekalipun. Dan hal yang membuatnya nyentrik adalah... jas kantornya tidak pernah serasi. Contoh saja sekarang ia memakai atasan coklat berdasi merah muda, dan trousers biru cerah. Pokoknya terkesan asal pakai dan penampilannya terlihat aneh meski wajahnya juga rupawan.

Dua pekerjanya bernama Aldi yang posturnya lumayan gemuk dan Pedro si mas-mas kribo, dua orang yang asik bermain game melalui gawai mereka. Dua pemuda yang masih mahasiswa semester atas karena mereka nampak lebih tua di usia muda. Seorang lagi ada bapak-bapak yang sejak tadi mengetik dalam kesunyian dimana mejanya terdapat keterangan nama Hendri Mahoni.

"Harusnya bos membuka usaha didekat sekolah-sekolah atau bisa saja didekat kampus", tanggap Pedro.

"Tempat sewa yang murah disini oi, dan juga disini cukup aman"

"Paling tidak kenapa tulisan WARTEG yang ada didepan tidak dilepas saja? Sejak kemarin yang datang juga orang yang berniat makan"

"Tulisan itu menempel permanen pada kaca, kalau diminta beli lagi sudah jelas aku tidak mau. Mau dilepas juga ribet! lagipula aku sudah menempel papan tanda tempat fotokopian sejak dulu"

Julius menghela nafas bosan. Padahal hari hampir menuju senja, toko sudah buka sejak siang dan pelanggan yang datang pun bisa dihitung menggunakan jari. Berdasarkan penjelasan Pedro tadi... ya memang benar kebanyakan pengunjungnya malah berniat memesan makanan. Meski seharusnya sudah biasa, lama-lama membosankan juga bila tidak melakukan apapun. Seperti yang ia jelaskan tadi, alasan ia memilih tempat ini adalah karena murah dan aman.

Entah apa yang membuatnya aman, kita juga tidak paham. Toh area dekat pelabuhan, sebenarnya banyak kalangan yang keras dan malah menjadi sarang preman. Disamping Ruko ini saja ada tempat minum-minum yang selalu ada perkelahian.

"Bos, tidak ada rencana mengembangkan bisnis kearah apa gitu?", tanya Pedro.

"Hah? Sudah ada kan? Servis barang elektronik"

"Iya sih, tapi kenapa didepan sana juga tidak ada keterangan jasa servisan?"

"Hmm... aku memang berencana memasangnya, tapi sayang tukang servisnya malah melarang"

"Lah?"

"Zeyn kan tidak mau dikasih gawean yang muluk-muluk. Padahal jika dia lebih giat bekerja, uang bulanannya bisa bertambah"

The Endless Hollow IDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang