Chapter 13: The Crying Maestro

50 5 0
                                    

Waktu tidak bisa terulang meski hanya sesaat. Sebuah definisi yang sempurna sebagai bahan penyesalan baik di masa lalu maupun yang akan datang.

"Aaaaakkh!!"

Bising...

Bukan suara akan kehidupan duniawi pada umumnya. Penuh jeritan yang memekik telinga. Saling menyaut berusaha menusuk pikiran.

"Maut memanggil mereka untuk datang kemari"

Ambigu...

Mana yang benar dan mana yang salah. Rasa suram penuh akan keraguan baik yang harus diterima akal sehat maupun yang tidak.

'Tapi kamu harus mengganti imbalan atas kepulangan mereka...'

Gelap...

Sebuah hutang layaknya jeratan rantai yang mengikat jiwa. Bagi mereka yang terjatuh, dunia seakan menjadi jurang yang akan sangat sukar dinaiki. Penuh resiko dan konsekuensi, sesuai dengan dalamnya samudra tanpa cahaya matahari.

Zeyn terbangun dalam sambutan tangis angkasa yang kini tengah membasahi sekujur tubuh. Hujan deras dikala senja, sudah bukan hal yang tidak umum bagi Kota Grimoir. Kabut tebal yang menggumpal sejauh mata memandang. Lampu-lampu pinggiran jalan serta display LED raksasa yang mulai hidup menjadi tanda bahwa malam akan segera menggantikan mentari dalam menjalankan tugas.

Pemuda ini bangun dan mendapati dirinya terkapar di pinggir jalan yang sepi sampai basah kuyup. Pikirannya masih kacau, lagi-lagi sebuah mimpi aneh mengganggu kesadarannya.

"Mbak Bella..."

Seiringan dengan kepala yang terasa sangat pusing, sekelibat wanita setengah ular muncul dibalik pandangan, sedang tersenyum kearahnya dengan ekspresi yang sangat menakutkan. Sakit kepala tersebut semakin menjadi-jadi sampai hampir membuat Zeyn meringis kesakitan. Sebuah gambaran peristiwa membuat ingatannya memudar layaknya debu yang disapu hujan.

'kamu harus mengganti imbalan atas kepulangan mereka...'

Dia tidak mengerti apa yang salah. Suara-suara itu, menghantui pikirannya seakan melakukan reka ulang peristiwa yang sebenarnya ingin ia lupakan.

Ngomong-ngomong ia baru ingat jika dirinya sedang mencari dompetnya yang sudah hilang beberapa hari. Kepanikan menjalar ke sekujur tubuh kala mendapati bahwa benda kecil itu tidak ada di kediamannya.

Menyusuri kembali langkah adalah cara terbaik. Masalah menjadi timbul ketika, kegiatan sehari-hari hanya diisi oleh kuliah-pulang-kerja dan hasil pencarian tetaplah sama yaitu dompet tersebut tidak ketemu. Bisa saja tergeletak di suatu tempat yang tidak ia ketahui atau yang terburuk kini telah diambil orang tidak bertanggung jawab. Beban tambahan muncul karena sekarang hujan deras membuat pengelihatan kabur karena kabut yang menebal. Ibarat sebuah pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Lampu lalu lintas yang masih berfungsi tanpa adanya kendaraan yang lewat.

Toko-toko disekitar yang menjadi tempat bersantai sekaligus berteduh orang-orang. Pepohonan ditengah jalan yang bergerak seiringan angin kencang. Kabut menghalangi jarak pandangan. Dunia seakan tidak memperhatikannya saja padahal kondisi sudah basah kuyup.

Dia tak begitu ingat mengapa bisa tergeletak di jalanan dengan kondisi jalanan Grimoir Utara yang sepi. Tiba-tiba saja kepalanya pusing dan ia teringat akan peristiwa-peristiwa yang sudah berlalu.

"Tidak perlu meneror pikiranku, pasti akan kubayar hutangku", gumamnya sendiri.

Setelah ini tentu ia masih akan melanjutkan kegiatan pencarian. Tidak peduli meski harus basah kuyup. Dia percaya bahwa ia akan baik-baik saja, malah ia berpikiran bahwa hujan-hujanan bisa membuat tubuh beradaptasi dengan cuaca buruk. Entah teori darimana, apakah ia mengarang sendiri kita juga tidak paham karena Zeyn selalu punya asumsi sendiri.

The Endless Hollow IDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang