Chapter 14

1.7K 231 39
                                    

Minyoung baru saja selesai menyuapi Irene. Semalam putri sulungnya itu kembali mengeluh sakit di area perutnya, membuat Minyoung harus terjaga untuk merawatnya.

"Apa masih sakit?" tanya Minyoung dengan tatapan khawatir.

"Tidak terlalu Eomma."

"Kita ke rumah sakit eoh, Eomma takut terjadi sesuatu padamu."

Irene menggeleng pelan, ia tersenyum seolah memberitahu Ibunya bahwa ia baik-baik saja. Sejak semalam sang Ibu memang mengajaknya untuk ke rumah sakit. Namun Irene terus saja menolak.

Biaya rumah sakit tidaklah murah. Hanya itu yang Irene pikirkan. Apalagi ia harus merepotkan sang adik yang bekerja untuk membiayai pengobatannya.

Minyoung tampak menghela nafas. Ia beralih membuka laci di sebelah tempat tidur Irene. Meraih beberapa obat di sana. Minyoung bisa melihat obat Irene yang sebentar lagi akan habis.

"Obatmu sebentar lagi habis. Eomma akan memberitahu Yew..."

"Eomma." potong Irene cepat.

"Bukankah aku sudah sangat membebani kalian?"

"Sayang, apa yang kau bicarakan?"

Minyoung tentu tak suka mendengar ucapan Irene. Gadis di hadapannya itu adalah putrinya, darah dagingnya. Sedikitpun ia tak pernah merasa terbebani.

"Eomma, bukankah seharusnya aku ikut membantu meringankan beban keluarga ini? Tapi kenyataannya sekarang, aku lah beban keluarga."

Karna dirinya yang sakit, Irene merasa tak berguna untuk keluarganya. Dia adalah anak sulung, namun ia justru tak berdaya dan harus bergantung pada keluarganya. Irene bahkan merasa jahat karna membiarkan adiknya yang masih sangat muda untuk bekerja keras membanting tulang sendirian.

"Irene-ah, Eomma tak suka kau berbicara seperti itu. Jika Yewon mendengarnya, dia akan sangat sedih." ucap Minyoung lirih. Ia menatap lekat wajah pucat Irene yang semakin hari tampak semakin pucat.

Sejak hari dimana Irene mengalami pingsan, kondisi gadis itu terus saja menurun. Minyoung sudah pernah membawanya ke rumah sakit. Hasil dari pemeriksaan Dokter mengatakan jika organ ginjal Irene mulai bermasalah.

Pihak rumah sakit menyarankan agar Irene segera melakukan perawatan sekaligus pengobatan. Namun karna keterbatasan biaya, jadilah Irene hanya dirawat di rumah dan hanya mengandalkan obat dari resep Dokter.

"Aku merasa bersalah pada Yewon. Aku benar-benar menjadi beban untuknya."

Tak ada yang bisa Minyoung lakukan selain menarik tubuh kurus Irene ke dalam dekapannya. Ia tak pernah menganggap putri-putrinya beban. Namun ia sendiri mengakui jika selama ini semua beban keluarga hanya di tanggung oleh Yewon. Ia ikut merasa bersalah karna tak bisa melakukan apapun untuk sekedar meringankan beban yang harus dipikul Yewon.

"Gwenchana, Yewon hanya ingin kau sembuh. Jadi kau harus berjuang untuknya, untuk Eomma, dan untuk Yeri."

Setelah mengucapkan itu, Minyoung merasa tubuh dalam dekapannya itu sedikit berat. Ia segera melepas dekapannya, wajah yang tadinya pucat kini semakin pucat. Minyoung bisa melihat kedua mata Irene yang terpejam.

"Sayang."

Minyoung mencoba menepuk pelan kedua pipi putrinya. Namun tak ada pergerakkan sama sekali.

"Irene!"

"Nak, bangunlah!"

Jantung Minyoung berdetak dua kali lebih cepat, wanita itu segera berteriak memanggil Yewon. Tanpa sadar air matanya mengalir saat merasakan denyut nadi di tangan Irene yang terasa begitu lemah.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang