Waktu masih terlalu pagi, namun Irene harus terbangun karna perutnya yang kembali terasa sakit. Gadis itu beranjak duduk, meraih beberapa butir obat yang berada di atas nakas. Ia menelannya tanpa bantuan air putih. Sejenak ia memejamkan mata seraya bersandar pada headboard, menunggu reaksi dari obat pereda nyeri yang baru saja ia telan.
Perlahan mata Irene kembali terbuka, ia menatap lirih obatan-obatan yang harus ia konsumsi setiap saat.
"Semua aktifitasmu akan terbatas. Obat-obatan itu hanya membantumu bertahan, bukan menyembuhkan."
Ucapan Dokter beberapa waktu lalu seolah berputar di kepala Irene. Memikirkan kondisinya sekarang sungguh membuat Irene merasa lelah. Selama hidup ia akan terus bergantung pada obat-obatan. Ia juga akan semakin sering mendatangi rumah sakit. Meski keluarga Park menjamin pengobatan terbaik untuknya, namun hal itu tak kunjung membuahkan hasil.
Kondisinya semakin hari akan semakin menurun. Namun lagi-lagi Irene tak mengatakannya pada siapa pun.
Memasang senyum dan bersikap seolah semua baik-baik saja. Ia anak tertua di keluarga Park, Irene merasa hanya akan menjadi beban untuk keluarganya.
Perlahan rasa sakit itu tak lagi ia rasa. Obat itu sudah bekerja, namun itu hanya sesaat. Rasa sakit itu akan kembali hadir bahkan di saat Irene belum siap menghadapinya. Yang bisa gadis itu lakukan hanya pasrah.
Irene menatap jam dinding di kamarnya, pukul lima pagi. Ia tak akan bisa kembali tidur, gadis itu memilih beranjak lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
.
.
.
Suasana meja makan pagi ini tampak berbeda. Setelah pertengkaran hebat kemarin, Jung-nan memutuskan untuk pulang ke Australia. Keadaan tentu saja kembali menghangat setelah sebelumnya terasa mencekam karna kehadiran Jung-nan.
Pagi ini untuk pertama kalinya Yeri ikut serta dalam ritual sarapan. Biasanya Minyoung akan mengambilkan sarapan Yeri lalu membawanya ke kamar. Itu selalu ia lakukan karna tak ingin putri bungsunya menganggu anggota keluarga Park yang lain.
Sepertinya Minyoung memang belum sepenuhnya menyadari jika keluarga Park benar-benar sudah membaik. Jika saja tadi Jisoo tak meminta agar Yeri ikut sarapan bersama, mungkin Minyoung akan tetap mengantar sarapan Yeri ke kamar.
"Biar Unnie suapi eoh." ucap Jennie yang duduk tepat di sebelah Yeri. Gadis mandu itu terlihat mengambil alih sarapan sang adik.
Yeri tersenyum senang saat Jennie menyuapinya. Pikirannya tentang Jennie yang galak sungguh salah besar. Nyatanya beberapa waktu terakhir kakaknya itu selalu bersikap lembut padanya.
Sikap lembut Jennie tak lepas dari perhatian Minyoung dan Seojoon. Sepasang suami istri itu tampak begitu bahagia melihat kedekatan putri-putri mereka.
"Unnie..." panggil Yeri dengan mulut yang masih mengunyah makanan.
"Telan dulu Yerim-ah." ujar Lisa. Adiknya itu terlihat menggemaskan dengan mulut yang terisi penuh makanan.
"Gomawo Unnie."
Jennie menaikkan satu alisnya mendengar ucapan Yeri. Ia sudah selesai dengan kegiatan menyuapinya. Jennie mengambil satu gelas air putih lalu ia berikan pada Yeri.
"Yerim senang, Jennie Unnie sayang Yerim." ucap Yeri setelah meneguk air putih.
Kalimat sederhana, namun entah mengapa terdengar begitu mengharukan. Minyoung sangat tau jika dulu putri bungsunya begitu ingin dekat dengan ke empat kakaknya yang lain. Sayangnya dulu tak ada satu pun dari ke empat anak Seojoon yang peduli pada Yeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT
Hayran KurguSatu atap dengan saudari yang berbeda. Mereka hidup berdampingan, namun tidak dengan hati mereka yang saling menolak. Jisoo - Jennie - Rosè - Lisa - Irene - Yewon - Yeri # 1- kimjisoo 15-05-2022 # 1- parkchaeyoung 08-06-2022 # 1- umji 17-06-2022 # 1...