"Good morning."
Semua manik kecokelatan itu memandang lurus ke arah lelaki yang baru saja membungkuk kepada semua orang yang ditemuinya, kecuali satu orang di depannya. Dia melepas mantel yang dia pakai, sedikit merapikan rambutnya yang tampak berantakan. Setelahnya, dia berjalan masuk ke dalam sebuah area yang penuh dengan alat-alat rias dan dua stylist yang sudah siap mengatur wajah rupawan itu. Di belakangnya, terlihat Karina yang terlihat tidak senang dengan adegan ini. Dia memainkan kunci mobil dengan jari telunjuknya dengan gerakan memutar yang menghasilkan bunyi gemerincing dari besi yang bertubrukan.
"Jangan lihat aku begitu." Ujarnya. "Kewarasannya memang jatuh di jalan tadi."
Karina berjalan melewati kerumunan orang-orang yang berlalu-lalang menyiapkan segala sesuatunya. Dia pun harus menghindar sebelum menabrak kamera maupun lighting yang berat itu. Dia juga harus memperhatikan kakinya agar tidak tersandung ataupun terlilit kabel-kabel yang dipasang melewati lantai.
"Pemuda yang jatuh cinta memang terkadang melupakan realita."
"Sutradara Ji."
"Maaf. Aku tidak kuasa melihat berita pagi ini. Siapa yang menyangka, dia bisa berlagak seperti itu di depan pacarnya."
Karina hanya memijit keningnya yang tiba-tiba terasa tidak nyaman. Dia juga mengintip ke arah Haruto yang sudah siap dengan buku naskah yang ada di tangannya. Gara-gara kelakuannya yang seenaknya, pagi hari ini pun namanya terpampang menjadi headline di beberapa portal berita. Membuatnya harus berteriak karena agensi langsung memanggilnya di pagi buta.
"Dia terlalu mendalami perannya." Karina mendengus. "Terakhir kali dia main drama, dia jadi seperti kutu buku yang susah diajak komunikasi."
Wanita di pertengahan 20-an itu mengingat kembali Haruto yang berubah ketika sudah mendalami peran yang dia ambil untuk drama ataupun film. Saat ini pun, dia mengambil proyek untuk film romansa-komedi besutan rumah produksi papan atas. Tentu saja, Haruto mencoba yang terbaik untuk melakukannya. Bahkan, dia terlalu memerankannya dengan maksimal.
"Mungkin karena lawan mainnya adalah tipenya." Seseorang yang dipanggil 'Sutradara Ji' itu tengah menatap juga aktor cilik yang sudah beranjak dewasa itu sambil tertawa. "Yang Jungwon benar-benar tipenya."
Sutradara Ji berhenti dari tawanya ketika menyadari Karina yang menatapnya dengan canggung. "Aku tahu dia suka punya pacar. Apa yang salah dengan memilik tipe ideal?"
Lagi-lagi, Karina memberinya tatapan kurang nyaman, hingga membuatnya berdeham agak keras. "Sudah banyak yang dia lalui. Dia benar-benar tumbuh jadi aktor yang hebat. Terima kasih padamu juga, dia tidak kehilangan masa kecilnya."
Karina menangkap ada guratan sedih dan bangga di mata pria paruh baya itu. Bisa dibilang, karena bekerja bersama dengan ibu Haruto membuatnya lebih paham akan masa-masa itu.
"Aigoo. Apa dia akan merusak rambutnya lagi?" Sutradara Ji berdeham kembali sambil menjauh dengan kedua tangan yang bersembunyi di balik badan besarnya.
"Aku sudah menyuruhnya untuk merawat rambutnya. Tenang saja."
Karina berujar sambil tersenyum, dia tidak lagi melayangkan pandangan canggung. Sehingga Sutradara Ji juga bisa memberinya senyuman tulus.
~~~
Sebuah gedung besar yang dibangun di jantung kota Seoul ini terlihat begitu menantang. Bangunan menjulang lima belas lantai dengan nuansa industrial itu resmi membuka bangunan baru yang akan menjadi tempat untuk perusahaan akuisisinya, termasuk BLUE yang pindah pagi hari ini. Mereka mengenakan kartu tanda pegawai dengan lanyard charcoal khas JP Entertainment.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCREEN [Harukyu]
FanfictionWatanabe Haruto, salah seorang aktor senior yang terpaksa mengikuti keinginan agensi untuk menutupi skandal yang tengah terjadi. Hingga dia tidak menyangka bahwa hal tersebut melibatkan seorang idol yang sama sekali tidak dia kenal. Dengan adanya hu...