7. Zenosyne

170 41 5
                                    

          Menjadi manusia tidaklah mudah. Kita selalu dituntut untuk bisa. Salah satunya dituntut untuk bisa menerima keadaan walau seburuk apapun itu.

Kayyara pernah ada diposisi itu. Bahkan hampir setiap hari Kayyara merelakan kebahagiaan karena keadaan. Meskipun kenyataannya Kayyara tidak baik baik saja.

Disebuah kamar bernuansa putih. Dengan peralatan medis yang mengelilingi. Sekarang Kayyara kembali ditempat yang sangat gadis itu hindari.

"Dokter. Harusnya Dokter bawa Kayyara pulang aja" ucap Kayyara. Kepada sang Dokter yang kini tengah menyiapkan sarapan untuknya.

Dokter yang sama. Dalam semua kejadian yang pernah Kayyara terima. Termasuk saat Kayyara kecelakaan.

Dokter Fryan menghela nafasnya "Memang seharusnya dari awal kecelakaan kamu masih disini" jawabnya.

"Emang separah itu?" tanya Kayyara.

"Iya separah itu. Kalaupun kamu rasa itu belum cukup parah. Badan kamu yang selama ini sakit ditambah kecelakaan yang menimpa kamu. Dokter pikir kamu tahu jawabannya" jawab Dokter Fryan.

Mendengarnya membuat Kayyara diam "Dokter udah ijinin sekolah aku kan?"  tanyanya lagi.

Dokter Fryan yang tengah mengaduk segelas susu menganggukan kepalanya "Saya pura pura menjadi paman kamu. Saya juga menyuruh wali kelas kamu untuk tidak memberi tahu siapapun alasan kamu tidak sekolah. Termasuk orangtua kamu. Itu kan yang kamu mau?" 

Kayyara tertawa mendengar ucapan Dokter muda yang kini sudah berada disampingnya.

"Nanti aku bisa pulang kan?" Kayyara kembali bertanya. Gadis itu mendekatkan kepalanya menerima suapan dari sang Dokter.

Pertanyaan itu membuat Dokter Fryan jengah "Kayyara! Kamu selalu menanyakan itu setiap dirumah sakit"  ujarnya.

"Emangnya siapa yang mau terus terusan disini? Dokter juga nggak mau kan?"

"Saya kan Dokter"

"Ya maksudnya kalau jadi pasien"

"Alasan pasien lama berada dirumah sakit karena keadaannya. Seperti kamu! Keadaan kamu belum sepenuhnya pulih. Ditambah kejadian kemarin membuat kamu demam. Dasar gadis nakal!" sengit Dokter Fryan. Meskipun ia sambil menyuapi Kayyara. Namun mulutnya tak henti berbicara.

"Kalau nggak gitu. Nanti aku disini terus" balas Kayyara setelah mengunyah makanannya dan menelannya.

"Kira kira sampai berapa hari aku dirawat Dok?" tanyanya lagi.

Karena jengah. Dokter Fryan menghela nafasnya. Ia meletakan mangkok yang semula berisi makanan keatas nakas.

"Saya masih banyak pasien yang harus diurus. Saya nggak ada waktu buat jawab pertanyaan itu lagi" jawabnya sembari menyodorkan minuman kepada Kayyara.

Dokter Fryan berdiri. Ia menatap Kayyara yang tengah menghabiskan minumannya.

"Setelah ini jangan lupa minum susu nya" ucap Dokter Fryan sebelum akhirnya keluar dari kamar rawat yang Kayyara tempati.

Setelah pintu kamar rawat tertutup rapat. Kayyara terdiam sendirian. Sejujurnya ia sangat tidak menyukai rumah sakit. Kayyara juga membenci profesi Dokter. Tetapi keadaan selalu menuntutnya untuk bertemu dengan sesuatu yang tidak diharapkannya.

Tangan Kayyara terulur mengambil Ponsel nya yang berada diatas nakas. Ia menghidupkannya dan memandang miris wallpaper Ponselnya.

"Hari ini lo bebas El. Lo bisa ngelakuin apa aja tanpa gue penghalangnya" ucapnya sembari menatap Elbryan di Wallpaper Ponselnya.

ABSTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang