13. Nadir

130 27 9
                                    

             Malam ini begitu ramai. Bahkan hawa dingin seolah teredam oleh kebisingan dan cahaya dari kendaraan yang berlalu lalang. Besok hari libur, mungkin karena itu malam ini terasa lebih ramai dari sebelumnya.

Hatinya mulai terenyuh. Ia merasa kesepian ditengah tengah keramaian yang seakan melingkarinya. Bintang pun ikut meramaikan dengan bertabur dilangit yang gelap. Sangat indah, hanya saja keindahan itu bukanlah miliknya.

Kayyara menatap jalanan dibawahnya sembari tersenyum tipis. Gadis itu tengah memanjakan dirinya dengan angin malam yang menerpa wajah manisnya. Jalur layang khusus pejalan kaki begitu sepi. Namun dirinya begitu bersyukur karena bisa menikmati keindahan malam ini tanpa ada gangguan.

"Kangen Mama Papa" gumamnya. Tatapannya beralih kearah satu gedung tinggi yang tak jauh dari pandangannya. Itu gedung pusat perusahaan milik Papa nya.

Dengan hati yang berat. Kayyara berniat mengunjungi kantor milik Papa nya. Karena itulah yang paling dekat.

"Tapi apa Papa udah pulang dari perjalanan bisnis?" ia kembali bergumam. Harapannya seolah menipis menyadari bahwa ia jauh dari sang Papa. Hanya kantornya saja yang dekat.

Hembusan nafas keluar. Perlahan Kayyara mengangkat wajahnya. Daripada membuang waktu, ia lebih memilih pergi dari tempat awalnya.

Satu hal yang kini benar benar memenuhi hati dan pikirannya. Orangtuanya.

Surai panjang gadis itu melambai seiring dengan langkah cepatnya menuju jalan raya. Kayyara menyebrang jalan setelah lampu merah terlihat. Pandangannya hanya terarah pada bangunan yang kini tak jauh darinya. Hatinya sudah yakin untuk menemui Papa nya. Yang entah sudah kembali atau belum.

Ketika lampu merah menyala. Kayyara menyebrang jalan tanpa halangan. Namun satu hal yang tidak diperhatikannya. Diantara banyaknya kendaraan yang berhenti. Elbryan ada salah satu diantara mereka. Cowok itu menatap kearah Kayyara tanpa sengaja.

Kayyara yang tidak sadar diperhatikan hanya melanjutkan langkahnya. Matanya tak lepas dari gedung yang sudah berada dekat dipandangannya.

Langkah kakinya perlahan berubah menjadi lari kecil. Gadis itu berlari masuk kedalam perusahaan Papa nya. Ia tidak peduli dengan karyawan yang lembur. Mereka sudah mengenalnya sebagai Kayyara dengan image nya yang dingin.

Keadaan kantor terlihat sepi. Hanya ada beberapa karyawan dan OB yang lembur. Mereka menatap kearah Kayyara yang berjalan cepat. Namun apa peduli, ia hanya ingin bertemu Papa nya. Kayyara menuju ruang kerja Papa nya tanpa bertanya.

"Dulu gue sering kesini sama Kakak. Semoga ruangannya masih sama" gumamnya dengan langkah tergesa. Tangannya menggenggam erat strap slin bag yang ia pakai.

Terakhir kali dirinya menginjakan kakinya diperusahaan ini adalah ketika Kakaknya masih hidup. Itu artinya hampir tiga tahun lamanya ia tak kemari.

Ceklek....

Dengan nafas yang tergesa. Kayyara berhenti diambang pintu ruang kerja Papa nya yang bertuliskan Chief Executif Officer diatas nya.

Ruangan itu kosong. Mengundang perasaan kecewa dihati Kayyara. Mata gadis itu perlahan memerah karena. Namun tidak ada air mata yang keluar sedikitpun. Hanya tatapan kosong yang memandang dikursi kerja Papa nya. Tatapannya kemudian beralih kearah ruangan yang didominasi oleh kaca sehingga menampakkan pemandangan kota malam ini yang begitu ramai. Seramai pikira Kayyara.

"Kumpulkan laporan. Setelah itu bawa keruangan saya dan tata ulang jadwal karena besok saya ada kunjungan dibeberapa kantor cabang"

Suara itu. Suara yang tak asing untuk Kayyara. Gadis itu berbalik cepat. Tatapannya bertemu dengan mata tajam Papa nya. Pandangannya kemudian teralihkan kearah gelas kertas yang digenggaman Papa nya. Ternyata Papa nya baru saja membuat minuman.

ABSTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang