***
"Nate... Ayo jalan-jalan pagi!" ajak Violeta.
"Ayo."
Setelah keduanya sepakat untuk joging, Violeta langsung pamit ke kamarnya dan mengganti pakaian joging. Sementara Nate hanya mengambil celana pendek dan pakaian singlet. Nate tidak rutin joging pagi, tetapi karena Violeta mengajaknya maka ini akan menjadi momen yang patut dia ingat.
"Apa kamu tidak rindu keluargamu? Ini weekend, waktu yang tepat untuk liburan bersama keluarga."
Nate bertanya setelah keduanya berhasil lari-lari kecil keluar dari kamar kos mereka. Nate ingin tahu seperti apa hubungan Violeta dan keluarganya. Sejauh yang Nate lihat, Violeta cukup mampu secara finansial. Dia pasti sangat dekat dengan keluarganya.
"Minggu lalu aku baru bertemu mereka. Aku rasa minggu ini aku perlu waktu sendiri di kos."
Alasan lain Violeta karena ada Nate di kos, yang tidak pulang akhir pekan. Semua penghuni kos rata-rata pulang kampung. Nate akan sangat kesepian di dalam kosnya. Belum lagi, Violeta cemas Nate tidak makan karena tidak memiliki uang. Nate selalu tidak peduli akan pola makannya.
"Oh. Itu seperti kabar yang cukup bagus."
Nate mengangguk. Kapan dia bisa pulang kampung dan bertemu Nadya, adik yang ia sayangi sepenuh hati? Rasanya sudah begitu lama Nate tidak pulang kampung. Panggilan telepon pagi ini cukup menarik minat Nate untuk pulang kampung.
"Ya. Memang kabar baik. Bagaimana dengan kamu, Nate? Mengapa tidak pulang kampung?"
Violeta balik bertanya pada lelaki itu. Gerakan lari Violeta semakin lambat dan Nate tidak bisa terus sejajar dengan wanita itu dikarenakan tubuhnya yang tinggi dan kakinya yang panjang. Oleh karena itu, Nate mundur mendekati Violeta dan menggenggam tangannya. Beruntungnya Violeta tidak protes.
"Aku belum mau pulang kampung. Masih menunggu waktu yang tepat," kata Nate.
Entah sampai kapan waktu yang tepat itu datang menghampirinya. Nate tidak tahu sama sekali. Dia tidak akan pernah pulang kampung sampai ia memiliki cukup banyak uang.
"Benar."
Violeta mengatakan itu tanpa arti. Dia sama sekali tidak paham mengapa ia mengatakan kata benar tanpa konteks seperti itu. Dia hanya ingin mencairkan suasana di antara mereka. Violeta merasakan debaran jantungnya berdetak hebat karena Nate masih menggenggam kuat tangannya. Betapa romantisnya seorang lelaki menggenggam tangannya sambil joging bersama.
Keduanya sampai di sebuah lapangan sepak bola dekat kos mereka. Lapangan itu cukup luas dan ada beberapa orang ikut joging di sana. Violeta sudah menyerah berlari. Jadi ia menunggu Nate selesai joging dengan dua kali putaran lapangan.
Violeta menikmati bagaimana Nate menggerakkan kakinya menelusuri lapangan. Mengapa pria itu terlihat semakin hot hanya dengan joging saja? Lelaki itu memang menggairahkan. Violeta tidak bisa terus menatapnya.
Sembari beristirahat, Violeta melihat sekelilingnya dan menemukan sepasang keluarga kecil sedang berlari pagi. Violeta tersenyum ke arah keluarga kecil itu. Dia bisa melihat masa depannya seperti itu. Hanya saja, Violeta tidak tahu kapan ia akan menikah, dan dengan siapa ia akan menikah.
Masih menjadi misteri siapa sebenarnya jodoh Violeta. Dia masih perlu waktu memaafkan Victor. Mungkinkah rumah tangganya nanti akan bahagia bersama Victor? Violeta berharap perasaan terlukanya segera pulih dan melanjutkan hubungan cintanya bersama Victor. Dia berharap Nate juga melakukan hal yang sama.
Setelah tiga bulan berlalu, Violeta ingin Nate menemukan pasangan hidupnya. Seorang wanita yang bisa membuat lelaki itu tertawa setiap waktu, memperhatikan apakah Nate sudah makan atau belum. Wanita seperti itu sangat cocok untuk Nate.
"Hei. Sedang lihat apa?"
Nate bertanya sambil membanting bokongnya duduk di samping Violeta. Napasnya tersengal-sengal karena merasa lelah berlari keliling lapangan yang luas. Nate berbaring di rerumputan, mengamati wajah cantik natural milik Violeta.
"Keluarga itu bahagia ya, Nate. Aku ingin punya keluarga seperti itu suatu hari."
Tak ada maksud apapun di dalam benak Violeta. Dia hanya ingin Nate melihat apa yang membuatnya senang. Menanyakan apakah Nate juga mendambakan keluarga bahagia di masa depan?
"Ya. Mereka bahagia," jawab Nate ala kadarnya.
Nate menatap langit pagi sembari mengembuskan napas. Lalu dalam sedetik menoleh lagi ke Violeta. Tampaknya Violeta sangat menyukai keluarga itu.
"Apa kau ingin punya anak, Violeta?" tanya Nate.
"Anak?" Violeta bertanya bingung.
Nate bangun dan memegang tangan Violeta. Pria itu pun berbisik, "Kalau kau ingin hamil dan memiliki anak. Katakan saja padaku. Aku memiliki senjata yang bisa membuatmu hamil dalam hitungan hari."
Godaan sensual Nate membuat Violeta memelotot, lalu tertawa di saat bersamaan. Dia memukul dada Nate perlahan karena sudah berani menanyakan hal seperti itu kepadanya.
"Nate!" teriak Violeta dan Nate hanya cekikikan. Sesekali mengaduh karena merasakan sakit dari pukulan Violeta.
Nate senang melihat Violeta tertawa hari ini. Cukup menenangkan hati Nate. Dia masih ingat terakhir kali Violeta menangis tidak bisa tidur dan ingin dipeluk. Melihat Violeta menyunggingkan senyuman membuat Nate lega.
"Aku serius, Violeta. Jika kau benar-benar ingin hamil. Katakan saja," ulang Nate.
Violeta bergidik ngeri. "Kamu benar-benar mesum, Nate! Seharusnya kamu menikah saja. Kamu sudah butuh pendamping hidup sepertinya," komentar Violeta.
"Aku susah menemukan jodoh. Apa kamu mau menjadi pendampingku?" tanya Nate dengan gurauan.
Violeta sejenak terbuai akan tawaran itu. Namun, dalam hitungan detik ia sadar kalau Nate hanya bercanda. Sejak awal hubungan mereka tidak spesial. Hubungan mereka hanyalah sebatas hukuman tiga bulan yang nikmat.
"Aku punya Victor! Aku tidak akan memilih lelaki mana pun kecuali dia. Victor adalah belahan jiwaku."
Nate tertawa hampa. Mengapa harus Victor? Nate tidak menyangka ia harus bersaing dengan berengsek tak berguna seperti Victor. Bagi Nate, pria itu tidak pantas mendapatkan Violeta yang baik. Seharusnya tukang selingkuh menikah dengan tukang selingkuh.
"Ya."
Nate kembali membaringkan tubuhnya di rerumputan. Tanpa kata ia menarik tubuh Violeta untuk ikut berbaring di sampingnya. Violeta melirik lelaki itu sebentar lalu memutuskan berbaring di sampingnya. Rasanya berbeda memandangi langit sambil berbaring.
"Anginnya nikmat," bisik Nate.
Lelaki itu memutar kepalanya ke kiri, sampai ia bisa melihat senyuman manis milik Violeta. Wanita itu sepertinya merasakan apa yang dirasakan oleh Nate.
"Ya. Anginnya memang nikmat."
Violeta membenarkan. Mereka berdua menatap ke arah langit. Nate me.dadak memikirkan untuk memegang tangan Violeta. Dia harus memiliki momen indah setiap kali bersama wanita itu. Nate sudah menanamkan hal itu di dalam pikirannya. Jadi, ia tidak akan menyia-nyiakan waktu bersama Violeta.
Waktu bersama Violeta seperti sebuah petualangan indah yang tidak bisa disia-siakan oleh Nate. Inikah kesempatan yang tidak bisa datang dua kali. Nate telah berubah semakin banyak seiring ia mengenal sosok Violeta. Sosok yang berlaku seperti bendera yang menerangi jalan Nate di tengah kegelapan malam.
Jangan lupa vote!
Instagram: Sastrabisu
Facebook: Erwing Birman
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Pria Dingin
General FictionNate hanyalah pria kesepian. Lelaki dingin yang tidak pernah dekat dengan siapapun. Namun malam itu, gairah mengubah hidupnya secara perlahan-lahan. Nate mengikuti nafsunya dan bercinta dengan atasannya, Violeta. Violeta sendiri memiliki hubungan y...