Terkadang, ada beberapa yang harus dilepas demi menggenggam yang lainnya
°°°
Di tepi lapangan indoor, tribun kecil paling atas. Mereka menyelonjorkan kakinya seraya menatap lurus yang ada di bawah. Menikmati teriakan yang menggaung, juga orang-orang yang berlari untuk memasukkan bola ke gawang disaksikannya seketika.
Sudah banyak balon obrolan yang diterbangkan ke udara lepas. Perdebatan kecil antara Galih dan Rey lebih banyak disimak Agler. Diskusi pagi jelang siang itu ternyata membawa mereka untuk sampai pada mosi sekarang.
"Emangnya kalau kalian dikasih pilihan, mau pilih yang mana?"
"Pilihan apa, bangke?!" Rey melempari Galih dengan gulungan kertas kecilnya. "Mana pilihannya?"
"Ya, itu. Hubungan singkat atau friendzone?"
Agler yang tengah menyantap setusuk cimol, menyahut dengan mulut penuh. "Gue sih mending friendzone."
"Kenapa?"
"Karena gue gak mau kehilangan dengan sia-sia."
"Sebelah tangan aja blagu lu."
Baru saja hendak memasukkan sesuap cimol yang lain, Rey sengaja menyenggol tangan Agler hingga cimol tersebut jatuh menggelinding. "Sialan! Kampret! Cimol gue, kunyuk!" Pekik Agler tak rela.
"Mampus!"
"Sayang, lo. Kasian mang Alek udah bikin susah-susah malah dibuang." Protes Agler menyayangkan makanan favoritnya terbuang begitu saja.
"Cimol apa friendzone?"
Agler diam, tanpa sadar dia menautkan kedua alisnya, menatap Galih dengan tatapan memelas. "Ya, lu mikir lah. Masuk akal dikit kek kalau nanya."
"Cupu, lo. Dikasih pertanyaan gitu aja kagak bisa ja-wab."
Karena tidak terima, Agler langsung memasukkan sebutir cimol ke dalam mulut Galih yang sedang mangap. Sengaja dia lakukan agar Galih berhenti berceloteh tidak jelas. Kemudian tanpa merasa bersalah, Galih berseru mengucap, "makasih."
"Sama-sama." Jawab Agler santai.
Tanpa membiarkan hening membungkus lebih banyak kata-kata, Rey akhirnya bangkit. Dia duduk melipat kakinya di atas kursi, berlaga hendak menasehati dua temannya.
"Menurut gue mending hubungan singkat sih."
Galih mendelik setengah mengejek. "Gak ada yang nanya lo."
Akibat kalimat seenak jidatnya, Galih mendapat tendangan tidak kena sebab dia lebih dulu menghindar. Tampang menjengkelkan juga tidak bisa lepas dari anak itu. Tapi tak lama, Rey meminta dia kembali untuk duduk di dekatnya.
"Dengerin dulu gue mau ngomong!"
"Iya, kenapa kenapa?"
Menarik napas dalam-dalam, Rey lantas berkata. "Cewek gak suka sama hubungan yang gak jelas."
"Gue juga." Potong Galih cepat. "Tapi gue cowok."
"Hubungannya sama cowok apa, nyet?"
Galih berdecak heran. Masih tidak mengerti juga Agler dengan ucapannya. Bersamaan dengan beranjaknya seseorang yang lain dari ujung tribun berbeda, Galih menoyor kepala Agler tanpa dosa.
"Teing ah, lemot lo."
"Eh, lihat! Lihat!" Tangan Rey mendadak tremor menepuk-nepuk bahu mana saja yang mudah diraih. Meski hanya Galih yang dapat dia sentuh, tapi Agler juga menoleh mengikuti arah pandangnya. Pada Gadis berambut terurai yang sepertinya akan melewat di depan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alinea
Teen FictionKata orang, Alinea punya segalanya. Dia cantik, pandai bermain musik, juga dikelilingi orang-orang yang mencintainya. Mulanya mungkin begitu. Hingga Alin terbangun dari mimpi buruknya yang panjang. Dan dia kehilangan semuanya. °°° Tidak perlu panjan...