"Beberapa orang menggunakan rasa sakit mereka sebagai alasan untuk menyakiti orang lain."
- Rolland Merullo
°°°
"Hai, Alin. Long time no see. Lo ternyata sampai lebih cepat dari yang gue kira."
Alin mencelos. Ketika sosok itu semakin mendekat, semakin Alin dapat mengenal jelas. Tapi dia tak mampu membalas tatap mirisnya. Tatap yang seolah bukan milik pemakainya. Karena Alin mengenal orang itu, tapi dia tidak mengenal sorot matanya. Orang itu, seperti bukan Disa yang dia kenal.
Lalu ketika pintu di belakangnya tiba-tiba ditutup secara paksa, dan dia ditahan untuk tidak pergi, Alin tahu itu bukan sesuatu yang baik.
"Dis, kenapa lo di sini?"
Iya, Disa mantannya Galih.
"Ini, kan, yang lo cari?" Ditangannya ada ponsel yang dia tahu milik siapa.
Alin mundur, tanpa disadari tubuhnya menabrak dada bidang milik seseorang. Yang baru dia sadari juga, ada orang lain selain mereka berdua. Dito, berdiri tepat di belakangnya, dengan aroma nikotin yang sangat asing buat Alin.
"Kenapa lo kayak gini?" Ada getar dalam suaranya. Tangannya mengepal kuat. Susah payah Alin berusaha meneguk salivanya.
Disa maju beberapa langkah, hanya menyisakan sedikit jarak menuju ujung sepatu Alin. Matanya memincing tajam, memasukkan ponsel di genggaman ke dalam sakunya.
"Sejauh ini, cuma itu yang mau lo tanyain?"
Alin terpaku.
"Miris." Katanya sarkas. "Harusnya gue yang tanya lo." Dia menunjuk dada Alin. "Kenapa lo bisa punya segalanya? Tanya kenapa lo selalu beruntung dalam segala hal, sedangkan gue nggak? Lo ambil Galih, lo bisa dapetin semua yang gue mau, sampe bokap gue juga lo ambil!"
Seiring dengan tubuh Disa yang semakin mendekat, Alin mundur perlahan. Dada bidang milik Dito tadi ternyata sudah pergi. Cowok itu menjauh dari Alin dan adik kembarnya, memilih menenggelamkan diri bersama kepulan asap dari rokok yang dia hisap.
"Keluarga gue hancur gara-gara nyokap jal*ng lo bangsat!"
Saat itu final. Disa lepas kendali. Dia mendorong kuat tubuh Alin hingga gadis itu tersungkur ke atas lantai.
Sikutnya berdenyut ngilu. Alin mengatur napasnya yang menderu. Menjaga kontrol dirinya agar tidak ikut terbawa emosi. Padahal Alin juga ingin marah.
"Disa, lo salah paham, lo harus dengerin gue dulu. Nyokap gue gak sebrengsek yang lo kira-"
Plak.
"Bacot! Gak ada yang nyuruh lo ngomong!" Disa sudah berjongkok satu kaki menyamakan tingginya dengan Alin. Cewek itu ternyata belum cukup puas setelah menampar Alin satu kali. "Di saat nyokap gue kesakitan," ada penekanan pada nadanya. "Di saat dia butuh kehadiran bokap," kali ini tangannya mencekal rambut tebal Alin di atas kepala. "Suaminya malah asik nidurin cewek lain." Semakin menggila, beberapa helai rambut Alin mungkin terlepas dari akarnya. "Cewek yang kecentilan, yang berani ngerebut suami orang. Lo tahu cewek itu siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alinea
Dla nastolatkówKata orang, Alinea punya segalanya. Dia cantik, pandai bermain musik, juga dikelilingi orang-orang yang mencintainya. Mulanya mungkin begitu. Hingga Alin terbangun dari mimpi buruknya yang panjang. Dan dia kehilangan semuanya. °°° Tidak perlu panjan...