32 | Takdir yang selalu menang

32 3 0
                                    

'Takdir adalah pemegang kehidupan'

°°°

"Nyokapnya lagi nyari."

Begitu kira-kira yang Agler katakan melalui sambungan suara kepada Rey. Meski sempat marah-marah karena ditelepon pagi buta, kantuknya mendadak hilang berkat kabar tidak baik diperdengarkan Agler, bahwa 'Alin hilang'.

"Agler.."

Cepat-cepat dia bangkit kala Yasmin keluar dengan tergesa-gesa. Di tangannya sudah ada beberapa barang yang baru saja ditemukan di kamar Alin.

"Dia gak ada. Hpnya juga gak aktif. Tapi Tante nemu ini di kamarnya."

"Ini apa, tan?" Benda kotak berisi abu bekas pembakaran itu berada di tangan Agler. Sama-sama tidak mengerti, Yasmin menggeleng gelisah.

"Tante juga gak tahu." Juga sebotol pil penenang di genggamannya. "Tapi, kamu tahu Alin kenapa?"

"Dia diancam, tan."

Yasmin menutup mulutnya tidak percaya. "Diancam apa? Sama siapa?"

Agler menggeleng.

"Sejak kapan?"

"Kalau lebih tepatnya aku gak tahu, tapi akhir-akhir ini, banyak yang terjadi."

Matanya sudah terlalu banyak berbicara, bahwa Yasmin merasa bersalah. Satu tetes saja sudah cukup menyakitkan. "Kenapa dia sembunyikan.."

Yang bisa Agler lakukan hanyalah mengusap punggung Yasmin. Dia juga tidak bisa berbuat banyak. Sampai suara mesin motor mengalihkan perhatiannya. Lalu seseorang turun dan melenggang terburu-buru.

Rey menghampiri Agler dengan amarah yang memuncak. Ketika tidak ada lagi jarak yang terbentang antara keduanya, baku hantam Rey dan Agler tidak bisa dielakkan lagi. Dengan tinjuan Rey sebagai pembukanya.

"Gue bilang jagain dia, bangs*t." Rey mencekal ujung kaos bagian dada Agler. Sedikit mengangkatnya supaya tekanan marahnya berhasil mengenai target. "Kenapa biarin dia pergi sendirian?!"

"Hey, ada apa ini?" Yasmin masih kelimpungan. Hendak berusaha melerai ketika satu orang lagi datang bersama motornya. Raga datang di waktu yang sangat tepat.

"Woy, stop!" Raga yang menyusul dari belakang, menarik tubuh Rey untuk menjauh dari lawannya.

Agler masih tetap tenang, meski tahu keadaanya seperti apa. Jauh dalam dirinya, dia juga merasa bersalah.

"Gara-gara lo, anjing! Dia pergi ke mana? Ketemu siapa?!"

"Rey!" Sentak Raga lagi dan tidak disahuti apapun oleh si pemilik nama.

Sedangkan Agler masih diam.

"Alin dijebak! Dia dalam bahaya sekarang!" Lagi, kepalan tangannya Rey layangkan tepat mengenai wajah Agler. Membekaskan luka lebam di pipi milik pemuda itu. Tidak berhenti di sana, tendangan juga dia daratkan pada tubuh pasrah Agler. Dan anehnya, Agler tidak melakukan perlawanan apapun. Karena dia tahu dia salah.

Raga bukan orang yang sabar. Dia sudah berusaha menahan Rey baik-baik. Tapi kali ini, dia jadi jengkel. Dia pikir, satu tinjuan untuk menyadarkan anak itu sudah cukup.

"Kontrol emosi lo!" Bentak Raga pada Rey yang kini jatuh tersungkur, memegangi tulang rahangnya yang sedikit ngilu.

Sedangkan Agler dibantu berdiri oleh Yasmin yang kelimpungan menetralkan keadaan.

AlineaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang