16 | I'm (not) fine

21 2 0
                                    

Tidak ada yang memberitahuku kalau dewasa akan semenyakitkan ini

°°°

Matanya menyipit kala sinar matahari masuk lewat celah dedaunan. Kakinya melangkah pelan ke arah barat, tenang, karena yang dituju akan dipijaki sebentar lagi. Sore itu, gang kecil menuju rumah kakaknya Abel tampak sepi. Hanya ada mereka berdua, dengan percakapannya yang lesu.

"Kayaknya pemikiran gue selama ini bener, ya?" Alin menaikkan sebelah alisnya, disertai tatapan menyelidik. Sementara yang ditatap masih tak mengalihkan perhatiannya. "Manusia emang berubah seiring berjalannya waktu."

"Apaan sih, Bel, kalimat lo."

Kakinya masih berjalan memijak tanah yang sama. Seirama, dengan tujuan yang sama. Tapi Alin sedikit memelankan lajunya demi menatap Abel dengan raut heran.

"Gue lagi ngomongin kak Raga." Dari awal Alin sudah menduga. Hanya nama itu yang ada di pikiran Abel. Gara-gara Galih yang tiba-tiba hilang dan membolos selama dua hari, Raga malah ikut-ikutan tidak ada kabar.

"Kenapa emangnya?"

"Dia jadi kayak dulu lagi." Abel berusaha mengikat rambut lebat sebahunya, sembari meneruskan argumen. "Chat gue dari kemarin gak dibales, terus malem tadi dia tiba-tiba marahin gue. Gue gak ngerti salahnya di mana."

Kalimat Abel adalah yang ingin Alin katakan juga. Sudah cukup lama, mereka tak saling temu. Tidak ada kabar. Rey dan Agler memang bisa dia temui, tapi tak bisa Alin tanyai. Seakan kabar cowok menjengkelkan itu menjadi sangat mahal.

"Kalau Galih gimana?"

"Gue juga gak tahu."

Setelah itu selesai. Jawab Alin yang menjadi akhir dari segala tanya. Lantas mereka meluruskan pandangan, memilih berfokus pada jalanan. Dengan pikiran masing-masing, mempersilahkan hening untuk berada di antara keduanya. Terus begitu, sampai suara ponsel Abel berhasil memecahkannya.

"Hp lo bunyi tuh!" Abel merogoh saku, menatap layar ponselnya sesaat kemudian tak acuh. Dia pikir tak ada yang perlu dibicarakan. Adik laki-lakinya itu memang hobi mengganggu.

"Bodo, ah. Bocah nelpon."

"Abis diapain lagi ade lo? Perasaan baru kemaren lo putusin pacarnya."

"Gak gue apa-apain."

"Itu juga yang lo bilang sebelum besoknya lo cerita kalau kalian berantem." Tebakan Alin hanya dibalas cengiran oleh Abel.

"Eh, lo udah lihat postingan baru di Bi-teable?" Tanya Abel tiba-tiba. Out of topic, but she got it.

Alin menggeleng. "Kenapa emangnya?"

"Gea, si preman itu lagi rame diomongin. Dia kena skandal lagi. Pembullyan sampe korbannya masuk RS." Bisiknya. "Udah gak aneh sih."

Alin diam.

"Dia gak ngapa-ngapain lo kan setelah kejadian di gudang?" Tanyanya yang disahut oleh gelengan. "Bagus deh. Pokoknya lo jangan pernah cari masalah lagi sama dia kalau lo gak mau jadi mangsanya."

Tangannya dia gunakan untuk membuka gerbang yang tidak dikunci. Matanya langsung berfokus pada Pajero merah yang terparkir di sana. Abel yang lebih dulu menyadarinya. Detaknya jadi tak karuan karena tahu siapa pemilik mobil tersebut. Tapi takut-takut juga dia tetap melenggang menuju ambang pintu yang terbuka.

"Bukan bokap lo, kan?"

Abel tidak menjawab apa-apa setelah menatapnya ragu. Hanya harap-harap tak pasti yang gadis itu langitkan sebanyak-banyaknya. Meski kini harap itu tak lagi mempunyai arti apa-apa, saat seorang pria berkemeja putih keluar dari dalam sana.

AlineaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang