25.Gera, Fiona, dan kalung

394 18 9
                                    

Budayakan vote sebelum atau sesudah membaca!

Happy reading...

°

°

"Mau ke mana lagi kita?" Tanyaku setelah duduk manis di samping Gera yang sudah siap tancap gas. Gera melirikku, lalu mulai melajukan mobilnya.

"Belanja."

Aku menautkan kedua alisku, memandangnya penuh tanya. Gera bilang belanja, maksudnya Gera mau shopping?

"Maksud kamu shopping?"

"Belanja bulanan, kalau kamu mau shopping sekalian aja." Balasnya kali ini tanpa melirikku sedikitpun.

Aku menggeleng cepat. Lagian kalau belanja pun aku gak ada cuan, yakali bayar pakai senyuman yang ada entar disangka gak waras.

"Tenang aja, saya bayarin kok. Uang saya gak bakalan habis kalau cuma bayarin belanjaan kamu."

"Shombong amat." Aku memutar bola mata jengah yang ditanggapi kekehan pelan khas Gera. Aku meliriknya heran. Tentu saja, akhir-akhir ini aku merasa Gera agak berubah. Bukan berubah kayak bunglon maksud aku tuh tapi sikapnya yang terlihat lebih peduli.

Gera melirikku sesaat lalu kembali fokus ke jalanan. "Memang benar kan? Beruntung lho kamu punya suami kaya raya yang baik hati kayak saya. Saya gak bakal perhitungan kalau soal uang."

Mengehela napas, aku mengalihkan pandangan dari suami tersombong di muka bumi ini. "Iyain deh biar situ seneng."

Selesai membeli kebutuhan dapur, berupa sayur dan teman-temannya Gera mengajakku entah ke mana. Aku hanya diam tanpa banyak komentar di belakangnya, takut seperti kejadian sebelum-sebelumnya pas nanya malah jawabnya nanti juga tahu sendiri. Kan wedan.

Dugh..

"Auhhh, Geraaa.. Bisa gak sih kalau mau berhenti tuh bilang dulu, jadi nabrak kan aku. Mana punggung kamu kayak batu lagi~ups." Aku membekap mulutku, keceplosan yang menyusahkan. Di depanku, Gera udah balik badan menatapku jengah.

"Salah sendiri jalan tapi matanya ke mana-mana. Tadikan saya juga udah nyaranin kamu buat jalan di sebelah saya. Ayo."

Hap

Tanpa diprediksi Gera main menggandeng tanganku, menyeretku yang setengah syok untuk mengikuti langkah lebarnya. Gera melepas genggaman tangannya di sebuah toko perhiasan. Aku juga heran kenapa Gera membawaku ke tempat ini.

"Permisi mba." Panggil Gera ke si mba penjaga toko perhiasannya. Aku masih diam, antara masih sedikit syok dengan kelakuan ajaib Gera dan juga linglung kenapa lelaki angkuh ini berubah lebih manis dari biasanya.

"Iya mas, ada yang bisa saya bantu?" Perempuan bername tag Sesyl itu tersenyum genit pada Gera. Ya, parasnya memang cantik, cantik banget malah, tapi minusnya tuh terlalu ganjen sama costumer.

Aku memutar bola mata jengah mendengarkan percakapan keduanya. Sampai-sampai aku tidak tahu apa yang ingin Gera pesan.

Sesyl mengangguk anggun lalu beralih ke etalase di sisi lain. Yeah, mungkin mengambilkan pesanan suamiku ini. Jiah suami, eouh.

Sesyl kembali dengan membawa tiga buah kalung yang diletakan di hadapan Gera. Ketiga kalung itu terlihat indah, harganya pun pasti tak kalah in-da-h. Sayang duit Ger sayang duit. Gak tahu apa kalau cari uang tuh susah, yeah dimaklum Gera kan kaya sejak lahir, Gera mana paham susahnya nyari uang.

"Bisa cepetan gak GER-ah nih." Celetuk ku sambil pura-pura kegerahan, padahal aslinya adem pol. Jelaslah Acenya ada di setiap sudut ruangan, tapi entah kenapa diri ini merasa panas aja gitu. Mungkin efek pedasnya bakso tadi baru kerasa sekarang.

Headmaster is my HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang