Boleh minta absennya?
Sampe sini masih ada yg nungguin kelanjutan lapak ini engga sih wkwkHappy reading📓
°
•
°
•Begitu pintu balkon dibuka angin malam berhembus menerpa permukaan kulit wajahku. Ahh dinginnya, tapi aku menyukainya. Setidaknya beban dalam benakku sedikit memudar. Jika harus berkata jujur, aku sebenarnya lelah, aku capek berada diposisi sekarang. Tapi yeah, mau bagaimana lagi? Ini hidupku dan.... Takdirku. Mau atau tidak aku tetap harus menjalaninya bukan?
Ngomong-ngomong, aku merindukan keluargaku terutama adikku yang rese itu, aku rindu bertengkar dengannya haha.
Dan....
Ada satu orang lagi yang begitu ku rindukan, Endrico. Entah bagaimana kabar kekasihku itu? Sudah hampir satu minggu kita tidak saling bertukar kabar. Udah aku spam chat, tapi enggak kunjung dibalas.
Mungkin sibuk. Positif thinking ajalah ya.
Hari kelulusan itu sudah di depan mata. Tersisa satu pekan lagi penantian dan perjuanganku selama tiga tahun akan terbayar. Ku harap pada hari itu Koko bisa hadir. Tapi, mana mungkin dia hadir kabar pun hilang tanpa alasan.
"Apa Koko bertemu perempuan cantik yang berhasil merebut hatinya dariku?" Ungkapan itu ke luar begitu saja dari mulutku.
"Astaga.... Bagaimana jika itu benar? La-lalu aku...."
"TIDAK. Itu tak mungkin terjadi. Koko bilang tidak ada gadis lain selain aku yang bisa membuatnya melabuhkan hatinya. Ya, aku ingat betul Koko mengatakan itu padaku satu tahun yang lalu." Gumamku sambil menggigiti kuku-kuku tangan tanpa disadari, kebiasaan buruk.
Ceklek....
"Apa kamu budeg?"
Pintu terbuka diiringi cibiran tak mengenakan menyapa kedua telingaku. Heh? Sopan sekali manusia tua satu itu memasuki kamar seorang gadis tanpa ketuk pintu terlebih dulu.
"Gak bisa apa ketuk pintu dulu?" Todongku sambil berkacak pinggang layaknya ibu-ibu rempong yang akan memarahi anaknya yang berbuat hal nakal.
Gera mendengus kasar, "Sudah saya lakukan. Dan kamu tidak menyahut sama sekali. Saya pikir kamu jatuh pingsan makanya saya masuk, CK."
Gera melengos memasuki kamar Fiona dan mendudukkan dirinya di atas kasur dengan satu kaki yang disilangkan.
Angkuh.
Kesal? Tentu saja aku kesal. Semakin ke sini, pria satu ini makin berbuat semaunya.
"Oke, lalu untuk apa kamu ke sini?"
Bukan menjawab Gera malah memandangiku intens. Oh ayolah, aku sedang tidak mood untuk bercanda.
"Mengunjungi istriku, tentu saja." Dengan santainya Gera berbaring di atas ranjang ku. Kedua tangannya dia jadikan penyangga kepala. Matanya pun terpejam dengan senandungan kecil dari mulutnya.
"Sejak kapan?"
"Maksudnya?" Gera tetap menutup matanya.
"Sejak kapan kamu mengakui aku sebagai istrimu? Dan ya, sejak kapan pula tingkah kamu selancang ini? Gera yang aku kenal tidak begini."
Heran saja dalam sepekan tingkahnya berubah drastis, dari yang awalnya cuek jadi sedikit usil. Gera jadi hobi sekali menggangguku.
Dia tidak kemasukan jin penunggu sekolah kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Headmaster is my HUSBAND
RomanceStory ke-3📓 Awalnya kehidupan Fiona sama seperti remaja pada umumnya, bersekolah, menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya tanpa harus memikirkan beban apapun, dan melakukan kegiatan lainnya tanpa harus membatasi waktu. Namun, semuanya berubah...