Chapter 5

173 9 0
                                    

Sepanjang perjalanan menuju flat tempat tinggalnya, Isabelle lebih memilih diam di dalam mobil yang dikendarai Luke. Benar-benar hening selama perjalanan, tidak ada alunan musik atau suara radio yang diputarnya. Jujur Isabelle tidak menyukai suasana penuh kecanggungan seperti ini. Masih belum lekang dari ingatan bagaimana tadi mereka jadi pusat perhatian di rumah sakit, saat Luke menarik tangan dan menyeretnya menuju parkiran. Tatapan penasaran itu tertuju pada Isabelle dari ujung kaki hingga kepala, karena mereka tidak pernah melihat Luke dengan wanita manapun.

Sesekali dia melirik ke arah Luke yang fokus mengendarai mobil blue metalic miliknya. Mata lelaki itu benar-benar fokus menatap jalan tanpa menghiraukan kehadiran Isabelle di sisinya.
 
“Kau bisa buta jika terus melihatku,” ucapnya datar tanpa mempedulikan wajah syok Isabelle. Rupanya lelaki ini menyadari tatapannya tanpa berkedip. 

“Aku tidak melihatmu, aku sedang melihat jalan,” sanggahnya pada ucapan Luke.

“Ck,” Luke berdecak dan kembali fokus pada jalan dan entah mengapa rasanya waktu berjalan lamban.

Mobil mewah itu memasuki pinggiran Kota Manhattan, untuk pertama kalinya berada di tempat seperti ini. Dia tidak pernah tahu bahwa ada tempat kumuh di kota metropolitan sekelas Manhattan. Dan yang lebih membuat terkejut adalah Isabelle tinggal di lingkungan seperti ini, bukankah dia memiliki adik dengan kelainan jantung? Lingkungan ini sungguh tidak sehat untuk adik dari perempuan itu.

“Di mana?” tanya Luke masih mengendarai mobilnya menyusuri jalan yang cukup sempit.

“Huh?” Isabelle memalingkan wajahnya melihat Luke, karena tidak mengerti dengan maksud lelaki itu.

“Tempat tinggalmu, Nona,” Luke menekankan setiap kata yang dia ucapkan.

“Turun di sini saja, flat-ku ada di depan sana,” tunjuknya pada sebuah gedung flat yang tidak bisa dikatakan kumuh, tetapi juga tidak mewah. Sangat sederhana menurutnya namun sangat tidak tepat sekali bagi Luke.

Luke menghentikan mobilnya tepat di depan gedung flat yang tadi ditunjuk Isabelle, memperhatikan lingkungan itu dengan seksama. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya dan ini tidak benar. Isabelle segera turun dari mobil Luke setelah mengucapkan terima kasih dan mengabaikan lelaki yang hanya menatapnya kosong. Sungguh Isabelle tidak mengerti dengan cara berpikir pengusaha sekelas Luke Jacob.

Isabelle telah jauh berjalan meninggalkan mobil Luke, namun mata lelaki itu masih menatap ke arah gadis yang menurutnya aneh. Tangannya menjangkau tas di kursi penumpang, lalu dia segera keluar dari mobil dan berjalan menyusul Isabelle yang telah menghilang di depan gedung. Dengan langkah lebar dia berhasil berada tepat di belakang Isabelle dan membuatnya semakin heran.

“Untuk apa Anda di sini?” tanya Isabelle ketika langkah mereka telah sama.

“Memeriksa pasien,” jawabnya datar membuat Isabelle mengerutkan kening. Bukankah tadi dia bilang ini kali pertama datang ke daerah tempat tinggalnya.

“Pasien?”

“Ya.”

“Di mana?”

“Kau bodoh!”

“Apa Anda bilang? Jangan karena Anda kaya bisa mengatai orang sembarangan! Asal Anda tahu saja ya Tuan Luke Jacob yang terhormat. Saya ini peraih nilai tertinggi di Fakultas dan itu artinya saya tidak sebodoh yang Anda katakan!” sentak Isabelle tidak terima dirinya dikatai bodoh oleh orang yang baru mengenalnya. Tangannya menahan tubuh besar Luke di tembok depan flat miliknya, membuat lelaki itu membulatkan mata tidak percaya. Selama ini tidak ada seorang pun perempuan yang tidak bersikap manis padanya, tidak peduli seberapa dingin dan datarnya lelaki itu.

Clek...

Suara pintu dibuka dari dalam, artinya Fabien mendengar keributan yang terjadi di luar flat mereka. Adik laki-laki Isabelle memang sangat jarang keluar rumah, karena menurut mereka di sinilah tempat paling aman untuk bersembunyi. Bersembunyi dari kejaran orang-orang yang mereka tidak tahu apakah itu kawan atau lawan, Karena tewasnya kedua orang tua mereka.

“Kak Belle...”

“Bien, masuk!” perintah Isabelle dengan nada kagetnya melihat adiknya itu keluar dan menampakkan diri pada lelaki yang baru saja mengatainya bodoh.

“Hai, kau adiknya?” tanya Luke tidak peduli pada Isabelle dan segera berjalan ke arah Fabien yang sedang berdiri di ambang pintu. Anak laki-laki berusia empat belas tahun itu hanya mengangguk sebagai jawaban.

“Bien, dengar Kakak bilang apa? Di sini sangat bahaya jika sampai ada yang melihat kita,” ucapnya mendorong tubuh Fabien dari belakang untuk segera memasuki flat, diikuti oleh Luke yang langsung masuk tanpa izin.

“Kalian tinggal di tempat seperti ini?” suara Luke mengagetkan Isabelle yang tidak sadar jika lelaki itu ikut masuk bersama mereka.

“Siapa yang mengizinkan Anda masuk, Tuan?” tanyanya sedikit kesal.

“Tidak ada,” jawab Luke santai memasukkan tangan kanan ke dalam saku celana dan tangan kiri masih memegang tas dokter miliknya.

“Lalu kenapa Anda masuk?” tanya Isabelle sengit membuat Fabien bingung, karena Kakaknya tidak pernah bersikap seperti itu pada orang lain.

“Karena aku ingin,” ucapnya apatis pada sikap Isabelle yang sudah seperti ingin berkelahi.
“Ya Tuhan!!! Ternyata Anda tidak lebih dari seorang pengusaha gila!” pekiknya membuat Fabien menutup telinga, karena dia tidak ingin pendengaran dan juga jantungnya terganggu karena suara kakaknya.

Fabien meringis ngeri karena suara Isabelle tetap berhasil masuk ke dalam telinganya, sesekali dia melirik Luke yang tampak baik-baik saja dengan pekikkan kakaknya. Luke hanya tersenyum meremehkan sembari membelai kedua telinganya dengan tangan kanan yang sudah dia bebaskan dari saku. Benar-benar Isabelle menjadi sangat aneh hari ini.

Hariku benar-benar sial! Bertemu dengan pria tua yang entah siapa, diseret paksa oleh orang di depan umum dan sekarang dia menerobos masuk ke flat kami. Aku membencinnya! Ku batalkan semua ucapanku tentangnya yang aah sudahlah. Gumamnya dalam hati dengan mata masih menatap sengit Luke yang hanya menatapnya datar.

“Kau bisa membatalkan semua pujian untukku,” Luke melewati Isabelle dan menghampiri Fabien yang masih menutup telinga. Isabelle ternganga mendengar ucapan Luke barusan, seakan lelaki itu bisa mendengar suara hati orang lain.

“Hai, Bien. Boleh aku memeriksamu?” tanya Luke pada Fabien yang masih berdiri mematung ketika dia mendekatinya.

“Panggil saja aku Fabien, Tuan. Tentu boleh jika kau adalah dokter baru yang dibawa Kak Belle,” ucap Fabien ramah setelah mendaratkan bokongnya di sofa sederhana berwarna abu-abu di ruang tamu flat mereka.

“Panggil saja aku Kakak, jangan sekaku strange girl di sana,” ucapnya ikut duduk di sisi Fabien.
“Apa kau bilang, Tuan??? Aku kenapa?” teriak Isabelle yang melangkah mendekati adiknya dan Luke.

“Belle... Kau bisa membahayakan jantungnya,” Luke memperingatkan Isabelle tentang kondisi Fabien.

“Maafkan Kakak, Bien,” ucapnya membelai rambut pirang Fabien yang hanya mendapat anggukan dari remaja laki-laki itu.

“Dan kau Tuan Luke Jacob, jangan pernah memanggilku Belle. Namaku Isa!” lanjutnya dengan jari telunjuk yang mengarah pada wajah tampan Luke.

“Isabelle Marléne Roux,” ucapnya datar tanpa mempedulikan ekspresi beku kedua kakak beradik itu, bahkan Fabien sudah memegangi dada kirinya saat ini.

“Jangan asal bicara!”

“Da—dari mana Kak—”

“Bien cukup...” Isabelle memperingatkan Fabien yang nyaris saja membicarakan tentang siapa mereka pada lelaki asing ini.

“Aku tidak tahu dan tidak tertarik pada masalah kalian, keberadaanku di sini hanya ingin memeriksa kondisi adikmu,” Luke bersikap apatis dengan reaksi berlebihan kedua kakak beradik itu. Sungguh dia tidak berminat untuk mengetahui rahasia apa yang dimiliki oleh gadis itu.

The Cold Billionaire - Serial The Jacob 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang