41

1.3K 172 33
                                    

Rassya kini tengah berada di rumah Viena-keluarga Aqeela. Sedari tadi Aqeela tidak mau keluar dari kamar, padahal sudah berjam-jam Rassya menunggu.

"Kamu pulang dulu, ya, sayang. Beri Aqeela waktu sendiri dulu, dia butuh waktu untuk mengistirahatkan pikirannya." ujar Viena dengan nada rendah.

"Tapi Mah, Rassya takut Aqeela pergi lagi." jawabnya dengan melirih.

"Kamu tenang aja, ya. Mamah gak bakalan biarin Aqeela pergi kecuali pergi dengan kamu. Lagipula Mamah yakin Aqeela gak akan pergi."

"Tapi Rassya berpikiran Aqeela akan pergi karena Rassya sudah tau Aqeelaz disini."

"Tidak akan!"

"Kamu mah pulang?"

Rassya menggeleng. Ia tidak akan mau pergi sebelum bertemu dengan Aqeela.

"Yasudah kamu tunggu disini, ya. Mamah siapkan makan siang untuk kamu."

Setelah kepergian Viena, Rassya menghampiri pintu yang terkunci rapat dan enggan untuk terbuka.

tok tok tok.

Rassya mengetuk pintu kamar itu. "Sayang, kamu di dalem baik-baik aja kan?"

"Boleh kasih aku kesempatan buat jelasin semuanya?"

Hening, tidak ada suara setelahnya. Rassya menghela nafas berat, Aqeela benar-benar tidak mau berbicara dengannya, ya?

Rassya memejamkan matanya sesaat, air matanya luruh begitu saja, dadanya begitu sesak. Mengingat kejadian kemarin yang menimpanya. Ah iya, bahkan Rassya benar-benar lupa dengan Diana saat ini, tapi jangan harap suatu hari.

"Sayang." panggilnya dengan suara rendah.

"Kamu baik-baik aja kan?"

Aqeela di dalam mendengar semua apa yang Rassya katakan. Ia terisak, bagaimana tidak luluh Aqeela jika begini. Tapi jika mengingat kejadian kemarin benar-benar membuatnya kesal setengah mati. Ia tidak suka pengkhianatan!

Baru satu hari tidak bertemu Rassya saja sudah rindu, bagaimana jika kedepannya? Ah, Aqeela rasa ia benar-benar sudah mencintai Rassya, namun saat ini kecewa yang tengah mengontrolnya.

"Apapun keadaannya, jangan pernah benci aku, ya?" suara Rassya semakin melirih di luar sana.

"Gimana aku gak benci kamu, Sya." ucapnya seraya terisak.

Ceklek.

Pintu terbuka, Rassya yang melamun pun langsung tersadar melihat Aqeela.

"Aqe---" belum sempat Rassya memanggilnya, Aqeela sudah berlalu begitu saja. Tak menghiraukan Rassya.

Aqeela berjalan kearah kamar mandi, di buntuti dengan Rassya, ketika Aqeela sudah masuk, Rassya juga hendak masuk.

"Pergi!" suara dingin Aqeela.

Rassya benar-benar tidak suka jika Aqeela berbicara dengan nada dingin padanya. Rassya tidak suka.

"Jangan gini, please."

Brak.

Pintu kamar mandi di tutup dengan kencang oleh Aqeela, membuat Rassya meringis sendiri dibuatnya.

Viena mengusap pundak menantunya itu. "Biarin dia sendiri dulu ya, emangnya kamu mau Aqeela semakin benci kamu?"

Rassya menggeleng.

Di dalam kamar mandi Aqeela semakin terisak, perasaan bersalah dan kecewa tengah ada pada dalam dirinya. Merasa bersalah karna tidak mengurus Rassya sebagai suaminya, lihat saja, Rassya sudah benar-benar seperti gembel.

Cold Ceo's Favorite WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang