TEMBAKAN

223 60 1
                                    

"Ruangan apa ini ayah? Kenapa ayah merahasiakannya dariku?" tanya sana saat ia dan ayahnya sudah sampai di sebuah ruangan, setelah cukup lama keduanya berjalan melewati lorong.

Sana mengedarkan pandangannya melihat setiap sisi sudut ruangan ini. Tak ada yang nampak aneh, ruangan ini persis seperti ruang kerja ayahnya di lantai 2.

Namun ada satu benda yang membuat sana menatap lama.

Peti panjang yang isinya entah apa.

"Ayah, itu apa?" tanya sana dengan perasaannya yang mulai takut, ia bahkan mendekati ayahnya dan bersembunyi di balik punggung minho. Peti itu nampak seperti peti mati dengan ukuran yang pas untuk orang dewasa.

Sana yang sejatinya wanita penakut langsung merasa merinding, ia bahkan menggenggam kedua tangannya didepan dada.

"Itu bukan apa-apa Nak, itu hanya berisi beberapa barang milik ibumu, kamu ingin melihatnya?" tanya minho dan sana langsung menggelengkan kepalanya cepat. Ia tidak ingin tahu dan hanya membayangkan seperti yang diucapkan sang ayah barusan. Peti itu berisi beberapa barang milik sang ibu.

"Duduklah di sana," ucap minho seraya menunjuk ke arah sofa di sudut kanan, tapi lagi-lagi sana menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak mau duduk sendiri, ayo dengan Ayah," pinta sana dan minho pun menurutinya.

Ayah dan anak ini duduk berdampingan di sofa ruangan itu. Sejenak hanya ada keheningan dan ketakutan yang sana rasakan. Sampai akhirnya sana kembali bertanya pada sang ayah.

"Kenapa banyak orang yang ingin membunuh kita Yah? Apa kita pernah melakukan kesalahan pada mereka?" tanya sana memecah keheningan disana.

Dua pertanyaan yang minho pun tidak tahu jawabannya.

"Entahlah Nak, tapi ayah akan selalu melindungimu," balas minho. Sana lalu memeluk ayahnya dan minho pun membalas. Mereka saling memeluk memberi kekuatan satu sama lain.



000



Di halaman rumah minho.

Dahyun dari masa lalu langsung menyerang chan dan felix saat mereka sudah berada dekat dengannya, sebuah tendangan dahyun tujukan pada chan hingga pria berbadan kekar itu tersungkur di atas rerumputan.

Lalu setelahnya dahyun melayangkan sebuah tinjuan keras di wajah felix, pergerakan dahyun begitu cepat hingga felix pun tak bisa mengantisipasinya.

Bahkan dalam sekejab saja pistol yang ia pegang sudah berganti tangan. Dahyun merebutnya dan langsung mengeluarkan semua isinya.

Saat mengeluarkan isi pistol itu dahyun tak hanya diam, ia pun memutar tubuhnya dengan cepat dan memberikan serangan tepat diwajah felix.

Jika pertarungan dekat seperti ini maka dahyun adalah ahlinya.

Saat felix nyaris jatuh dahyun kembali menangkapnya dan menjadikan tubuh felix sebagai perisai. Dahyun tahu chan masih memegang senjata di tangannya.

"Jangan chan!" teriak felix saat chan mengarahkan pistol ke arahnya.

Felix berteriak meskipun ia begitu tahu itu tak ada dalam kamus mereka, dalam keadaan terdesak seperti ini mereka bukan lagi partner, saling membunuh pun sudah jadi hal biasa.

"Lihatlah fel, dunia seperti inilah yang kini sedang ingin aku tinggalkan," desis dahyun persis di telinga felix

Mereka berdua sama-sama melihat chan yang mengarahkan pistol ke arah mereka.

"Untuk apa hyun? Bahkan kau sudah tidak memiliki keluarga yang mengharapkanmu keluar dari lembah hitam ini," jawab felix.

Jika kini ia mati di tangan chan pun felix sudah tidak memperdulikannya. Karena mati maupun hidup baginya sama saja. Selamanya ia akan tetap menjadi seorang pendosa.

Dan mendengar ucapan felix itu cukup membuat dahyun tersentak, perihal keluarga yang memang sudah tidak ia miliki.

"Aku memang sudah tidak memiliki keluarga fel, tapi aku punya jiwa yang ingin tenang," balas dahyun

Dan setelah itu suara pistol yang ditembakkan oleh chan pun terdengar.

Dor!!
















Jangan lupa vote

[END] Time PassageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang