"Dih?? Katanya bodo amat, nggak peduli si Sherly mau ngomong apa, nyenyenye," ejek Eri.
"Ih!! Yaudah sih, namanya juga parno," balas Nath cemberut.
Jadi, sekarang Eri dan Fellie sedang duduk di sisi kanan dan kiri Nath, menyimak cerita si manis tentang kejadian semalam bersama Jere.
"Tapi bagus berarti, kan, Na? Lo jadi yakin kalo Kak Jere nggak bakal berpaling," ujar Fellie.
Nath yang mendengarnya sedikit bersemu, lalu mengangguk semangat, hingga mendapatkan sikutan dari Eri di sisinya, menyoraki dirinya yang salah tingkah.
"Eh tapi beneran iya tipenya kak Jere tuh yang lebih tua? Jarang-jarang ga si ada cowok yang kayak gitu," ujar Eri.
"Ah, lo kurang jauh aja kali mainnya. Menurut gue kayaknya malah pemikiran cowok tuh rata-rata sama kayak Kak Jere gini gak sih? Lebih suka yang lebih tua, mungkin karena lebih dewasa jadi lebih enak ngejalaninnya." Sanggah Fellie.
"Widih, pro banget nih keliatannya. Jadi, mana cerita lo tentang tetangga depan rumah lo yang katanya ganteng banget itu? Hayo, lo masih ada hutang ya!" Seru Eri.
"Ih, kok malah jadi ke situ sih, anjir!"
"Eh Eri, kayaknya si Fellie sama si mas mas depan rumahnya itu udah mulai akrab deh. Sini gue tunjukkin kemarin gue nemu instagramnya —"
Ketiganya lalu sibuk membicarakan tentang gebetan Fellie, meledeknya habis-habisan karena Fellie yang langsung salah tingkah dibuatnya.
———
🙆🏻♂️ Kakak Jere 🙆🏻♂️
Tebaak siapa yang udah di depan sekolahnya Nanaaaa?
Melihat notifikasi yang ternyata datang dari lima belas menit lalu, membuat Nath terjengit. Ia lalu segera berkemas, sempat membalas pesan sang pacar untuk menunggunya sebentar.
Nath bergegas menuju gerbang sekolahnya, meneliti sekitar guna mencari keberadaan sosok— oh, ketemu!
Nath melihat sebuah kesempatan usil ketika Jere dan motornya yang berada di posisi membelakangi arahnya. Hngga sampai di samping motor Jere, ia setengah meloncat lalu untuk menaiki motor tanpa aba-aba, membuat Jere yang sedang fokus bermain ponsel jadi oleng dibuatnya.
"Mau ke pasar, Bang! Ayooo cepaaatttt," seru si manis.
"Ishhhh dasar anak nakal, usil bangettt." Gerutu Jere sambil menyeimbangkan kembali motornya, lalu mengambil helm untuk dioper ke Nath.
"Hehehehe, maaf yaa tadi kakak nunggu lama kahh?"
"Enggak kok, ngga papa. Jajan nggak ini?"
"Ya iyaaa doooong," serunya semangat.
"Tapi Na, sore-sore gini enaknya nge-mie nggak sih? Mie ayam Larasati gimana? Oke gak?" Tawar Jere.
"Hmmm kalo dipikir-pikir perutku lumayan laper, oke deh! Mie ayam tapi nanti tetep beli crepes sama chatime yaa! Mau aku mam di rumah," ujarnya.
"Iya heem, mam yang banyak biar gemoy. Gih, pegangan yang erat. Leggoooo,"
Sampai di warung mie ayam yang merupakan favorit Jere, keduanya lalu duduk berdampingan. Dari menunggu makanan jadi hingga keduanya sudah lahap menyantap seporsi mie ayam, Jere lebih banyak bertanya tentang kegiatan Nath hari ini.
Entah kenapa, Jere begitu menyukai bagaimana Nath menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Anak riang yang senyumnya tak pernah surut, yang membuat Jere ingin selalu melindungi senyum berharga itu.
"Terus ya, yaudah! Karena aku lupa ambil gorengannya berapa, jadi aku selipin aja uang dua puluh ribu ke bawah nampan di meja dagangannya,"
"Lah, banyak amat dong dua puluh ribu. Gorengan satunya cuma seribu masa iya kamu ambil sampe 20 buat Eri sama Fellie doang?"
"Yaaa enggak sih, tapi ya dari pada uangku kurang terus jadinya hutang, kan ngga mauu."
Jere tersenyum, pacarnya ini memang anti sekali untuk memiliki hutang kepada orang.
"Terus kak, aku sebel banget pas tadi mencatat bahasa Inggris, masa tinggal satu paragraf malah buku tulis aku abis?! Kesel banget,"
"Terus kakak tau kan, guru bahasa Inggris aku killer banget, masa tadi dia tiba-tiba baik gitu selama pelajaran, tau nggak kenapa? Ternyata, pas akhir jam mapelnya tiba-tiba ngasih brosur dong kak... Katanya anaknya ada buka butik terus kita suruh mampir gitu, ya ampun mau nangis,"
"Eh tadi keyring aku kayak copotan gitu deh, nanti weekend aku mau beli aaah,"
"Kak, oh iya tadi aku udah cerita belum soal cabe di ibu kantin yang jual gorengan tadi? Cabenya hari ini besar-besar banget mana disuruh ambil banyak, katanya cabe lagi murah masa, kak."
Celotehan-celotehan yang bagi orang lain terasa tidak penting, begitu menyenangkan bagi Jere untuk disimak. Bagaimana cara Nath dengan senang hati berbagi kesehariannya, membuat Jere merasa dekat.
Memang, satu yang Jere utamakan dari sebuah hubungan adalah komunikasi. Maka ketika pembicaraan mengenai hal yang tak penting sekalipun, apalagi oleh Nath, ia akan senang hati mendengar dan menanggapinya.
"Ih kakak kakak, liat deh totebagnya mbak mbak itu, lucu banget aku mau foto, eh apa tanya ya itu beli dimana plis kak, aku naksir banget,"
"Foto aja, nanti cari di google lens bisa kayaknya,"
"Ih, ribet ah. Tanyain ajaaa kak please yaa ayo ayo sanaaa," kata Nath sambil mendorong-dorong Jere.
Jere pun tak bisa apa-apa selain menuruti keinginan si manis, bahkan malu yang ia rasakan ketika si perempuan yang ditanya mengenai totebagnya itu menatap penuh tanda tanya, lalu disertai wajah yang menahan tawa. Jere akhirnya kembali dengan informasi mengenai toko yang menjual totebag tersebut, berserta malu yang masih tersisa tentunya.
"Katanya di toko Caroline Collection yang deket simpang lima," ucap Jere cepat ketika duduk kembali ke tempatnya, mengatakan informasi penting yang diincar Nath.
"Ooooh situ, ih enggak deh. Barang di situ biasanya mahal-mahal, mana pelayanannya kurang ramah, pernah sekali kesana tapi aku nggak suka banget,"
Balasan yang lebih muda membuat Jere— ah, sudahlah.
Untung Jere sayang, kalo enggak udah dilelepin ke kuah mie ayam kayaknya.
———
jadi pengen mie ayam
KAMU SEDANG MEMBACA
Bon Bon Chocolate | NOMIN✅
Fanfiction[END] Selama ini, Jere selalu memilih untuk memiliki pasangan yang lebih tua darinya. Alasannya, lebih dewasa maka lebih sehat hubungan yang dijalani. Jadi, ketika dia akhirnya menjalin hubungan dengan anak kelas dua SMA, sedangkan dirinya adalah ma...