Sesuai yang telah dijanjikan, hari Sabtu ini Jere dan Nath sudah berada di salah satu mall, tepatnya menuju ke bagian toko buku dan alat tulis.
Liburan semester Nath memang hampir usai, sehingga dirinya perlu mempersiapkan diri untuk memasuki tahun ajaran baru.
Sementara Nath sibuk memilah barang yang akan dibelinya, Jere tertarik untuk melihat-lihat koleksi vinyl di toko itu. Tidak banyak memang, namun beberapa diantaranya terlihat menarik untuk dipandang.
Selesai dari kegiatannya, ia pun memutuskan untuk menyusul Nath. Dilihatnya anak itu sedang memegang dua pulpen dan membandingkannya, namun pada akhirnya ia memasukkan keduanya ke keranjang.
"Gimana? Kurang apa aja?"
"Kurang banyaaak."
"Eh, udah liat-liat tempat pensil belum? Kakak tadi lewat kayaknya bagus-bagus deh, coba kamu liat,"
"Emm, punya aku masih bagus sih, liat dulu deh."
Jere lalu menunjukkan letak tempat pensil, seketika mata Nath berbinar bahkan ia memekik tertahan.
"HAAAAA bagus-bagus bangeeet!! Aaaa ini bagus! Eh, kok ini juga bagus?! HAAAAA SEMUANYA BAGUUUUS, aku mau beli lima."
"Loh? Katanya di rumah masih ada,"
Tak ada jawaban dari Nath karena anak itu sibuk melihat-lihat tempat pensil yang memang modelnya sedang bagus-bagus hari itu.
Selesai dari tempat pensil, Nath menuju ke bagian dari barang terakhir yang ia cari, yaitu buku tulis. Ia sibuk memilih-milih sampul yang menurutnya cantik, juga membandingkan harga dan merk. Sedangkan Jere menungguinya sembari membawakan keranjang belanjaan Nath.
"Udah semua, nih?" Tanya yang lebih tua setelah Nath memasukkan 2 pack buku tulis ke keranjang.
"Umm.. iya. Udah semua kok,"
"Beli novel, enggak?"
Nath terdiam. "Hng....... Lagi hemat," lirihnya kemudian.
"Hahaha, kakak beliin deh, mumpung bulanan abis cair."
"Ih, tanggal segini?"
"Iyaa, papanya kakak abis menang proyek jadi gitu deh, bagi hasil."
"Ooo hehe, asik dong. Beneran boleh nih, aku dibeliin novel?"
"Iyaa adekkk. Gih, sana pilih."
Setelah memeking kegirangan, Nath berjalan sembari meloncat-loncat kecil menuju bagian novel remaja. Jere yang mengikutinya hanya menggeleng-gelenng heran dengan tingkah gemas sang pacar yang tak ada habisnya.
Jere yang sedang menunggui Nath sibuk membaca-baca bagian belakang buku, sembari melihat-lihat sekitarnya, tiba-tiba menangkap sosok yang dikenalnya.
Jaraknya hanya tepat di samping rak buku tempatnya bersandar sekarang, hingga ia memutuskan untuk menghampiri dan menyapa orang tersebut.
"Yesi?" Panggil Jere.
"Eh? Loh, Jere? Ya ampun, hahaha. Di sini juga, Lo? Sendirian?"
"Enggak, sama pacar gue. Lu sendiri?"
"Ada tuh sama temen gue, si Dea, inget?"
"Oalahh iya iya. Cari apaan lu, Yes?"
"Inii, jurnal buat skripsi, hahaha."
"Lah, udah skripsi aja lu?"
"Lahhhh berita lama kali, kemana aja lu! Gua post dimana-mana ternyata lu kagak liat? Dih ni anak bener-bener,"
"Hahaha sorry deh sorry,"
Keduanya lanjut berbincang basa-basi hingga Nath yang selesai dari memilih novelnya pun melihat mereka dari kejauhan. Jere yang berada dalam posisi membelakanginya pun memang tidak sadar akan kehadirannya. Namun untungnya, Yesi yang melihat itu lantas menginterupsi Jere.
"Eh, Jer. Itu....?" Tanyanya menggantung sambil menunjuk ke arah Nath berdiri.
Jere mengikuti arah pandang Yesi kemudian menangkap keberadaan Nath, membuatnya sedikit merasa tidak enak.
"Eh, iya. Itu pacar gue, udah selesai kayaknya. Yaudah deh, Yes. Gue duluan yak, sukses lo skripsinya,"
"Huum, thanks Jer. Bye!"
Lalu Jere menghampiri Nath dan berjalan bersamanya ke arah kasir.
"Asik banget,"
Celetuk yang lebih muda, membuat Jere hanya bisa mengulum bibirnya.
Keluar dari toko buku, Jere mengajak Nath untuk makan siang di salah satu restoran di mall tersebut. Sembari menunggu pesanan, keduanya duduk berhadapan dengan Nath yang mengaduk-aduk minuman dengan sedotan, wajahnya sedikit masam.
"Tadi siapa?" Tanya si manis akhirnya, dengan wajah yang masih tak menatap Jere dan hanya merenggut menghadap minumannya.
"Itu, mantan aku."
"Oh."
Balasan singkat itu membuat Jere menahan tawanya, melihat bagaimana Nath sedang cemburu sekarang.
"Iyaa, itu mantan aku yang terakhir, namanya Yesi. Kamu udah pernah aku ceritain, kan?"
"Oooh itu yang namanya Kak Yesi,"
"Iyaa."
"Keren ya. Denger-denger tadi udah skripsi,"
Jere tak kuasa menahan kekehannya, "Kamu juga keren. Udah mau kelas 12."
"Mana ada keren, stress iya."
"Nggak apa-apa, tetep yang paling keren kamu mah, di mata kakak."
"Hmm.. Itu tadi, Kak Yesi-nya cantik banget, ya? Kece banget outfitnya,"
Yang lebih tua tak tahan, lalu bergerak mengacak gemas surai si manis.
"Udaah nggak usah cemburu. Lagian tadi nyapa doang kok, sama basa-basi. Gimana pun itu senior kakak, kenal baik, dan sekarang temenan biasa kok. Nggak perlu khawatir gimana-gimana, oke, anak pinter pacarnya kakak Jere?"
Nath masih cemberut lalu membalas malas, "Hngggg... Iya,"
"Pesanan nomor 17, silahkan kak. Selamat menikmati,"
Kemudian keduanya— lebih tepatnya yang lebih muda, mencair seiring obrolan di tengah makan. Jere selalu mengerti bagaimana yang lebih muda itu sering merasa cemburu, rendah diri atau merasa tidak buruk ketika bertemu orang yang ia anggap saingannya.
Namun tak apa, Jere bisa mencairkan sisi Nath yang itu. Jere bisa menemani Nath, bisa setiap waktu mengatakan bahwa Nath adalah yang terbaik, dan tidak perlu khawatir untuk hal yang tidak perlu.
Jere akan ada di sana, untuk selalu menyerukan bahwa Nath juga sama kerennya.
——
update lagi kejar setoran ending. wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Bon Bon Chocolate | NOMIN✅
Fanfic[END] Selama ini, Jere selalu memilih untuk memiliki pasangan yang lebih tua darinya. Alasannya, lebih dewasa maka lebih sehat hubungan yang dijalani. Jadi, ketika dia akhirnya menjalin hubungan dengan anak kelas dua SMA, sedangkan dirinya adalah ma...